Alat Kontrasepsi

5

Salahkan aku bila bertanya langsung pada suamiku? Sedari tadi pertanyaan itu selalu berputar di kepalaku. Bukan hanya ucapan ibu mertua yang membuat aku tidak bisa tidur, tapi sikap bang Rama yang telah menarik diri dan menjauhiku membuat kelopak mata ini enggan tertutup. Ya, pertanyaan ku telah membuat suamiku marah hingga dia memilih tidur di kamar Leon.

Bukti? Bang Rama menuntut bukti dariku. Aku memang tidak punya bukti untuk menguatkan dugaanku tapi firasatku sebagai seorang istri tidak salah. Aku yakin ada yang sedang disembunyikan bang Rama dariku. Sepertinya aku memang harus mencari bukti yang diinginkan laki-laki tampan itu. Aku hanya perlu sedikit bersabar dan berusaha mengabaikan ucapan ibu yang telah menyakitiku. Meskipun hati ini sakit membayangkan adanya dugaan pengkhianatan suamiku, namun aku harus menahan diri agar tidak kegabah yang bisa merugikan ku.

Baiklah, aku akan menuruti kemauan mereka. Mulai hari ini akan aku penuhi tuntutan mereka selama ini. Aaku tidak akan biarkan mereka selalu merendahkan, mempermainkan dan menginjak-injak harga diriku.

Jam dua malam saat tenggorokan ku terasa kering. Aku melangkah gontai menuju dapur untuk mengambil air yang bisa melegakan dahagaku. Namun, percikan air yang terdengar dari kamar mandi menarik perhatianku.

"Siapa yang mandi tengah malam begini?" Aku bersembunyi di pintu samping lemari pendingin. Diam-diam melihat pintu kamar mandi yang masih tertutup rapat. Aku penasaran siapa orang yang ada di dalam sana. Sengaja tidak aku nyalakan lampu dapur agar tidak ada yang melihatku di sini. Satu-satunya penerangan hanya cahaya dari kamar mandi.

Perlahan pintu kamar mandi mulai terbuka, samar-samar aku melihat seseorang keluar dari sana. Ternyata, si Citra yang mandi di tengah malam seperti ini. Gelagat Citra tampak mencurigakan. Dia tampak mengendap-endap seperti takut ada yang melihatnya.

Klik!!

"Astaga!" Citra tampak terkejut melihatku. Tangannya yang tadi mengeringkan rambut ia letakkan di depan dada. "Mbak hampir bikin aku jantungan."

"Sebegitu terkejutnya kamu lihat aku di sini?" Aku mendekati Citra, seketika bisa kulihat wajahnya tampak gugup dan pucat pasih. "Kenapa kamu mandi malam-malam begini?"

"Oh, aku-aku... aku gerah. Iya, aku kegerahan," jawab Citra terbata.

"Bukannya di kamar ibu ada kipas angin? Kenapa nggak kamu nyalakan aja?"

"I-itu... aku takut ibu masuk angin. Di rumah aku udah terbiasa pakai Ac jadi nggak bisa tidur kalau suhu ruangannya panas. Makanya aku coba mandi siapa tahu setelah itu bisa tidur."

Citra tersenyum, tapi tampak terkesan dipaksakan. Jawabannya cukup masuk akal, tapi kurang meyakinkan.

"Ehm, maaf tadi aku pakai shampo mbak tanpa izin."

"Ya, bukan masalah. Toh, ibu udah kasih kamu kebebasan di rumah ini 'kan? Jadi, jangan sungkan dan aku lihat kamu bukan orang yang bisa jaga perasaan perempuan lain. Jadi, biasa aja jangan merasa nggak enak hati begitu." sarkasku padanya. "Jangan lupa matikan lampunya, nanti ada yang salah paham lihat kamu mandi tengah malam seperti ini!"

Aku berbalik badan untuk pergi, namun aku masih bisa mendengar Citra menghentakan kaki. Aku tidak perduli bila ucapanku sudah menyinggung perasaanya.

***

"Rima, kamu masih di sini?" Suara bang Rama membuatku menoleh padanya. Wajah suamiku itu tampak lebih segar dari malam tadi. Rambutnya yang setengah basah sudah menjelaskan jika pria itu baru selesai mandi. "Nggak masak untuk sarapan kita?"

"Nggak, Bang. Aku nggak sempat!"

Tidak kuhiraukan bang Rama yang mulai mendekatiku . Aku hanya sibuk memoles wajahku dengan makeup.

"Tumben kamu pagi-pagi udah serapi ini. Mau pergi kemana?"

"Aku mau cari kerja. Kalau dipikir-pikir izajahku sayang dianggurin!" Dari pantulan cermin kulihat kening bang Rama mengerut melihatku. "Abang nggak keberatan 'kan?" tanyaku sembari memoles lipstik warna merah di bibir. Hal yang jarang aku lakukan akhir-akhir ini.

"Kamu pikir cari kerjaan itu gampang? Apa lagi kamu perempuan yang sudah menikah dan punya anak. Siapa yang mau nerima ibu-ibu seperti kamu?"

Perkataan Bang Rama terasa nyelekit di hatiku. Namun, aku berusaha bersikap biasa. Aku sudah putuskan untuk berdiri sendiri tanpa tergantung dengan suamiku dan ibu mertua.

Aku berdiri menghadap bang Rama. "Nggak semua orang menilai orang lain dengan penampilan. Aku yakin di luaran sana masih ada yang tulus menerima orang seperti aku yang menurut ibu dan abang nggak menarik dan nggak berguna!"

"Abang nggak bermaksud begitu. Kalau kamu kerja siapa yang mengurus ibu dan Susan?"

"Rima!!!! "

Belum sempat aku menjawab, suara ibu sudah menembus gendang telinga. Aku bergegas menemui ibu tanpa menghiraukan bang Rama.

"Kenapa udah jam segini kamu belum masak? Huh, mau pergi ke mana kamu dengan pakaian itu?" Ibu berkacak pinggang memperhatikan aku.

"Rima mau cari kerja. Yang Ibu bilang kemarin memang bener sayang izajah Rima kalau dianggurin gitu aja."

Ibu melongo seperti tidak percaya mendengarnya. "Terus, siapa yang ngurus rumah? Siapa yang masak?"

"Suruh aja bang Rama cari asisten rumah tangga yang bisa ngurus rumah. Soal Susan, nanti aku titipkan di rumah kakakku. Tapi, untuk hari ini ibu bisa nyuruh Citra yang ngerjain semua itu 'kan?"

Citra menunjuk dirinya sendiri. "Aku?"

"Iya, aku yakin kamu nggak keberatan 'kan? Anggap aja sedang melatih diri karena sebentar lagi kamu akan menjadi penghuni rumah ini juga!"

Wajah Citra tampak tegang, ntah karena dia keberatan atau terkejut. Ibu juga tampak kesal melihatku. Tapi, aku rasa keputusan ku ini tidak ada apa-apanya dengan ucapan ibu yang menyuruh bang Rama menceraikan aku.

"Kamu udah minta izin sama Rama?" tanya ibu saat bang Rama datang.

Aku melihat bang Rama dan Citra secara bergantian. Rambut bang Rama masih basah dan Citra mandi tengah malam. Sungguh, memvayangkan itu membuat hatiku panas. Mungkinkah mereka mengkhianati aku di rumah ini?

"Tanpa izin bang Rama sekalipun aku akan tetap kerja di luar!"

Bang Rama dan ibu tidak berkata lagi. Mungkin, mereka tidak menyangka aku nekat mencari kerjaaan. Sementara Citra tampak salah tingkah.

Kutinggalkan mereka di dapur untuk membangunkan Susan di kamarnya, tapi pintu kamar Leon yang tidak tertutup rapat menarik diriku untuk menghampirinya.

"Bukannya Leon ada kuliah pagi? Kenapa jam segini belum bangun?"

Kudorong perlahan pintu kamar Leon. Tapi dia tidak ada di kamar. Aku baru ingat malam tadi Leon juga belum pulang ke rumah.

"Apa Leon memang gak pulang ke rumah? Kamar anak ini pengap banget." Aku sengaja membuka jendela kamar, tanpa sengaja aku menginjak sesuatu yang ada di sudut ruangan. Mataku terbelalak lebar melihat benda yang karet yang hampir menyerupai balon.

"Alat kontrasepsi?"

Terpopuler

Comments

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

pasti mereka main di kamar leon

2024-02-17

2

Zuhril Witanto

Zuhril Witanto

abis ngapain tuh mandi tengah malam

2024-02-17

1

💘💞Ratunya Bo Qingang💕💘.

💘💞Ratunya Bo Qingang💕💘.

Mnding tinggalin aj suami pnghianat kek gt rim....aq dkung kputusanmu..

2023-02-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!