Aera dibawa masuk ke dalam kamar mandi yang terlihat seperti pemandian umum. Dia dipaksa masuk kesana dan disuruh membersihkan diri.
"Bersihkan dirimu, setelah itu kita akan makan siang. Kita akan membicarakan banyak hal."
Aera menoleh dan melemparkan tatapan sengit pada Audric. Namun ketika Audric membalasnya dengan tatapan tajam memerintah khas dirinya, Aera memalingkan wajahnya dengan cepat. Rasa takut langsung menyelimutinya.
"Aku sudah lelah menjelaskan pada kalian, aku bukan Luisa. Harusnya kalian sudah akan tahu begitu mendengar bahasa dan caraku bicara!"
Aera melirik ke arah pintu, lalu mengumpat dalam bahasa Indonesia ketika dia tidak menemukan Audric disana. Pria itu telah pergi meninggalkannya.
"Badanku tidak bau sama sekali, apa dia maniak kebersihan?"
Lagi-lagi Aera menggunakan bahasa Indonesia yang tidak dimengerti para pelayan disana. Membuat mereka hanya saling pandang dengan wajah bingung.
Tempat berendam dengan air panas yang ditaburi bunga. Ada ruang mandi biasa di sudut lain dan ada banyak jenis sabun serta kosmetik untuk tubuh yang tersusun dengan rapi disana. Aroma terapi menyeruak dan membuat Aera mengantuk. Setelah mandi dia disuruh berendam.
"Kenapa proses mandi sebanyak ini? Dan lagi, apa sebenarnya yang aku lakukan disini?" Aera merasa dia perlu berpikir bagaimana caranya kabur dari orang-orang yang membawanya, terutama dari pria bernama Audric itu.
Aera tidak tahu apa saja yang mereka masukkan ke dalam air. Tapi dia merasa tubuhnya menjadi jauh lebih rileks dan kulitnya menjadi lebih lembut dan halus.
"Pakaian jenis apa ini? Apa semua wanita dirumah ini memakai pakaian aneh seperti ini?" tanya Aera.
Ekspresi horor langsung tersuguh diwajah cantiknya begitu ia dibawa masuk ke dalam sebuah ruangan penuh gaun dan aksesoris milik adik Audric. Aera memang bukan gadis feminin. Dia terbiasa memakai kemeja dan celana panjang, atau kaus tampa lengan dan jaket sebagai rompi luar. Cukup normal untuk anak kuliahan, namun jika harus dibandingkan dengan gadis bernama Luisa ini, tentu saja seperti langit dan bumi.
"Ini semua adalah gaun Anda, Nona Luisa. Anda sangat menyukai gaun indah sejak kecil."
"Aku bukan Luisa!" bantah Aera dengan tegas atas perkataan pelayan itu.
Dia sudah lelah sejak tadi menjelaskan pada siapapun yang ia temui, namun tidak ada yang menanggapinya. Seakan perkataan Audric adalah kebenaran mutlak dirumah itu.
Setelah dirias, Aera dibawa menuju ruang makan. Seanjang jalan menuju kesana. Aera sudah berbelok entah keberapa kali. Jika dia disuruh kembali ke kamar tadi sendirian, dia yakin akan tersesat.
"Ini rumah atau istana? Kenapa aku belum melihat halaman atau bagian luar? Dimana pintu keluar?"
"Silahkan masuk Nona, Tuan Audric sudah menunggu Anda di dalam."
Aera menghembuskan napas, lagi-lagi pertanyaannya diabaikan.
Ketika pintu terbuka, Aera hanya bisa berdiri kaku di tempatnya. Bukan karena Audric tentu saja, tapi karena mewahnya ruangan itu.
"Aku benar-benar tidak mengerti mengapa aku ada disini." gumamnya.
Dia menoleh pada Audric yang duduk di meja paling Ujung. Selayaknya kursi pemimpin meski tidak ada anggota keuarga lain disana. Hanya ada Audric dan Aera yang akan makan siang. Sementara pelayan dan koki berdiri di tempatnya masing-masing.
"Duduklah." perintah Audric.
'Aku tidak tahu apa yang orang ini inginkan. Tapi mari ikuti permainannya dulu.'
Aera menghembuskan napas setelah menggerutu dalam kepalanya. Gaunnya yang panjang membuat ia sulit berjalan. Dia hampir saja tersandung kalau pelayan yang menarik bangku untuknya tidak sigap menangkap tangannya.
"Terima kasih." ucapnya setengah kesal. Bukan kesal pada si pelayan, tapi kesal karena gaun yang dipakainya.
Aera memperhatikan semua alat makan dihadapannya. Keningnya mengerut, bibirnya mengerucut dan matanya memancarkan kebingungan.
Alih-alih bertanya, dia malah menoleh pada Audric yang sedari tadi menatapnya. Bukan untuk minta diajari, dia tidak membutuhkan belajar hal-hal yang tidak ia perlukan seperti tatakrama di meja makan. Tapi Aera ingin menuntut penjelasan dan meminta Audric membiarkannya pergi.
"Apa yang coba kamu lakukan? Aku sudah bilang aku bukan adikmu!"
Mata Audric terlihat sama seperti pertama kali Aera bertemu. Sorot matanya tidak bisa dibaca olehnya. Aera merasa melihat hamparan laut hitam yang kelam disana. Menyimpan banyak sesuatu yang mungkin tak terbayangkan. Membuatnya tenggelam dalam pikiran yang dibawa olehnya, seakan terhipnotis terjun ke dalam lautan dalam.
Aera mengalihkan pandangannya, jantungnya berdetak dengan kuat seperti sebelumnya. Ada sesuatu yang membuat dia merasakan takut ketika berlama-lama terjebak dalam sorot mata itu. Bukan hanya karena aura yang Audric pancarkan, tapi wajah penuh pikat miliknya juga tidak baik untuk siapapun berlama-lama menatapnya. Begitu juga dengan Aera, dia tidak ingin terlibat lebih jauh dengan orang seperti Audric, begitu juga dengan keluarga Martell yang lain. Bukan karena merasa tidak percaya diri akan latar belakangnya yang miskin, tapi nalurinya berkata mereka bukan orang baik-baik.
"Kalian keluarlah, kami butuh ketenangan."
Seluruh orang keluar, sehingga ruangan yang tadi sudah sunyi semakin sunyi. Aera bahkan bisa mendengar suara nafasnya sendiri.
"Seingatku, hidung adikku lebih mancung. Dia juga memiliki tahi lalat dibawah matanya. Warna matanya hijau sepertiku. Selebihnya, kalian mirip."
Aera langsung membelalak, jadi sejak awal Audric tahu kalau dia bukan adiknya. Ini bukan kesalah pahaman seperti yang Aera pikirkan.
"Kamu tahu? Kamu sudah tahu sejak awal tapi kamu tetap membawaku kesini!"
"Meski jarang bertemu, mana mungkin aku tidak tahu. Tapi dari jauh, kamu memang terlihat seperti adikku. Bahkan tunangannya pasti tidak akan tahu kamu palsu."
"Palsu? Hei! Aku memang bukan adikmu dan apa-apaan kata itu? Seolah aku menipumu!"
Audric menarik sudut bibirnya, lalu dia mulai memotong daging di hadapannya. Tidak peduli akan kemarahan Aera.
"Aku sungguh tidak tahan lagi! Apa-apaan semua ini?"
Aera bangkit dari duduknya. Berjalan ke arah pintu hendak pergi dari tempat itu dan kembali ke hotel tempat ia menginap. Namun ketika ia hendak membuka pintu, pintunya terkunci. Aera berteriak agar orang diluar membukakan pintu, namun tidak ada satupun yang menyahut.
Aera berbalik, menatap Audric penuh kemarahan. Pria itu, tidak mengidahkannya. Dia masih makan dengan santai seolah tidak ada yang terjadi.
"Apa yang kamu inginkan dariku? Aku bahkan tidak punya kesalahan apapun pada keluarga kalian! Kenapa kamu menahanku disini?"
Audric menyudahi makannya, lalu minum air putih dan mengelap bibirnya dengan gerakan yang sangat elegan. Dia berdiri dari duduknya, berjalan mendekat pada Aera dan berdiri tepat di depannya.
"Kamu memang tidak memiliki kesalahan. Tapi msalahnya ada diwajah ini. Bagaimana bisa sangat mirip dengan adikku yang kabur? Aku membutuhkanmu untuk melanjutkan pernikahan."
"Apa! Apa kamu gila! Carilah adik kandungmu kenapa kamu malah menangkapku!"
"Tidak ada yang tahu kamu bukan adikku kecuali beberapa orangku. Jadi, jika kamu ingin nenekmu memiliki umur panjang. Bukankah kamu harusnya bekerja sama?"
Aera reflek mundur, kepercayaan dirinya dan keberanian yang tadi membara menjadi redup seketika. Kakinya mulai goyah begitu juga dengan hatinya.
Selain keterkejutan dan ketidak pahaman akan keadaan yang tiba-tiba berubah di depannya. Aera butuh penjelasan akan apa yang coba dilakukan Audric terhadap kehidupannya.
"Kamu mengancamku? Kamu tahu nenekku?"
"Ayo bicarakan ini dengan tenang." jawab Audric.
Dengan perasaan tertekan dan menahan kemarahan karena tidak terima akan semua hal yang seenaknya dilakukan Audric padanya, dia mengikutinya kembali duduk.
"Ini bermula ketika adikku tunangan. Dia tidak percaya diri karena dia memiliki banyak kekurangan. Dia kabur setelah meninggalkan selembar surat perpisahan. Kami mencarinya keseluruh dunia, tapi sampai saat ini belum ditemukan. Pernikahan tidak bisa diundur terus menerus karena alasan yang tidak masuk akal. Aku mohon padamu, hanya sampai adikku ditemukan. Tunjukkan wajahmu pada tunangannya. Aku akan berusaha menunda pernikahan sampai adikku ditemukan. Tapi berperanlah menjadi adikku, sampai saat itu tiba."
Audric berubah seratus delapan puluh derajat. Kemana perginya wajah penuh arogan dan nada bicara otoriter miliknya?
Aera tidak mau begitu saja terpengaruh. Dia memang lemah pada kesulitan orang lain. Tapi kali ini di benar-benar mengingat perkataan neneknya. Apalagi yang berbicara dihadapannya ini adalah Martell. Keluarga konglomerat jerman yang sangat misterius dan penuh rahasia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments