Mibil Angkot itupun melaju kembali dengan kecapatan sedang. Sementara Pak sopir masih terus bertanya tentang Pemuda yang ada di samping kirinya.
"Kalau tidak salah nama 'mu Zain kan?" tanya Pak sopir.
"Ko Bapak tau juga nama saya?" tanya Balik Zain keheranan.
"Ya tentu saya tau siapa kamu, sebab Bapak pernah belajar ngaji kepada Alamarhum Ayahmu. Saat itu kamu masih kecil. Dan semenjak Ayahmu meninggal kami benar-benar kehilangan sosok Guru, karena sejak sepeninggalan Ayah 'mu tidak ada lagi yang melanjutkan Majlis Ta'lim itu." lanjut Pak sopir menjelaskan.
"Sebenarnya masih, cuma sekedar ngajar anak-anak Al Qur'an saja, dan Ibu lah yg mengajari mereka." kata Maher, sambil pandangannya terkadang melihat Pak Sopir atau lurus kedepan.
"Iya, saya tau itu. Dan saya berharap kamu bisa menggantikann Ayah 'mu untuk menghidupkan kembalu Masjlis Ta'lim itu." lanjut Pak sopir lagi.
"Insha Allah Pak, mohon do'anya saja, mungkin tidak untuk sekrang-sekarang ini." lanjutnya lagi.
"Kiri Pir." titah salah satu penumpang dari belakang yang hendak turun.
"Ini ongkosnya Pak, kembaliannya ambil aja." kata si penumpang sambil memberikan ongkosnya dari sisi kiri pintu depan, kemudian berbalik dan pergi.
"Uang pas aja bilangnya kembalin, dasar ibu-ibu." ucap Pak Sopir merajuk, kemudian melajukan mobilnya kembali.
Tak berselang lama Zain pun tiba di Pertigaan Dukuh. Sebelum turun, ia pun mengabil uang kertas dari saku kemejanya.
"Ini Pak Ongkosnya." ucap Zain lalu menyerahkan uang kertasnya.
tanpa di duga Pak supir menolaknya, lalu memasukan kembali uang itu ke saku kemejanya Zain.
"Tidak perlu, khusus untuk kamu saya kasih geratis, dan ini tolong berikan kepada Ibumu." ujar Pak sopir, sambil tangannya begerak merogoh saku celananya lalu menyerahkan dua lembar uang merah bergambar Sang Proklamator.
"Lho ko, Pak ini kenapa tadi uang saya bapak tolak, malah sekarng bapak ksih saya uang?" Zain balik bartanya karena tak mengeri.
"Ini shodakoh dari saya untuk Ibu kamu, tolong titipkan salam untuk Ibu mu, bilang pada Ibumu ada salam dari Pak Maman, murid Almarhum Ayahmu dari kampung sebelah.'' lanjut Pak Maman.
Zain pun menerima uang itu meski dengan berat hati.
"Ya sudah sekarang kamu lekas Pulang, mungkin Ibumu sudah merindukan kepulanganmu. Saya mau narik lagi, In sha Allah, kapan - kapan saya akan bersilaturahmi ke rumahmu dengan teman-teman saya yang lain yag pernah ngaji bareng pada Almarhum Ayahmu." lanjut Pak Maman.
"Baiklah, kalua begitu saya haturkan banyak - banyak terima kasih, saya pamit Pak. Assalamualaikum." Zain pun begegas turun.
Brruggh!!, pintu pun kembali di tutup olehnya, kemudian bergegas Zain pun menghampiri tukang ojek yang sedang mangkal di persimpangan itu, sedangkan angkot kebali bejalan perlahan.
"Eh Zain ya?" tanya seorang ojek yg turun dari motornya yangg usianya seumuran dengan Zain.
"Oh, Kamu Dadang ya?, Assalamualikum." jawab Zain balik bertanya dengan mimik keterkejutan di wajah gantengnya.
"Wa'alsikumsalaam." jawab DAdang sambil menerima uluran tangan kanan Zain, lalu menepuk-pundak kirinya. Zain pun balik menepuk-nepuk pundak kirinya Dadang, seperti sahabat yang sudah lama tidak bertemu.
"Kamu sekarang ngojek?" tanya Zain usai bersalaman.
"Engga, ini iseng aja karena aku gak lagi kerja, kebetulan aku kebagian kerja sip malam." jawab Dadang sambil keduanya berjalan menghampiri motorn 'nya. Sementara tukang ojek lainnya memandangi mereka tapa ekpresi.
"Oo, jadi kamu masih jadi satpam di Pt yang pernsh kamu ceritakan?" lanjutnya.
"Yaah!, mau gimana lagi, pengen sih ganti kerjaan, izasahku kan cuma SMA dan cari kerjaan sekatang susah, apalagi kalau tanpa skil yang mumpuni." lanjut Dadang lagi.
"Oo begitu ya, kalau begitu tolong antarkan ke saya rumah Ibuku, aku sudah rindu dengan beliau." ucap Zain lagi.
"Ok bro, lets go!. Hai bro aku antarin temenku dulu ya!!'' ujar Dadang sambil izin pamit kepada tukang bojek lainnya.
"Ok bro, hati-hati ya!." ucap mereka kompak.
Zain pun naik ke motor di belakang Dadang, sedang Doni sudah menghidupkan motornya.
"Subhanaladzi sahorolana hadzaa wamaa kunnalahu mukriniin." doa Zain lirih, namun Dadang yang di depan mampu mendengarnya dengan jelas. Sebenarnya iya sudah membaca Do'a naik kendataan itu, sejak naik angkot prtama kali di depan gerbang pesantrennya.
"Masya Allah. Emeng bener ya kalu naik kendaraan ama santri gak pernah lupa dari do'a." kata Dadang sambil matanya fokus memandang ke depan.
"Ya memang harus begitu Dang, meski kamu yang mengendarai motor ini, setidaknya saya sudah meminta pada Allah, agar Allah sendiri yg mengendalikannya, supaya kita selamat." ucap Zain menjelaskan, sedangkan kedua telapak tangannya di letakan di atas kedua lututnya kanan kiri.
"Aamiin." jawab Dadang, lalu ia pun menambah sedikit kecepatan laju motor metiknya.
"Dang, kamu tau kan Pamanku?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.
"Maksudmu Bang Junet?" tanya balik Dadang.
"Iya, nama aslinya Junaidi, tp kebanyakan orang manggilnya Bang Junet, mungkin karena beliau ketua para preman pasar." jawab Zain menjelaskan.
"Ya pasti tau lah, siapa yang gak kenal Bang Junet?, orang yang mengendaikan keamanan pasar di kota ini." ucapnya berhenti sejenak.
"Tapi aku lihat dia sekarang jarang ke pasar, mungkin hanya sesekali jika ada keperluan mendesak. Bahkan aku perhati'in akhir-akhir ini dia rajin sholat berjamaah di Masjid." lanjut Dadang menjelaskan.
"Syukurlah kalau memang begitu, lagian Beliau kan sudah tua, sudah waktunya ia memikirkan akhiratnya." sambung Maher menanggapi.
Dia tidak menyadari, bahwa itulah tujuan Sang Paman memintanya pulang, supaya dia 'lah yang menggantikannya menjadi Ketua Keamana Pasar.
Tak terasa waktu pun sudah menunjukan jam lima kurang lima belas menit.
"astagfilrullahal'adziim!!!, sampai lupa kalau belum sholat ashar." ucap Zain membatin.
"Dang kita Mampir dulu ke Masjid sebelum ke rumah, aku lupa kalau belum sholat ashar." ujar Zain seraya menepuk-nepuk pundak kanan Dadang.
"Lah sama Zain, aku juga lupa kalau belum sholat ashar, ok lah bentar lagi kita nyampe Masjid." jawab Danag singkat.
Tak berselang lama mereka pun berhenti di sebuah Masjid, Yang tentunya Zain pun tak merasa asing dengan Masjid tersebut, karena sudah masuk bagian dari kampung halamannya.
Merekapun lekas menuju tempat wudhu, sebagai salah satu syarat jika ingin melakukan sholat.
Usai sholat berjama'ah, merekapun melanjutka perjalannya, dan kini tibalah Zain di depan rumahnya yang hanya melewati beberapa rumah dari Masjid. Ternyata, mereka sudah di tunggu oleh Paman dan Bundanya, yang sedang duduk di bangku kayu depan teras rumahnya yang sederhana.
Rupanya, Sang Paman sudah datang beberapa menit lalu sebelum kedatangan Zain dan Dadang.
"Assalamualaikum." ujar Zain dan Dadang tak sengaja bersamaan.
"Wa'alaikumsalaam warohmutullah." jawab Ibu dan Paman bersamaan pula.
Sementara sang Ibu menoleh 'kan kepalanya ke belakang, terlihat kaget kemudian lekas berdiri menyambut Sang Putra yang sudah lama dirindukannya. Sedang 'kan Sang Paman tak lama turut berdiri pula, bibirnya tersenyum seakan menampakan kebeahagiaan.
nrxt,,, part 3.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments