BA 4

---

Yang ketiga adalah Ajeng. Ia adalah satu-satunya nyonya di rumah ini. Saat berpacaran dengan Krisna, ia tidak tahu bahwa lelaki yang di cintainya ternyata sering mencari cinta lain di luar sana. Hingga akhirnya ia hamil, Krisna berkata belum ingin menikah karena ingin meraih pendidikan yang tinggi sesuai keinginan Pak Hendra. Ajeng kecewa.

Ia memilih untuk melahirkan bayi yang di kandungnya karena merasa anak ini tidak berdosa atas kelakuan orang tuanya. Sesuai keinginan Krisna, mereka tidak menikah saat itu juga. Karena itu pula Ajeng harus merelakan bayinya di asuh oleh orang lain.

Kehadiran Biru membuatnya sangat di sayangi oleh Pak Hendra karena ia melahirkan keturunan laki-laki untuk keluarga Darmawan. Hingga membuat Pak Hendra memutuskan untuk membiayai seluruh biaya kehidupannya.

Ajeng adalah yatim piatu yang selama ini hidup dengan penuh kesengsaraan. Karena itu ia menerima apa saja yang Pak Hendra berikan. Menurutnya itu lebih baik daripada bersusah payah mencari biaya hidup. Ia menikah dengan Krisna hanya untuk balas budi kepada Pak Hendra yang sudah baik padanya. Tanpa cinta. Karena Krisna sudah mematikan perasaan Ajeng sejak menolak menikahinya dulu.

---

Yang keempat adalah Maharani Laxana Darmawan, adik Biru. Ia baru berusia 7 tahun, kelas 2 sekolah dasar. Butuh waktu empat tahun sampai Ajeng mau mengandung anak dari Krisna lagi. Karena dari awal menikah, Ajeng lebih suka sibuk di butiknya daripada menghabiskan waktu bersama suami yang sudah tidak di cintainya. Krisna paham betul, itu adalah bentuk rasa kecewa Ajeng atas perlakuannya dulu.

Ajeng tahu bahwa anak pertamanya di panggil dengan nama Biru. Karena itu ia lebih suka memanggil putrinya dengan Nila daripada Maharani.

Nila adalah anak yang cerdas. Sejak kecil ia suka sekali dengan buku, sama seperti mamanya. Pak Hendra mendaftarkannya di sekolah terbaik untuk kalangan konglomerat. Karena itu sikap Nila terkadang seperti tuan putri raja yang bijaksana.

---

“Jadi jangan kaget kalau nanti adikmu akan berbicara dengan bahasa yang sangat halus padamu. Terlepas dari itu, dia sebenarnya anak yang menggemaskan. Kalau sudah kesal, dia bisa menjadi anak usia 7 tahun pada umumnya.”

Biru tersenyum kecil mendengar cerita tentang adiknya tersebut.

Setelah beberapa waktu perjalanan, akhirnya mereka sampai di tempat les Nila. Tempat yang sangat megah dan terjaga dengan ketat. Krisna meminta supirnya untuk menjemput Nila di dalam sementara ia dan Biru menunggu di mobil. Tak lama Nila terlihat keluar dari dalam sana dan masuk ke dalam mobil. Ia terkejut melihat Biru namun tetap dengan sikap tenang.

“Dia siapa, papa?”

“Ini kakakmu, namanya Biru.”

“Hai.”, ucap Biru.

“Halo. Salam kenal. Namaku Nila.”

Biru menahan senyum. Menggemaskan sekali gadis kecil ini, pikirnya.

***

Keesokan harinya Krisna mengajak Biru ke kantor seperti perintah Pak Hendra.

Di ruang rapat, Krisna mengumpulkan seluruh direktur bagian.

“Selamat pagi semuanya. Hari ini saya akan memperkenalkan anak pertama saya sekaligus cucu pertama Pak Hendra.”, kata Krisna lantang.

“Selamat pagi. Saya Biru. Salam kenal.”

Seisi ruangan heboh. Selama ini beredar rumor bahwa Pak Hendra memang memiliki cucu laki-laki. Namun karena tak pernah tahu sosoknya dan tak pernah terdapat kehadirannya, banyak yang mengira bahwa berita itu hanya isapan jempol belaka. Namun bagi mereka yang percaya, mereka merasa menang karena meyakini hal yang memang benar adanya.

“Jadi rumor itu benar mas, eh pak?”, tanya salah seorang direktur.

“Ya, benar. Kamu tahu rumor itu datangnya dari mana?”, tanya Krisna.

“Tidak mas.”

“Ya dari Pak Hendra sendiri.”

Krisna tertawa keras di ikuti oleh seisi ruangan.

“Mulai sekarang mohon bantuan kalian untuk memberitahu hal-hal yang penting padanya karena mungkin selanjutnya Pak Hendra akan memberikan salah satu posisi di kantor ini padanya.”

“Siap pak.”, jawab para direktur.

Biru kaget mendengar pernyataan ayahnya tersebut. Kehidupannya yang mendadak berubah membuatnya merasa terkena serangan jantung setiap hari. Karena ada saja hal-hal di kehidupan orang kaya yang tidak masuk akal menurutnya.

Krisna menoleh pada Biru yang masih terkejut lalu menyenggol tangannya. Biru menoleh. Krisna memberi isyarat untuk berterimakasih pada para karyawan.

“Terimakasih semuanya. Mohon bantuannya.”, kata Biru canggung.

Mereka tertawa kecil melihat gelagat Biru yang terlihat lucu.

“Ya sudah silahkan lanjutkan pekerjaan masing-masing.”, perintah Krisna pada para karyawan.

“Baik pak.”

“Kita ke ruangan papa dulu ya?”

“Iya.”

Di depan ruangan terdapat tulisan Presiden Direktur [Pak Krisna], berseberangan dengan ruangan bertuliskan Direktur Utama [Pak Hendra]. Selama berada di ruangan Presdir, Krisna menjelaskan sistem kerja di tempat ini.

“Di sini tidak berlaku yang namanya senioritas. Kamu benar, silahkan berbicara dengan lantang. Hal itu juga berlaku untuk para petinggi. Tidak ada satu orangpun yang boleh jadi bibit penghancur bagi kantor ini. Singkatnya, kami semua melindungi kantor dan bisnis ini bersama.”

Biru senang mendengar hal itu.

“Selama jam kerja, papa memang atasan mereka. Tapi di luar jam kerja, papa adalah teman untuk mereka. Makanya tadi ada yang keceplosan manggil papa ‘mas’.”

Biru tersenyum.

“Kamu tidak mau bertanya sesuatu?”

Spontan Biru teringat pernyataan ayahnya di ruang rapat tadi.

“Tadi di ruang rapat, anda bilang Pak Hendra akan memberikan salah satu posisi untuk saya.”

“Ya?”

“Boleh saya menolak?”

Krisna sejenak terdiam.

“Kamu belum nyaman ya dengan perubahan hidup yang kamu alami ini?”

Biru mengangguk pelan. Krisna tersenyum.

“Tidak apa-apa. Papa tahu kamu masih malu.”

“Saya belum siap dengan tanggungjawab sebesar ini.”

Krisna tersenyum.

“Kamu bisa bilang sama papa kapan saja saat kamu siap.”

“Terimakasih.”

“Pa.”

“Ya?”

“Coba bilang, Terimakasih pa.”

Biru menatap Krisna, ia tidak mampu menggerakkan lidahnya. Krisna tertawa melihat reaksi anaknya tersebut. Sungguh lucu, pikirnya.

“Sudah, sudah. Kamu bisa panggil papa saat kamu mau.”, kata Krisna sambil menyeka air matanya karena tertawa.

Biru bingung harus merespon bagaimana.

“Mau tour keliling kantor?”, tanya Krisna.

“Iya.”

Krisna mengajak anaknya berkeliling sambil memperkenalkan setiap sudut kantor. Banyak karyawan yang melihat Biru karena penasaran. Selesai dari ruang rapat tadi pagi, para direktur memberitahukan info tentang adanya cucu pertama Darmawan sehingga membuat heboh seluruh penjuru kantor.

Para karyawan wanita mulai berusaha mencari perhatian Biru sementara para karyawan pria hanya memandangnya, entah apa yang mereka pikirkan. Biru hanya menatap sekilas ke arah mereka tanpa merespon apapun. Sejenak ia bertanya dalam hati bagaimana kabar Avisa. Sudah seminggu lebih sejak acara wisuda mereka tidak bertemu.

***

Di rumah Biantara, Avisa sedang berbaring di ranjangnya. Tidak berselera melakukan apaapun. Lalu Jingga masuk ke dalam sana.

“Lu nggak pengen keluar jalan-jalan gitu?”, tanya Jingga.

“Apasih.”

“Biru lagi ngapain ya?”, goda Jingga.

Avisa melirik sebentar mendengar nama Biru di sebut. Jingga yang melihat itu sekuat tenaga menahan tawanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!