Rasa gelisah selama berada di luar negeri kini semakin terasa menumpuk. Penerbangan yang seharusnya bisa ia gunakan untuk istirahat memejamkan mata, tak bisa ia gunakan. Kabar yang tiba-tiba hilang tentu membuat sosok Arya bertanya-tanya.
Apa yang terjadi? Bukankah semua baik-baik saja sebelum ia pergi?
Hingga tepat pada pukul empat sore pria itu baru tiba di kediaman Dewantara. Tanpa sabar menunggu supir membuka pintu mobil, Arya sudah lebih dulu keluar. Ia berjalan memasuki rumah.
“Mah, ada apa sebenarnya? Givanya tidak bisa aku hubungi sama sekali. Kemarin Mami Alea mengatakan akan ke rumah.” Papar Arya tak bisa lagi sabar.
Mamah Vivi langsung berdiri menyambut kedatangan sang anak dengan wajah yang ia tekuk seolah sedang ikut kehilangan dan cemas.
“Ar, Mamah juga tidak tahu. Mereka tidak ada datang. Bahkan Mamah menunggu kabar dari mereka pun tak ada juga. Mamah khawatir apa Givanya ingin membatalkan pernikahan kalian sebenarnya?” Pertanyaan itu sontak membuat wajah Arya seketika merah padam.
Tak menjawab, ia langsung keluar dari rumah. Menuju kediaman di mana sang kekasih selama ini tinggal. Apartemen di pusat kota yang menjadi pertimbangan Givanya untuk memudahkan pekerjaannya adalah tempat yang Arya tuju sore ini.
Tak perduli bagaimana ia mengantuk dan lelah rasanya. Bahkan perjalanannya harus di uji dengan kemacetan jalan ibu kota di sore hari.
“Dimana kamu, Van? Ayo aktifkan ponselmu.” Beberapa kali bahkan Arya menghubungi sang kekasih. Nyatanya hasilnya masih nihil.
Hampir satu jam lamanya ia baru tiba di apartemen sang kekasih. Menekan angka password dan membukanya. Sayang, tak ada lagi barang yang Givanya tinggal selain pekakas rumah. Semua keperluan hidupnya baju, tas, sepatu bahkan beberapa pigura sudah tak terlihat lagi.
Yah hanya tersisa bekas lakban dan gunting yang terletak di atas meja. Itu artinya Givanya memang pergi dengan membawa barang-barang pentingnya.
Terduduk lemas di sofa panjang tempat Arya biasa akan berbaring, matanya menatap nanar sekeliling. Matanya mengedar dan jatuh pada cincin tunangan di jari manis sebelah kiri.
Sakit rasanya di tinggal tanpa tahu apa yang terjadi.
“Aku akan menemukanmu, Van. Aku akan berusaha mencarimu dan mendengar apa yang membuatmu meninggalkan aku.” gumamnya tak patah semangat.
Tanpa menunggu lama pria itu segera menghubungi seseorang. Ia ingin segera menemukan Givanya. Tak hanya itu, Arya pun juga sigap mengelilingi kota sore itu untuk mencari keberadaan sang kekasih.
Hatinya mantap untuk menemukan Givanya usai melihat rekaman jejak cctv di apartemen yang menunjukkan Givanya berjalan memakai tongkat dan pergi bersama beberapa orang asing membawa barang mereka.
Air mata Arya menetes sepanjang jalan mencari kekasihnya.
“Ada apa denganmu, Van? Apa yang terjadi?” Dalam lubuk hati ia yakin jika kekasihnya jelas tidak bisa melihat di cctv itu. Tapi apa penyebabnya ia belum tahu sampai saat ini.
***
Berbeda halnya dengan keadaan di kota kecil tempat kelahiran Alea kala itu. Wajah cantik putih bersih kini akhirnya tersenyum lagi setelah beberapa hari terus menangis.
“Bagaimana, Senja? Kamu suka kan? Kota di sini tidak sepanas kota lainnya. Di sini sejuk. Pohon besar-besar pun banyak. Yah sesuai dengan nama kamu, senja di kota ini sangat indah.”
Tobi bercerita panjang lebar pada Senja sembari tersenyum. Ada perasaan senang melihat wanita yang menyedihkan itu bisa tersenyum lagi.
“Iya kak, meski aku tidak bisa melihatnya tapi udara sejuk itu bisa aku rasakan kok.” jawab Senja tiba-tiba teringat sosok yang ia sangat rindukan.
“Meski aku tidak bisa melihatmu, Ar. Tapi aku bisa merasakan cinta kita masih begitu besar. Aku akan tetap mencintaimu dari jauh. Tapi aku tahu, aku memang tidak pantas untukmu. Semoga kau bahagia dengan wanita penggantiku kelak.” Senja berusaha sekuat tenaga menahan senyum di wajahnya lantaran tak ingin membuat Tobi kecewa.
Sayangnya mata tak bisa berbohong. Mata Senja memerah menahan air mata yang ingin jatuh.
“Kita ke danau yah? Di depan sana tinggal belok nggak jauh udah sampai. Gimana?” tanya Tobi antusias saat melihat perubahan raut wajah Senja.
“Mana enaknya saja, Kak. Lagi pula untuk orang yang seperti ku kan tidak bisa melihat juga.” Miris rasanya mendengar ucapan Senja.
Tetapi bukan Tobi namanya jika kehabisan akal.
“Sudah kita kan akan melihat senja di danau itu. Seperti kamu, senja yang sangat bersinar. Nikmatilah meski kau tidak bisa melihatnya. Tapi rasakan dalam anganmu. Pasti kau bisa menikmati keindahan Senja itu.”
Akhirnya setelah puas berkeliling mereka pun tiba di danau yang terdapat kursi di sana. Tobi menuntun Senja duduk dan menatap pada Senja.
“Aku pergi beli jagung bakar sebentar. Diamlah di sini, dan kalau ada sesuatu teriak panggil namaku. Aku akan langsung datang. Oke?” Senja mengangguk tersenyum.
Rambut panjang hidung kecil dan mancung seperti barbie, Senja memejamkan mata mendongakkan wajah sedikit dan menghirup dalam udara segar nan sejuk di sana.
Cekrek!
Suara kamera yang tanpa sengaja terarah padanya tak bisa membuat Senja sadar.
Ia masih menikmati suasana di danau itu dengan tenang.
Sementara di sudut lain, sosok pria berwajah tampan namun brewok menatap hasil jepretannya. Mata abu-abu miliknya memperhatikan dengan jelas pemandangan langit yang berwarna orange di sana dan bentuk tubuh wanita duduk dengan wajah yang penuh penghayatan sangat kontras.
“Sangat sempurna, sebaiknya aku ambil sekali lagi dengan memfokuskan titik pada wanita itu.” Satu jepretan yang bermula tak sengaja akhirnya membuat pria itu ketagihan.
Wajah cantik yang sangat membuatnya penasaran tanpa sadar sudah lebih dari sepuluh foto ia hasilnya dalam waktu dekat.
“Woi siapa kamu?” Tobi yang baru saja tiba berteriak marah kala melihat kamera tengah menangkap ke arah Senja duduk.
“Kak Tobi, ada apa?” Senja panik mendengar teriakan Tobi yang ia hapal suaranya.
“Ah sial sudah pergi!” umpat Tobi emosi saat ingin mengejar pria itu namun kehilangan jejak.
Ia pun kembali mendekat pada Senja dan duduk di sebelahnya.
“Em ini jagungnya.” ujarnya menyerahkan jagung bakar.
Matanya beberapa kali melirik ke sana kemari. Memastikan jika keadaan akan baik-baik saja.
“Kak, siapa? Apa pencuri?” tanya Senja yang merasa belum mendapatkan jawaban.
“Tidak, sepertinya fotografel abal-abal. Abaikan saja.” Tak sadar saat mengatakan itu Tobi pun mengamati wajah Senja yang terpantul dengan cahaya matahari kemerahan itu.
“Sangat cantik, sayang aku sudah ada yang punya. Pasti akan sangat beruntung pria yang kau cintai kelak, Senja. Kenapa kau harus datang di waktu aku akan menikah? Huh sulit di percaya orang akan menikah pasti mendapat ujian. Kalau ujiannya sepertimu siapa yang bisa menolak kecuali aku?” Kekehnya menggelengkan kepala saat sadar sudah mengagumi wanita lain di waktu yang salah.
Perasaan yang mengganjal di dada Senja sejak tadi selalu berusaha ia tepis, ternyata menandakan sang ibu yang tidak baik-baik saja.
“Ampun! Ampun Nyonya! Ampun, saya tidak bermaksud menipu anda.” Alea menangis dengan wajah yang sudah lebam. Bibirnya bengkak akibat pukulan dari majikan pria dan pipinya memerah karena tamparan majikan wanita.
“Kamu mau menipu kami dengan kerja setengah hari karena sudah kami bayar? Dasar pergi kamu!”
Usai penyiksaan siang tadi, kini Alea akhirnya baru keluar rumah sang majikan sore hari.
Sepanjang jalan Alea menangis memegangi wajahnya. Ia tak melihat bagaimana tetangga sekitar yang mengintip hanya dari balik jendela.
Tangisan Alea terus menemani perjalanannya menuju rumah. Ia benar-benar ketakutan saat ini. Satu yang selalu ia pikirkan, jika dirinya tak selamat dari penganiayaan tadi bagaimana nasib sang anak yang tengah rapuh itu.
“Apa ini maksud ucapan penjual sayur tadi?” batin Alea yang teringat dengan ucapan penjual sayur saat ia belanja.
“Hah ibu benar pembantu di rumah itu? Sudah sejak kapan?” Begitu pertanyaan pelayan.
Jelas terlihat wajah penjual sayur itu sangat syok.
“Baru pagi ini, Bu. Hanya untuk satu hari saja kok.” jawab Alea.
“Oh…pantes. Saya sudah duga pasti belum lama. Kok bisa seger begitu wajahnya?” Kening Alea berkerut saat mendengarnya.
“Maksudnya, Bu?”
Dengan cepat penjual sayur itu pergi saat melihat wanita baru keluar dari pagar memanggil Alea.
“Bu, uangnya!” Alea berteriak kala cabe yang ia beli belum sempat terbayar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Arie
😱😱😱😱😱😭😭😭😭😭😭😭kasian Bu alea
2022-11-26
0
mama yuhu
lanjut thor
2022-11-25
0
mama yuhu
wahhh.. bisa d laporkan ke polisi
meresahkan dan membahayakan nyawa orang nich
2022-11-25
1