2. Pernikahan

Tubuh Larasati luruh seketika setelah mendengar percakapannya Pakdhe dan Budhe beserta ke-dua anaknya. Wanita itu berada di dinding sekatan antara dapur dan ruang tengah. Mereka duduk di kursi melingkari meja makan.

Suasana makan malam menjadi riuh dan bahagia bagi mereka namun tidak bagi Andita. Pasalnya mereka membicarakan tentang pernikahan nya sebagai pelunasan hutang milik Pakdhe nya setelah ujian akhir kelas 3.

"Bagaimana cara aku menghindari perjodohan ini. Tapi Pakdhe bagaimanapun sudah membesarkan aku. Biaya sekolah mahal, bahkan ayah hingga detik ini tak juga mencari ku." Larasati kembali bertanya dalam hati.

Ia bangkit sedikit terhuyung-huyung menuju kamarnya. "Jika jadi istri ke duanya maka aku sudah pasti hanya menjadi pelengkap saja. Cinta itu sudah pasti milik nya. Istri nya sangat cantik." Batin Larasati.

Dia memilih membaringkan tubuhnya di ranjangnya yang sempit dan biasa, dulu itu untuk tempat asisten rumah tangga. Semenjak om nya berhenti bekerja karena PHK. Sekarang hanya bertani di sawah, berkebun.

"Benarkah Ayah tak pernah memberikan uangnya walaupun itu sepiring nasi untuk ku? Sudah 15th lebih ia juga tak menengok ku. Jadi aku tak berarti apa-mu lagi. Hanya alat pembayaran. Mengapa juga aku dilahirkan ibu? Jika hanya untuk ditinggalkan."

Gumaman kecilnya tak ada yang mendengarnya tak ada yang perduli, jika ia melewatkan waktu makan. Larasati menutup kedua matanya dengan rasa kesedihan nya bercampur rasa letih, rasa lapar yang melilit. Gadis itu mengerjakan pekerjaan rumah tak pernah absen walaupun dia sakit, sedangkan tante dan om nya bekerja di ladang dan sawah. Jika hari libur ia wajib ikut membantu.

Berbeda dengan anak-anaknya yang duduk manis di rumah. hanya fokus pada pelajaran. Namun nyatanya tak pernah mendapat peringkat di sekolah. Berbeda dengan Larasati yang selalu mendapat beasiswa dan hadiah uang setiap ikut olimpiade matematika, BHS Inggris.

Teringat jelas akan semua perlakuan terhadap dirinya yang diterima dari mereka. Budhe dan dua anaknya. Selalu berkata nyaring dan kasar. Sedangkan Pakdhe Suhadi selalu mengawali perintah nya dengan kata TOLONG.

Bagaskara melepaskan dasinya sekali sentakan rasa kesalnya membuncah kala mendapatkan informasi dari orang suruhan nya. Keberadaan Karina bersama sang fotografer itu begitu intim. Terlihat dari fotonya yang diterimanya.

"Jangan salahkan aku Karina. Kau yang menduakan cinta ku. Bagaimanapun ayah ingin aku memiliki anak secepatnya." Batinnya kesal.

"Atur sedemikian rupa jadwal ku. Minggu depan aku ambil cuti selama seminggu." Ucapnya pada asistennya dengan kasar ia meletakkan ponselnya.

"Selama ini kau berdalih terus menerus. Aku tak mempersoalkan nya "

"Kau sudah kelewatan dan melangkah jauh." Bagaskara mengoceh terus menerus sambil mengerjakan pekerjaannya. Lelaki itu sudah memutuskan untuk pulang menemui ayahnya dia meninggalkan Karina.

Satu Minggu kemudian pada hari H nya rumah juragan Darto di hiasi dekorasi pelaminan banyak tenda yang berjejer di susun. Makanan tersaji di meja prasmanan dengan hiasan bunga-bunga di atasnya terkesan mewah.

Larasati dirias pengantin oleh Mua yang di sewa Juragan Darto. Sedangkan Juragan Darto duduk di ruang tamu bersama dengan keluarga, di depannya Bagaskara ada wali Larasati juga orang yang mengesahkan pernikahan nya.

Hingga akhirnya terdengar suara menggema. "Sah..." Larasati sudah berkabut matanya mendengar kalimat itu. Hatinya pilu, seperti budak yang berganti majikannya. Pikiran nya berkecamuk bagaimana nasibnya kelak.

"Ayo semua sudah menunggu pengantin nya." Suara seorang wanita membuyarkan lamunan Larasati. Wanita itu didampingi dua wanita kerabat jauh Juragan Darto. Menuju ke ruang tengah.

Rumah Juragan Darto luas ada lima kamar, namun tidak bertingkat.

Halaman nya juga luas sehingga muat untuk para tamunya. Bagaskara tertegun menatap gadis belia yang menjadi istri ke duanya. Begitu cantik dan terlihat imut. Hanya ada mata duka terdapat di sana. Entahlah atau hanya perasaan nya saja. Wanita itu duduk di depan Bagaskara dengan menundukkan kepalanya ia takzim pada suami nya.

Kemudian Bagaskara mencium keningnya dengan lembut setelah merapalkan doanya. Setelah itu mereka duduk di kursi pengantin. Para tamu langsung menikmati hidangan dengan mendengarkan musik live khas daerah.

Juragan Darto tidak melakukan ritual adat pengantin karena ia mengerti anaknya tak menyukainya. Dengan kesediaan untuk datang dan menikahi wanita pilihan nya saja lelaki paruh baya itu sudah senang.

Acara berlangsung sederhana menurut juragan Darto namun mewah bagi orang sekitarnya. Sore acara sudah selesai Bagaskara dan Larasati sudah berada di kamarnya. Mereka masih canggung hanya diam saling melirik.

"Namaku Bagaskara, kau panggil saja Bagas. " Akhirnya Bagaskara memulai percakapan mereka.

"Mana bisa saya panggil begitu. Itu tidak sopan dan tidak sepantasnya istri memanggil nya nama saja. Apa boleh saya panggil Mas Bagas?";Kata Larasati masih menunduk dengan meremas ujung kebaya nya.

"Boleh. Kau mau mandi ?" Tanya Bagaskara Larasati menengadah menatap wajah suaminya. Bingung.

"Maksud nya kau yang mandi duluan atau aku? Apa tak gerah memakai baju adat." Lanjut Bagaskara.

"Iya, Mas. Mau mandi, tapi ini siapa yang bantu lepasin. Tukang riasnya tadi pamit besuk mau kemari lagi ambilnya. Takutnya mengganggu." Larasati berkata dengan menekuk mukanya, terlihat jelas kesal. Bagaskara tersenyum tipis melihat nya.

"Biar ku bantu melepaskan nya. " Lelaki itu berdiri dan membuka satu per satu hiasannya rambutnya, mahkota kepala juga sanggulnya.

"Kepala mu apa tak pusing menahan bebannya?" Tanya Bagaskara dengan mencebikkan mulutnya Larasati bergumam lirih hampir tak terdengar. "Aku juga tidak meminta hal ini. Apa layak aku protes?"

"Bukan hanya pusing, leherku seperti mau patah saja. Kenapa juga harus di pasang semuanya kan berat juga. Mana bedakan tebal kaya lenong."

Bagaskara tersenyum menahan tawanya melihat ekspresi wajahnya Larasati di cermin di depannya. Lelaki itu berusaha senormal mungkin menjaga wibawanya.

Seusai membantu nya Bagaskara mandi membersihkan diri dari jejak keringat nya dan kemudian berganti dengan Larasati. Wanita itu tak melihat Bagaskara lalu ia memanfaatkan dengan tiduran di ranjang setelah shalat ashar.

Merasakan badannya letih dan pegal Seharian berdiri menyalami para tamu. Niatannya hanya rebahan saja namun akhirnya ia tertidur pulas hingga menjelang petang.

Bagaskara hanya duduk di depan bersama ayahnya dengan beberapa orang perangkat desa dan sesepuh desa. Berbincang ringan ini dan itu sesekali lelaki itu melihat ponselnya mencari keberadaan nya Karina.

Namun nihil ponsel wanita itu tak aktif, padahal Karina memiliki dua kartu yang dia gunakan untuk berbisnis juga untuk berhubungan dengan Bagaskara.

Ia sengaja mematikan sambungan telepon agar dia tak terganggu oleh Bagaskara. Namun Karina belum mengetahui jika Bagaskara sudah menyuruh orang memata-matai dirinya.

Hanya saja lelaki itu cinta padanya terlalu besar biarpun fakta tentang Karina seperti itu ia masih mendoktrin jika itu hanya sekedar bisnisnya saja. Bukan perselingkuhan.

Baginya Karina adalah segalanya walaupun gosip miring menerpanya itu hanya sebuah naskah untuk menaikkan rating nya. Agar dia semakin terkenal.

Terpopuler

Comments

lovely

lovely

s Bagaskara beruntung bangettt dapat perawan Ting Ting😜

2023-05-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!