“Gue mau ajak Biru jalan-jalan ah.”, kata Jingga lanjut menggoda adiknya.
“Ikut.”, kata Avisa pelan.
“Ada nyamuk ya barusan.”, ucap Jingga sambil mengibas-ngibaskan tangan di dekat telinganya.
“Ikut.”, kata Avisa agak keras.
“Ha?”
“IKUT!!!”, teriak Avisa.
Jingga tertawa penuh kemenangan. Avisa kesal.
“Makanya kalau kangen tuh ngomong, jangan malah nyamar jadi mayat hidup gitu.”
“Gara-gara bapak lu tuh.”
“Siapa suruh bilang nggak mau ketemu Biru lagi gara-gara dia cucu Darmawan? Nyesel kan lu?”
“Jangan bikin gue kesel ya.”
“Kesel? Ya udah gue pergi nemuin Biru sendiri aja.”, kata Jingga sambil berjalan pergi.
“Ikuuttttt!!!!”, teriak Avisa yang langsung berlari mengejar langkah abangnya.
Jingga berhenti lalu berbalik menghadap adiknya.
“Lu mau ketemu Biru kayak gini?”, tanya Jingga sambil menunjuk penampilan Avisa yang acak-acakan.
Avisa cengengesan.
“Mandi, dandan sana. Jangan bikin gue malu.”, kata Jingga melanjutkan langkahnya.
Avisa mengepalkan tangannya dan mengarahkan tinjunya ke atas, kesal dengan tingkah abangnya tersebut. Setelah itu ia langsung bergegas mandi dan berdandan maksimal, agar Biru terkesan melihatnya setelah sekian lama. Pikirnya.
Beberapa hari yang lalu, Ted dan keluarganya kembali ke Inggris bersama Alexa. Jingga juga merasa harus kembali karena merasa bertanggungjawab membawa Alexa ke Indonesia namun Alexa mencegahnya. Ia ingin Jingga menemani Avisa di sini karena kondisinya sedang tidak baik-baik saja.
***
Seleseai berkeliling kantor, Biru kembali ke ruang presdir. Menemani ayahnya melakukan pekerjaannya. Tak lama, sebuah panggilan masuk ke hpnya. Dari Arif.
“Permisi. Saya mau angkat telepon.”, pamit Biru.
“Ok.”
Biru keluar ruangan lalu menuju tangga darurat dan duduk di sana.
“Apa?”
“Apa apa apanya dong, apanya dong.”, canda Arif.
“Gue tutup.”
“Jangaan!”
Biru spontan menjauhkan hp dari telinganya karena teriakan Arif. Lalu kembali mendekatkannya lagi.
“Lagi ngapain lu bro?”
“Di kantor Darmawan. Lu nggak sibuk?”
“Dikit sih. Kangen aja sama lu.”
“Rif.”
“Hm.”
“Gue bakal berusaha bawa kalian ke deket gue.”
“Iya, gue tahu. Gue percaya lu pasti bisa.”
“Mmm...”
“Apa lagi?”
“A.. Nggak jadi.”
Biru hendak menanyakan kabar Avisa namun takut di tertawakan oleh Arif.
“Dih labil.”
“Bodo.”
“Si tuan Biantara dan keluarganya udah balik ke Inggris, sama tunangannya Jingga. Jingganya masih di sini, nemenin Avisa. Katanya sejak kejadian itu, dia nggak mau keluar kamar. Kerjanya cuma tidur mulu.”
Biru terdiam, merasa khawatir dengan keadaan Avisa.
“Kalau kangen tuh ngomong. Gengsi di pelihara.”
“Bacot.”
Biru langsung mematikan sambungan teleponnya lalu kembali ke ruangan presdir.
“Maaf.”
“Ya?”
“Saya boleh pinjam mobil?”
“Oh iya papa lupa bilang. Ini kunci mobil kamu, hadiah selamat datang dari mama.”, kata Krisna saambil menyerahkan sebuah kunci mobil.
Biru terkejut. Orang kaya memang tidak main-main, pikirnya.
“Terimakasih. Saya pergi dulu.”
“Ok. Jangan lupa pulang.”
Biru tersenyum lalu bergegas pergi. Setelah itu Krisna mengirim pesan kepada istrinya.
“Dia senang. Terimakasih katanya.”
Ajeng yang membaca pesan itu tersenyum bahagia.
***
Beberapa waktu yang lalu. Melihat Avisa yang setiap harinya hanya berbaring di ranjang dan tidak mau melakukan apa-apa membuat Jingga khawatir. Sebuah ide terlintas di pikirannya, ia langsung menghubungi Arif.
“Halo.”
“Halo. Ada apa bro?”, tanya Arif.
“Gue mau minta tolong.”
“Iya, gimana bro?”
“Lu hubungin Biru, bilang kalau Avisa nggak mau ngapa-ngapain sejak kerjadian waktu itu.”
Arif diam sebentar, mencoba memahami maksud Jingga.
“Kayaknya otak gue lagi capek bro. Kali ini gue nggak paham maksud lu.”
Jingga menarik nafas panjang lalu menjelaskan maksudnya pada Arif.
“Pulang wisuda Avisa berantem hebat sama papa. Avisa tahu papa lagi manfaatin dia buat hubungan bisnisnya dengan kakeknya Biru. Karena itu papa nggak pernah ganggu hubungan mereka sama sekali.”
“Hmhm.”
“Lu tahu sendiri gimana temperamennya adek gue. Jadi masih di posisi marah dia bilang nggak mau hubungan sama Biru lagi.”
“Yakin tuh ngomong gitu? Avisa? Yang selama ini nggak bisa nggak ngintilin si Biru?”
“Sekarang ngerti kan lu kenapa dia nggak mau ngapa-ngapain.”
“Karena tiap hari kerjanya cuma ngintilin si Biru.”
“Nah.”
“Jadi lu pengen Biru khawatir, biar dia yang nyariin adek lu. Gitu?”
“Yup! Pinter ya lu. Pantesan masuk kedokteran.”
“Sialan lu.”
Mereka tertawa bersama. Seletah itu Arif menutup sambungan teleponnya dan langsung menghubungi Biru. Melaksanakan rencana yang sudah Jingga siapkan untuk kelangsungan percintaan mereka.
***
Di rumah Biantara, Jingga sedang duduk bermain hpnya di kursi ruang tamu. Biru yang sudah sering kesana langsung membuka pintu tanpa permisi. Jingga tersenyum kecil melihat Biru khawatir. Kini, saatnya ia beraksi.
“Loh, bro. Ngapain di sini?”, tanya Jingga.
“Gue mau pinjem barang.”, Biru beralasan.
“Ke gue?”
“Bukan.”
Jingga tertawa dalam hati mendengar alasan yang Biru lontarkan. Biru yang mendengar pintu kamar lantai dua terbuka spontan melihat kesana. Tak lama, dengan ceria Avisa keluar dari kamarnya dengan dandanan yang sangat cantik.
“Lu!”, teriak Biru menunjuk Avisa yang baik-baik saja.
Avisa yang akan menutup pintu kamarnya kaget dan langsung berbalik badan. Melihat ke asal suara itu. Tidak jadi menutup pintu, ia langsung berlari menuruni tangga dan menghampiri Biru.
“Kok di sini?”, tanya Avisa dengan senyum cerah.
Jingga senang melihat adiknya tersenyum lagi. Biru mulai curiga pada Jingga. Pasti ia sudah bersekongkol dengan Arif untuk membuatnya berlari ke sini. Ia langsung menoleh dan menatap tajam pada Jingga. Jingga yang mendapat tatapan itu hanya tersenyum lalu hendak melangkah pergi. Namun Biru dengan cepat menarik kerah belakang bajunya.
“Bro, gue nggak bisa napas.”, ucap Jingga sambil mencoba meraih tangan Biru.
Biru langsung melepaskan cengkeramannya.
“Kerjaan lu kan?”, tanya Biru.
“Hehe... Iya.
Avisa bingung dengan apa yang sedang mereka bicarakan.
“Kenapa? Ada apa?”, tanya Avisa.
“Jadi tadi gue nyuruh Arif buat ngomong ke dia kalau kondisi lu parah. Nggak mau bangun, nggak mau ngapa-ngapain.”
“Terus terus?”
“Terus ya pasti Arif langsung ngomong. Buktinya ini orangnya udah kesini. Pake lari-lari lagi. Muka paniknya itu loh.”, cerita Jingga yang lalu tertawa terbahak-bahak.
Wajah Biru memerah, malu. Avisa tersenyum, senang mendengar hal itu.
“Tapi tadi katanya elu yang mau nemuin Biru.”
“Biar lu mandi! Biar nggak kayak tuna wisma gitu.”
“Mana ada tuna wisma tidur di ranjang bagus. Bego banget punya abang.”
Jingga terkejut dan langsung menarik telinga Avisa.
“Ayayaayaya.... Adadadaadah sakiiitt...”, teriak Avisa.
“Kebanyakan ngumpul sama Arif lu ya jadi kurang ajar sama abang sendiri. Mentang-mentang sekarang kita seangkatan.”, Jinga mengomel.
Biru yang melihat Avisa kesakitan langsung menampik tangan Jingga. Mereka terkejut. Lalu Jingga berganti mengomel pada Biru.
“Oh gitu lu sekarang ya. Mentang-mentang udah suka sama adek gue, lu lupa sama gue. Padahal dulu pas gue pingsan aja lu bela-belain gendong gue. Gue abangnya ya, mau gue training ala militer lu...”
Bla bla bla. Banyak sekali kata-kata yang keluar dari mulut Jingga. Biru dan Avisa yang mendengarnya hanya tertawa tanpa henti. Jingga senang melihatnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments