Penyewa Kamar

Siang hari, jam makan siang di sebuah kafe, yang sebenarnya masih masuk dalam pengelolaannya, karena merupakan milik Eyangnya. Bulan masuk menuju sudut kafe, di sana Langit telah menunggunya.

"Jadi, barang barangnya ada di mana sekarang?" Tanya Bulan, matanya memutar mencari cari tumpukan tak milik Langit.

"Di motor." Jawab Langit santai.

"Hah..! Dan motormu ada di parkiran motor?" Bulan mendelik dengan gemas, saat Langit menjawabnya dengan anggukan.

"Haduh.. gak mikir apa, kalo ada yang akan ngambil buntelan barang barangmu yang ada di parkiran motor!" Omel Bulan. Lalu ia menelpon pos satpam untuk mengawasi motor Langit yang penuh akan barang bawaannya.

"Berat, Lan. Jadi aku tinggal di sana. Maaf!" Jawab Langit sambil nyengir.

"Mengapa mendadak banget? Kamu ga kasih aku kesempatan untuk berpikir dan mempersiapkan semuanya."

Langit hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan memasang wajah polos tak berdosa.

Ternyata soto Betawi, gado gado, risoles, dan es campur yang ada di meja, tak cukup untuk membungkam mulut Bulan dari mengomelinya.

"Atau kamu sengaja ya, ga memberikan ku kesempatan untuk berpikir, selain mengiyakan permintaanmu, karena kamu yakin aku ga akan tega menelantarkan seorang teman tidur di jalan." Bulan terus berlanjut mengoceh.

Sungguh Langit sudah hapal dengan apa yang akan terjadi pada dirinya saat mengatakan, bahwa ia akan mulai tinggal di rumah Bulan hari itu juga.

Ya, semalam ia membaca story instagram Bulan, yang menawarkan satu kamar di rumahnya untuk disewakan. Kebetulan rumah kontrakan tempat tinggal Langit akan direnovasi.

Pucuk dicinta ulam pun tiba, malam itu juga, ia menghubungi Bulan, dan mengatakan secara langsung berminat dengan iklan yang ditawarkannya.

"Langit!" Pekik Bulan menyadarkan dari lamunannya.

"Oh, aku sudah memutar otak berkali kali, dan sebisa mungkin tidak ingin merepotkanmu, tapi, apa daya, uang sudah ga bisa balik lagi, sudah kepake buat biaya renovasi. Dan aku telah terlanjur membayar lunas selama setahun." Ucap Langit lirih hampir tak terdengar.

"Kebetulan kamu menyewakan satu kamar di rumah. Biasanya jika teman sendiri yang menyewa bayarnya bisa tidak seketat biasanya. Bisa nunggak gitu.." Langit memamerkan deretan giginya dengan nyengir.

Sontak membuat mata Bulan melotot.

"Enak saja!"

"Dan, bisa diskon!" Sambung Langit, dengan memasang wajah memelas.

"Dasar teman ga berperasaan!" Jawab Bulan nyolot dan wajahnya menyiratkan penolakan.

"Lan, jika ada budget lebih aku ga bakal sewa di tempatmu. Aku akan ngekost selama beberapa bulan. Dan jika aku nglaju dari rumah ke tempat kerja, itu biayanya sama dengan ngekost. Berat diongkos." Langit menjelaskan kesulitannya pada Bulan.

"Kenapa kamu ga tinggal bersama temanmu yang punya rumah kontrakan itu." Tanya Bulan dengan ketus.

"Dia tinggal di rumah saudaranya."

"Kenapa ga ikut di sana saja? Dia harusnya juga menanggung nasibmu juga!" Umpat Bulan.

"Aku juga maunya gitu, tapi sepertinya sulit Lan. Lagian selama ini, Bayu tak pernah mengambil untung banyak untuk biaya kontrakkan." Jawab Langit sambil merapikan rambutnya yang berantakan.

"Aku pinjemi uangku, untuk kost kamu?" Bulan menawari Langit.

"Tapi aku sama sekali ga punya tabungan ,Lan. Jujur bisa dibilang minus. Lagian aku masih baru bekerja, mana ada cicilan motor." Keluh Langit.

Langit merupakan seorang guru matematika di sebuah sekolah internasional. Dia baru sebulan mengajar di sana.

Anak anak didiknya biasa memanggilnya 'Math Teacher'.

"Ya Ampun Langit, hidupmu kok mengenaskan sekali sih?!" Celetuk Bulan sinis.

"Memangnya kemana saja kamu selama ini?" Ucap Langit sambil tersenyum kecut.

"Aku pasti akan bayar, Lan. Aku gak akan lari kemana mana. Kita kan berteman sudah lama." Langit menatap Bulan dengan sungguh-sungguh.

Bulan menatap tajam temannya itu. Mimik wajahnya mulai berubah, tidak setegang sebelumnya. Mengisyaratkan bahwa Bulan telah luluh dengan keadaan darurat yang dialami oleh Langit.

"Jika kamu khawatir soal Mario, yang tak bisa menerima penyewa laki laki, biar aku yang berbicara dengannya secara langsung." Imbuh Langit meyakinkan hati Bulan.

Mario adalah kekasih Bulan.

"Nggak perlu!" Sahut Bulan.

"Boleh nunggak, tapi ga ada potongan harga!" Imbuhnya lagi.

"Duh, kita kan berteman baik, Lan." Rayu Langit.

"Kamu kan udah bilang tadi!" Seloroh Bulan dengan ketus.

"Sadar nggak Lan. Jika Tuhan sedang memberi kesempatan untukmu untuk berbuat baik di dunia fana ini." Langit masih berusaha merayu temannya itu.

Bulan menatap tajam ke arah Langit dan mendengus dengan keras.

Langit mengubah strateginya. Ia berdehem, dan menyetel mimik muka menerawang dengan mata dibuat satu dan sendu. Wajahnya jauh dari ganteng, tapi yang penting ia dapat menaklukkan hati Bulan.

"Masih ingatkah kamu, saat sedang bertengkar hebat dengan Eyangmu. Kamu dalam keadaan kalut, kamu berlari dan tak ada tempat untuk berlari. Siapa yang akhirnya menyisihkan tempat untukmu beristirahat di malam yang hujan lebat itu?" Langit berusaha merayu dengan membalik kisah sedih Bulan.

Kini, Bulan hanya geleng-geleng kepala, angkat tangan dan mengalah.

Atas nama kemanusiaan dan hubungan pertemanan mereka akhirnya ia berdiri dan merapikan pakaiannya.

"Oke, fine. Hari ini Mbak yang bersih bersih rumah dan cuci baju akan datang. Aku akan minta tolong ke dia membersihkan kamar belakang. Ada beberapa barang di sana, nanti akan aku atur." Ucap Bulan sambil berlalu.

Bulan segera meninggalkan kafe itu kembali ke kantornya yang terletak di sebelah kafe.

Bulan bekerja mengelola gedung area olahraga dan bermain, plus kafe tempat nongkrong. Dan kantornya ada di samping kafe, masih di area itu.

Langit bersorak girang, karena berhasil menaklukkan hati Bulan untuk memberikan tempat tinggal bagi dirinya untuk beberapa bulan ke depan.

Ia berdiri, berlari menyusul temannya itu. Ia merangkul lengan dan bahu Bulan.

"Terima kasih Bulan." Soraknya dengan gembira.

Bulan melepaskan rangkulan Langit.

"Risih tau! Apaan ini, ga enak dilihat orang." Tolak Bulan.

****

"Dia menerima kamu?"

Langit menganguk. Sontak kedua temannya bereaksi antara takjub dan sangsi atas keputusan Langit pindah ke rumah Bulan meskipun hanya sementara.

Mereka saling mengenal Langit, Bagas, dan, Bimo. Bulan mengenal mereka semua karena satu lingkaran pertemanan.

"Kamu yakin kuat?" Tanya Bimo setengah bergurau setengah serius.

"Kuat dong! Aku kan sudah menekan Bulan supaya memberi harga setengahnya. Dia gak rugi banyak kok. Jika renovasinya cepat, mungkin dia atau tiga bulan lagi selesai. Lagian dia akan dapat pahala karena menolong teman yang sedang kesusahan." Seringai Langit.

"Bulan bakal rugi pahalanya, nolong teman golongan hitam kaya dirimu itu!" Sahut Bagas sambil terkekeh.

Bimo ikut tertawa. "Yang aku maksud, bukan kuat itu, tapi kuat iman menahan godaan karena serumah dengan mahluk berlawanan jenis yang tergolong oke seperti Bulan?" Ujarnya.

"Kalian ini, kayak ga kenal Bulan. Dia kan teman kita!" Jawab Langit.

"Kalau teman, lantas ga boleh tergoda gitu? Kamu tuh sok naif atau gak normal?" Bimo menyeringai.

"Semua pria normal Indonesia akan bilang Bulan itu adalah perempuan cantik dan menyenangkan, dan semua pacar pria itu akan ketat ketir, jika tau pasangannya tinggal serumah bareng cewek cantik seperti Bulan." Imbuh Bagas.

Terpopuler

Comments

@Risa Virgo Always Beautiful

@Risa Virgo Always Beautiful

mampir juga dong ke karyanya aku

2023-01-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!