Sebulan sudah Langit tinggal bersama Bulan. Mereka akhirnya saling terbiasa dengan keberadaan masing masing.
Langit sering membuat sarapan atau terkadang membuatkan makan malam untuk mereka nikmati bersama. Beberapa kegiatan rumah tangga yang hampir tak pernah dilakukan oleh Bulan, dapat dilakukan oleh Langit, tak kala si Mbak asisten rumah tangga sedang berhalangan datang.
Tak jarang, Bulan juga meminjamkan mobilnya pada Langit saat motornya dipinjam oleh temannya untuk urusan pekerjaan.
Hubungan Bulan dan Mario juga telah semakin membaik. Namun, akhir akhir ini Mario terlihat lebih sibuk dari biasanya.
Biasanya saat Bulan mengirimkan whatsapp, Mario dengan sigap membalasnya, meskipun hanya dengan emoticon. Tapi, kali ini pesan yang dikirim oleh Bulan, selalu dibalasnya kadang malam, tak jarang keesokan harinya.
"Yah, mungkin dia memang benar-benar sibuk." Bulan menghibur dirinya sendiri.
****
Suatu hari di hari Minggu yang mendung, Bulan janjian dengan Maura untuk joging bareng di area joging track yang ada di dekat rumah Bulan.
Namun, cuaca yang mendung itu akhirnya menghasilkan awan hitam gelap yang akhirnya menghasilkan titik titik air yang turun membasahi bumi, yang mulanya bernama gerimis, lalu jika semakin banyak dan intens bernama hujan.
Padahal Bulan dan Maura baru akan memulai acara olahraga mereka. Lalu sebagai penghibur mereka nongkrong di tempat Abang bubur ayam yang sedang mangkal sambil berteduh di sana.
Sekitar tiga puluh menit lebih mereka di sana, namun hujan tak kunjung berhenti, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing.
Setibanya di rumah, Bulan baru menyadari jika Langit tertidur di sofa .
"Ya Tuhan, posenya jelek amat sih!" Gumam Bulan iseng, sembari menyeret langkahnya kembali ke kamar untuk berganti pakaian, lalu ia menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur.
Karena lelah setelah bekerja selama sepekan full, lalu perut telah kenyang makan bubur ayam, dan cuaca yang dingin, membuatnya memejamkan mata dan pikiran telah melanglang buana ke alam mimpi.
"BULAN...... LAN.... BULAN..... BULANNN.....!!!"
Dan barulah suara ketiga yang mampu merenggut paksa Bulan untuk tersadar dan bangun.
Bukan karena hanya melek, tapi mendelik. Karena pertama, suara itu berupa lengkingan. Kedua, lengkingan itu keluar dari pita suara mamanya. Ketiga, mamanya melingking di ruang tengah.
Sontak Bulan segera melompat dari tempat tidurnya dan menghambur ke ruang tengah.
Langit gelagapan terbangun, luar biasa kaget. Remote televisi yang ia pegang jatuh ke lantai, selimut merosot, dan tersedak ludahnya sendiri. Matanya melotot.
"Mama..!!?? Kok bisa masuk?" Tanya Bulan yang belum hilang kagetnya.
"Pintu nggak dikunci, udah mama ketok ketok, sampe hari bengkak juga ga ada yang denger!" Jawab mama ketus. Kemudian menatap Langit dari atas hingga bawah.
Bulan merutuki kecerobohannya yang tidak mengunci kembali pintu rumahnya tadi.
"Ini siapa, Bulan?!"
"Biasa aja dong, Ma, suaranya!" Celetuk Bulan lirih.
"Gimana mau biasa, pagi pagi ada laki laki tidur di rumah anak gadis mama!" Suara mama menggelegar.
"Anu, Tante.." Langit bingung mau berkata apa, pikirannya seolah kosong.
"Ini Langit, Ma. Eemmm... Saudaranya Maura..." Bulan segera menyahut. Mata Bulan dan Langit bertemu.
"Oke, terserah! Aku pasrahkan hidupku padamu, Bulan." Ucap Langit dalam hatinya.
"Kok di sini?" Selidik Mama, masih dengan suara yang keras dan matanya masih belum mengecil.
"Ke- keluarga Maura sedang arisan keluarga besar lima generasi. Terus ... Itu... Rumahnya gak muat untuk mereka bermalam, Ma."
Langit memandang Bulan tak berkedip, takjub dengan temannya itu. Bisa berimprovisasi merangkai cerita bak pendongeng. Arisan lima generasi. Ide brilian!
"Memangnya nggak diinapkan di hotel?" Tanya Mama yang tahu kondisi keluarga Maura yang termasuk dalam kategori kaya dan mampu.
Bulan terhenyak. Ia berpikir mencari jawaban yang masuk akal, sekaligus menenangkan diri.
Bulan beranjak ke dapur membuat minuman.
"Sebagian sih, Ma. Langit datang kemalaman, terus menumpang di sini bareng Maura. Cuma, tadi Maura ke gym, mau olahraga. Kopi atau teh, Ma?"
"Kopi, pake krimer."
Sekali lagi Mama Bulan melirik ke Langit menatap seolah menilai dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Segera Langit melempar senyum, kaku, kemudian membereskan sofa supaya si Mama bisa duduk.
Tapi, beliau memilih duduk di bangku yang ada di dapur. Lalu Langit permisi ke belakang.
"Ada apa pagi pagi kemari, Ma?"
"Mama ada jadwal syuting di dekat sini, tapi diundur, nunggu hujan berhenti. Jadi daripada bengong di sana, Mama mampir kemari."
"Lili mana?"
Lili adalah asisten mamanya.
"Stand by di sana. Adegan Mama sih sedikit, tapi soal molor dan ditunda begini yang bikin seharian." Keluh Mama.
Setahun belakangan ini, mama Bulan menjadi pemain sinetron. Sebelumnya adalah ibu rumah tangga dan desainer tas handmade. Sebelumnya lagi, semasa masih lajang, beliau bekerja menjadi desainer tas untuk salah satu brand terkenal. Tapi setelah menikah, dan punya anak, ia berhenti, dan hanya mendesain dan membuat untuk pesanan saja. Karena handmade dan bersifat eksklusif, tentunya harga yang dipatok juga eksklusif.
Lantas mamanya bisa nyasar di dunia sinetron karena diajak oleh pelanggannya, seorang produser sinetron yang akhirnya menjadi teman baik. Peran pertamanya sih hanya sebagai figuran.
Sebenarnya untuk fee nya tidak terlalu banyak, namun eksis dan terkenal di mana mana itu loh, yang didapat setelah main sinetron.
"Mereka butuh pemain ibu ibu yang karakter wajahnya elegan, glamor, tapi nggak arogan." Ibu kata Mama.
Nah, semenjak merambah dunia akting, meskipun tidak pernah mendapat peran utama, beliau tidak lagi membuat tas.
Mama kemudian ke kamar kecil. Bulan bergegas menuju kamar Langit. Di pojok belakang ia melihat jemuran pakaian Langit, langsung disambarnya semua jemuran yang tergantung di sana dan dibawa ke kamar Langit.
"Nih, jemurannya, disembunyikan dulu. Basah lagi, kena hujan. Eh sandal dan sepatumu, diumpetin dulu ya!" Pesan Bulan sambil berbisik.
"Eh, kamu taruh apa di kamar mandi?" Lanjut Bulan.
Langit menggeleng, lantas Bulan menghembus napas lega.
"Sampai jam berapa Mamanya di sini, Lan?" Tanya Langit ikut berbisik.
"Sampai dia dipanggil ke lokasi, dan itu nggak tau jam berapa. Yang jelas aku menghubungi Maura dulu, kamu mendingan ngacir dulu hari ini." Jawab Bulan, dibalas anggukan oleh Langit.
"Lan, maaf banget ya. Jadi kucing kucingan gini." Ucap Langit bersungguh sungguh.
"Masih mending, daripada anjing anjingan." Balas Bulan sambil mengibaskan tangannya.
Langit nyengir mendengar jawaban iseng temannya itu.
"Bulan...!" Mama memanggil dengan suara keras. Jantung Bulan serasa mau copot kembali. Ia bergegas keluar dari kamar Langit dan masuk ke rumah, tepat dia menutup pintu belakang, Mamanya nongol.
"Lagi ngapain?"
"Angkat jemuran, Ma. Yuk kita ke depan saja." Jawab Bulan sambil menggandeng Mamanya menjauhi kamar Langit.
"Sinetron apa sih, Ma? Berapa episode? Pemeran utamanya siapa?" Bulan menghujani mamanya dengan pertanyaan untuk mengalihkan perhatian mamanya.
Biasanya strategi itu selalu berhasil. Mama dengan menggebu-gebu bercerita tentang sinetron yang ia bintangi.
Satu jam kemudian....
Maura tertawa terbahak-bahak, sementara Bulan terkapar terlentang di atas kasur.
"Untung, Mama cepat dihubungi, disuruh balik ke lokasi syuting. Kamu sih, dihubungi ga ngangkat. Huh..!" Dengus Bulan.
"Mana Langit sekarang?" Tanya Maura.
"Ada. Tadi dia mau pergi. Eh, Mama keburu dihubungi suruh balik ke lokasi." Sahut Bulan.
Mereka saling cekikikan sambil bercerita di kamar Bulan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments