Kontrak telah dibuat. Aera kini sedang berada di dalam pesawat menuju Indonesia. Setelah membatalkan kelas khusus disana. Aera pulang untuk menemui neneknya. Dia mengajukan syarat itu sebelum benar-benar mengikuti isi kontrak yang telah dibuat Audric.
Dia menoleh ke sisi kanan, dimana seorang pria muda dengan penampilan sangat mahal. Benar-benar sangat mahal dari atas sampai bawah. Aera tidak tahu alasan pria di sampingnya itu mengikutinya alih-alih mengirim orang lain kalau hanya takut dia akan kabur.
Pesawat yang ia tumpangi juga bukan pesawat komersil. Dia difasilitasi dengan pesawat pribadi milik keluarga Martell dan bandara milik keluarganya juga. Ketika Aera tahu bahwa bandara yang ia datangi milik keluarga Martell yang kepemilikannya dipegang oleh sepupu Audric, dia langsung syok ditempat. Bertanya-tanya seberapa kaya orang disampingnya ini.
"Apa aku begitu menarik sampai kamu tidak bisa mengalihkan pandangan?"
Aera tersentak, dia baru saja menyadari bahwa dia telah hanyut dalam pikirannya sambil menatap Audric.
"Cih! Percaya dirimu bagus juga. Aku hanya melihat jendela disebelahmu." elaknya.
Aera tahu Audric tidak mempercayai alibinya. Dia jelas menatap wajah pria itu meski tidak mau mengakuinya. Dia hanya tidak sengaja, bukan karena ingin. Karena itu Aera tidak mau mengakuinya.
Audric meletakkan tablet yang sedang dipegangnya ketika menyadari tidak ada suara pagi dari sebelahnya. Dia menoleh, mendapati Aera tertidur pulas.
Sejujurnya, Audric tahu bahwa wajah Aera memiliki beberapa bagian yang berbeda dengan adiknya. Wajahnya tidak sepenuhnya mirip. Dia hanya diuntungkan karena Luisa adalah sosok yang sangat tertutup. Sejak kecil Luisa memang sangat dilindungi sejak penculikan yang ia alami. Dia tidak lagi dimunculkan ke publik untuk keamanannya. Identitasnya juga sangat dirahasiakan, semua data dirinya juga dijaga kerahasiaannya. Hanya orang-orang tertentu dan dari keluarga dekat yang pernah bertemu dengannya.
Setelah orang tua mereka meninggal, Luisa menjadi sosok yang lebih tertutup dan pendiam. Audric juga bukan sosok kakak penyayang. Dia yang sudah diberi tanggung jawab besar sejak remaja, tidak punya waktu untuk memperhatikan adiknya. Sejak kecil dia juga dididik dengan ketat untuk menjadi seorang pemimpin. Bukannya membenci adiknya, Audric menyayanginya seperti kakak pada umumnya. Namun mereka memang tidak memiliki waktu bersama yang layak.
Sejak melihat wajah menangis Aera saat itu, Audric merasa mengalami sebuah gangguan pada isi kepalanya. Seperti sinar matahari yang membut mata orang silau, sesaat sinar itu melekat dan membuat penglihatan terganggu seperti ada bercak sinar yang menempel disana. Bahkan itu tidak hilang walau kita menutup mata.
Audric menarik selimut Aera yang melorot kebawah. Dia memperbaiki posisinya sebelum kembali fokus pada tabletnya. Entah mengapa, walau dia memperhatikan tabletnya, otaknya tidak bisa berpikir jernih. Dia menghembuskan napasnya dengan kesal.
"Ada apa dengan isi kepalaku?" gumamnya.
Audric merasa ada yang salah dengannya, dia tidak tahu mengapa ia merasa melakukan keputusan yang salah. Dia tidak perlu meninggalkan pekerjaan yang menumpuk hanya karena takut Aera akan berhasil kabur dan membuat rencana berantakan. Dia hanya seorang gadis yang lemah. Seluruh jadwalnya bahkan dibatalkan untuk beberapa hari karena penerbangan ini.
"Apa aku terlalu berlebihan?" gumamnya lagi.
.
Mereka sampai di kota kecil dimana Aera dibesarkan selama ini. Begitu mobil tiba di depan restoran, Aera segera berlari dan langsung mencari neneknya di bagian dapur. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Restoran sudah hampir tutup.
"Nenek!"
Aera langsung memeluk neneknya. Dia tersenyum lebar, menyembunyikan perasaan sedih dan bersalah dalam dirinya.
"Aera pulang."
"Ya ampun, Nak! Sebenarnya apa yang terjadi. Nenek sangat kawatir kamu tidak bisa dihubungi tiga hari ini. Bukankah kamu bilang itu dua minggu? Ada seseorang juga dari pihak kampus yang bertanya apa kamu memutuskan pindah keluar negeri. Nenek tidak mengerti... "
Aera menarik neneknya untuk duduk. Dia menoleh pada pelanggan terakhir yang tampaknya akan membayar. Neneknya segera pergi melayani, setelah selesai dengan pelanggan itu, neneknya kembali menghampiri Aera.
"Sekarang ceritakan apa yang terjadi sebenarnya, Aera."
Aera semakin merasa bersalah, dia tidak mungkin mengatakan kebenarannya bahwa saat ini dia terikat kontrak.
"Sebenarnya, Aera mendapat pekerjaan bagus disana. Jadi Aera ingin pindah sekalian. Nenek tahu kan? Dapat pekerjaan di Jerman itu sangat bagus untuk masa depan. Ini seperti sebuah keberuntungan. Aera hanya ingin mengambil keberuntungan itu. Apalagi, Aera bisa kuliah di kampus yang bagus juga."
"Pekerjaan? Pekerjaan apa?"
Dalam perjalanan, Audric sudah mengatur semua cerita. Semua skenario sudah ia susun dengan baik, sehingga Aera hanya perlu mengatakan apa yang telah ia perintahkan.
"Bekerja di universitas yang Aera kunjungi saat ini. Aera juga pulang untuk berkemas dan menyiapkan surat pindah. Nenek, apa Nenek mau ikut kesana?"
Meski Aera tahu neneknya akan menolak, tapi dia tetap ingin mencoba. Dia tidak ingin meninggalkan neneknya sendirian, namun dia tidak punya pilihan.
"Nenek tidak mungkin meninggalkan restoran. Lagi pula katamu disana memiliki empat musim, nenek kan tidak tahan dingin. Tapi Aera... Kenapa sangat tiba-tiba?"
Aera tahu neneknya tidak sepenuhnya percaya akan ceritanya.
"Karena Aera bertemu profesor yang baik. Dia bilang dia kagum akan semangat Aera. Jadi menawarkan pekerjaan menjadi guru di TK yang ia dirikan agar bisa kuliah di universits tempatnya mengajar."
"Ya ampun... Kalau begitu kamu sangat beruntung. Tapi jangan sampai putus komunikasi lagi. Nenek sangat kawatir terjadi apa-apa padamu."
"Maafkan saya Nek, kemarin itu ponselnya tercebur ke air, jadi terpaksa harus diperbaiki dulu."
Neneknya hanya menggeleng. Aera cukup lega karena sepertinya neneknya sudah mempercayai ceritanya.
"Ayo pulang, kapan kamu akan berangkat lagi?"
"Besok, setelah dari kampus, saya akan langsung kebandara. Kelas khususnya tidak boleh terlewatkan. Lagi pula, harus secepatnya mengurus kepindahan disana."
Neneknya hanya mengelus kepalanya. Aera sudah dewasa, juga sangat pintar. Sebenarnya neneknya hanya kawatir akan keselamatan dia disana. Walaupun Aera bisa sedikit bela diri dan tidak lemah, dia adalah gadis yang ceroboh dan sangat tidak waspada. Hal itulah yang dikawatirkan sang nenek.
Begitu mereka keluar, Aera menoleh kiri dan kanan. Heran kemana perginya Audric karena mobilnya tidak ada lagi disana.
"Apa yang kamu cari?" tanya neneknya.
"Hmm? Tidak, saya hanya melihat-lihat sekitar, tempat ini akan saya tinggalkan dalam waktu lama selama kuliah disana." bohongnya.
"Ya ampun, Aera... Kamu tumben sekali. Biasanya tidak begitu peduli pada hal-hal seperti itu." cibir neneknya.
Mereka tertawa bersama. Rumah mereka tidak jauh dari sana. Bisa ditempuh lima menit berjalan kaki. Sepanjang waktu singkat itu, Aera berusaha bercanda dan membuat neneknya tertawa. Meski dia tahu, mereka sama-sama menyimpan rahasia. Aera pikir, biarlah mereka seperti saat ini. Aera ingin pergi sementara waktu dalam suasana yang baik.
.
Setelah menyelesaikan semua urusan di Indonesia. Aera kembali terbang dan berpisah dengan nenek yang membesarkannya. Dia akan tinggal di Jerman untuk waktu yang lama dengan memegang rahasia sang nenek dan dirinya sendiri.
"Kamu berjanji akan menyelamatkannya. Kamu harus melakukan segala upaya untuk kesembuhannya."
Audric meliriknya, mereka sedang berada di dalam mobil. Audric menjemput Aera setelah tidak bisa tidur di hotel yang ia sewa sepanjang malam. Bukan karena jet lag. Dia tidak tidur karena ponselnya yang tidak berhenti bergetar dan pekerjaan yang menyusulnya seperti hantu.
Audric tampaknya mengerti mengapa Aera mengatakan hal itu. Dia ingin memastikan bahwa Audric akan menempatkan perhatian khusus akan masalah ini.
"Aku sudah berjanji. Jadi jangan kawatirkan apapun."
Aera sedikit merasa lega. Baginya, neneknya adalah harta berharganya didunia ini. Dia tidak punya siapa-siapa lagi. Sejak lahir neneknya adalah sosok yang selalu mendukung dan mempercayainya. Neneknya adalah rumah teraman tempat hatinya pulang saat lelah. Aera bahkan belum bisa melakukan apapun untuknya. Karena itu dia sangat hancur ketika neneknya ternyata menyembunyikan penyakitnya selama ini.
Audric menoleh, dia mendengar isakan tertahan dari Aera. Keningnya mengerut, tangannya terangkat pelan, namun sebelum dia meraih kepala itu, Audric seperti terhantam kesadaran secara tiba-tiba. Dia menarik tangannya kembali. Lalu mengeluarkan sapu tangannya.
"Aku harap ini air mata terakhir yang aku lihat darimu. Luisa adalah gadis yang jarang menangis. Dia sangat pandai menyembunyikan emosinya."
Aera menatap sapu tangan yang terjulur padanya. Meski sakit hati mendengar perkataan Audric, dia tetap mengambil sapu tangan itu untuk menghapus air matanya.
.
Aera mulai melakukan rutinitas untuk belajar menjadi putri keluarga Martell. Selain belajar hal-hal tentang keluarga Martell dan tentu saja bahasa Jerman. Dia juga harus melanjutkan kuliahnya sebagai Aera. Namun Audric tidak mengizinkannya untuk mengikuti kelas normal.
Dia kuliah sebagai Aera secara privat. Para dosen itu dibayar mahal untuk datang ke sebuah rumah khusus untuk mengajar Aera. Sementara itu, Aera akan memakai topeng ketika kelas dimulai dan Gustav akan selalu duduk di sampingnya.
"Gustav, kenapa aku harus belajar dansa? Memangnya apa gunanya bagiku?"
Aera menatap malas guru dansa yang dibawa Gustav padanya.
"Tuan Audric yang memerintahkan saya melakukan ini, Nona. Maafkan saya, Anda tetap harus belajar karena pertemuan anda dengan tunangan Anda akan berlangsung ketika hari ulang tahun calon mertua Nona."
Aeran merasa ada yang harus ia luruskan tentang masalah ini dengan Audric. Dalam kontrak, tidak ada pernikahan. Audric berjanji akan menundanya sampai adiknya ditemukan. Tapi jika pertemuan itu melibatkan orang tua, bukankah pembicaraan selanjutnya adalah sebuah pernikahan?
Tapi dimana pria itu? Selama hampir dua minggu ini Audric tidak mendatanginya sama sekali. Bukannya dia mengharapkan bertemu dengannya. Tapi dengannyalah Aera harus bicara jika ingin menolak melakukan segala sesuatu. Gustav cukup keras kepala untuk dibantah. Dia selalu menjual nama Audric untuk membuatnya patuh.
"Aku benci ini!" gerutunya.
Dia benar-benar tidak punya pilihan. Pria yang mengajarinya sangat tinggi. Aera juga harus memakai sepatu dengan tumit yang sangat tinggi. Mengikuti langkah gurunya membuat ia kualahan.
"Akh!"
Benar saja, Aera tidak punya bakat sama sekali dalam hal ini. Dia terlalu kaku untuk menjadi anggun. Gaunnya terpijak olehnya dan dia jatuh menimpa gurunya.
"Anda tidak apa-apa?"
Gustav membantunya bangun. Gurunya segera memeriksa pergelangan kakinya setelah ia melihat ada lecet disana.
"Kakimu sepertinya terkilir, Luisa. Kita harus menyudahi latihan kali ini."
"Aron, aku tidak mau latihan lagi selamanya!" keluh Aera.
Aron, guru dansanya terkekeh, merasa lucu dengan nada bicara Luisa yang terdengar manja ditelinganya. "Kamu harus terus latihan agar kakakmu tidak kawatir. Aku dengar kamu akan segera diperkenalkan pada publik, jadi..."
"Apa?"
Aera yang terkejut mendengar perkataan Aron mendorong tangan Aron yang akan menggendongnya.
"Apa aku salah bicara?" tanyanya bingung.
Gustav berdehem dan menggeleng.
"Tidak, saya hanya belum memberitahu Nona Luisa."
Gustav memberikan pandangan tidak nyaman pada pria yang hanya lebih tua beberapa tahun dari Aera itu. Membuatnya terlihat canggung karena sudah salah bicara.
"Ayo Lui, aku akan menggendongmu kembali ke kamar. Gustav harus memanggil dokter untukmu."
Tampa persetujuan, Aron langsung menggendong Aera dan membawanya keluar dari ruangan itu. Sementara Gustav hanya melihatnya saja. Dia ikut keluar setelahnya namun kearah yang berbeda.
"Kenapa kamu menggendongnya?"
Langkah Aron terhenti, dia menoleh kebelakang dan mendapati Audric berdiri disana. Menatapnya dengan sorot mata yang dingin. Membuat suasana menjadi sangat canggung dan juga sedikit tegang.
"Kakiku sakit, aku jatuh saat latihan."
Aera memecah keheningan yang mencekik itu. Mencoba menjelaskan situasinya.
"Berikan Lui padaku. Kamu bisa pulang sekarang."
Secepat kilat Audric mengambil alih tubuh Aera dan membawanya didalam gendongannya. Melewati Aron yang masih berdiri dengan ekspresi heran pada punggungnya.
"Apa aku salah lihat? Dia terlihat marah padaku, apa dia marah karena kaki adiknya terluka?" katanya.
Aron adalah pelatih dansa terkenal. Dia juga teman sekolah Audric ketika berada di Hight school. Meski tidak terlalu dekat, mereka cukup sering berkomunikasi disekolah. Gustav adalah orang yang merekomendasikan Aron karena nama besar yang dimiliki Aron.
"Jaga jarak dengan Aron, dia tidak terlalu bisa menjaga rahasia."
Audric berbicara demikian setelah membaringkan Aera dikasur. Menatap matanya secara langsung sebelum berdiri dengan benar.
"Aku tidak ingin latihan dansa lagi."
Aera menarik kakinya yang diperiksa Audric. Dia duduk dan mundur ke belakang hingga punggungnya menyentuh batas kepala tempat tidur.
"Jelaskan padaku apa maksudnya tentang mengumumkanku pada publik? Apa kamu gila? Aku bukan Luisa!"
"Siapa yang mengatakannya padamu?"
Aera tidak menjawabnya. Namun Audric sepertinya bisa menebak dari siapa Aera mendengarnya. Aron bukan hanya seorang pelatih dansa. Pria itu terkenal sebagai sumber informasi semua orang. Dia punya jaringan yang membuatnya tahu rahasia orang lain.
Mengenai Luisa yang akan menghadiri pesta ulang tahun calon mertuanya sudah mulai tersebar. Desas desus bahwa Audric akan mengenalkannya pada publik muncul begitu saja pada pembicaraan kalangan atas. Seolah Luisa yang diperlakukan selayaknya permata selama ini, akan dipamerkan pada dunia. Gosip selalu menemukan jalan.
"Aku tidak pernah berniat melakukan hal itu. Jangan dengarkan apapapun dari orang lain selain aku."
Aera tidak tahu apakah dia harus mempercayai Audric atau tidak. Tapi dia juga tidak tahu harus mempercayai siapa disana selain Audric. Pria yang membuat perjanjian dengannya.
"Tuan, Anda disini? Saya membawakan dokter untuk Nona Luisa."
"Periksalah!"
Audric sedikit bergeser untuk mempersilahkan dokter itu memeriksa kaki Aera.
Setelah kakinya ditangani dan dokter itu pergi, Audric membuat keputusan yang membuat Aera tercengang.
"Mulai besok aku yang akan mengajarimu berdansa."
"Huh? Orang sibuk sepertimu?" ejek Aera.
"Aku akan tinggal disini untuk sementara. Kita akan latihan setelah aku pulang."
"Tidak setiap hari kan? Aku juga harus mengerjakan tugas kuliahku!"
"Setiap malam, mulai sekarang kamu juga harus menggunakan bahasa Jerman untuk memperbaiki dialekmu, banyak-banyaklah bicara pada Gustav."
"Aku tidak bisa banyak bicara pada pria kaku sepertinya." protes Aera.
Audric melirik Gustav yang membuat wajah masam mendengar penilaian Aera tentangnya. Cukup terhibur sampai dia menarik senyum tipis.
"Aku akan tinggal disini, kita akan bicara banyak hal saat sarapan, makan siang dan makan malam."
"Anda akan makan siang disini juga, Tuan?" tanya Gustav.
Audric sangat sibuk, untuk makan siang dirumah itu akan sangat sulit.
"Aku akan mengatur jadwalku. Ini untuk membuatnya lancar berbahasa Jerman. Dia tidak boleh ketauan karena tunangannya sangat tahu bagaimana cara Lui berbicara. Mereka cukup sering bertemu sebelum Luisa kabur."
Aera tidak bisa menolak. Dia malah merasa sedikit terhibur karena dia tidak akan makan sendirian lagi. Dia juga akan punya teman mengobrol. Menurutnya itu tidak terlalu buruk untuk kehidupannya disana. Toh mereka juga harus mengakrabkan diri untuk lancar berperan sebagai adik kakak bukan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments