Wanita Bernama Citra

Wanita Bernama Citra

"Citra teman sekolah abang dulu. Kami nggak pernah komunikasi lagi setelah lulus SMA. Kebetulan kemarin nggak sengaja ketemu."

Bang Rama bicaranya terkesan dipaksakan. Bahkan, kali ini tidak mau menatap mataku seperti ketika tadi memojokan aku. Kami sudah 7 tahun membina rumah tangga. Aku sangat hapal seperti apa gelagatnya ketika menyembunyikan sesuatu dariku.

"Kok bisa nggak sengaja tapi udah sering ketemu. Memangnya kalian ketemu di mana?" Giliran aku mengintimidasi bang Rama.

"Sudah jangan kita bahas, aku nggak mau kamu curiga dan berfikir yang macem-macem."

Bang Rama menggenggam tanganku, tatapan matanya yang tadi menajam berubah jadi lembut dan dalam. Namun, aku merasa bang Rama sengaja mengalihkan pembicaraan.

"Lain kali kalau kalian ketemu sama Citra ajak main ke rumah. Bilang sama Citra kalau ibu kangen sama dia," ucap Ibu sebelum aku bicara lagi.

Aku semakin penasaran seperti apa hubungan masa lalu antara keluarga ini dengan wanita bernama Citra itu.

"Iya, Bu. Kak Citra makin cantik. Tadi katanya buru-buru jadi nggak bisa mampir," sambung Leon.

"Ngapain ya Citra di sana? Apa janjian ketemuan sama orang? Tapi, siapa yang dikenal Citra di kompleks ini?" Ibu tampak berfikir keras. Sepertinya sangat menyayangkan wanita bernama Citra itu tidak mampir ke rumah.

"Mana Leon tau. Tapi, yang pasti kak Citra berubah banget. Tambah cantik dan kayaknya kaya. Mobilnya aja mewah dan bagus," ucap Leon lagi.

"Sayangnya Citra nggak jadi menantu ibu," ucap ibu lirih sembari melirikku. "Eh, ibu nggak nyangka kalau akhirnya Rima yang jadi menantu ibu bukan Citra. Padahal Citra itu cantik tapi Rama milih kamu, Rim."

"Oh, jadi Citra itu mantan pacarnya bang Rama?" Tuhkan, lagi-lagi secara tidak langsung ibu membandingkan aku dengan orang lain lagi. "Ibu nyesel punya menantu kayak aku?"

"Ibu nggak bermaksud menyinggung perasaan kamu. Lagian Abang sama Citra cuma temen," sergah bang Rama semakin salah tingkah. Bahkan, nasi goreng itu masih utuh di piringnya. Bang Rama mana bisa makan kalau pikirannya menjalar ke mana-mana.

"Jangan tersinggung Rima. Yang ibu bilang ini 'kan memang kenyataan. Citra itu lebih baik daripada kamu. Ibu rasa kamu harus ketemu sama dia biar tau perbedaan kalian apa!" ketus ibu padaku.

"Kenapa sih ibu suka ngebandingkan aku sama orang lain? Sama kak Tami dan kak Sarah juga. Sekarang, ibu bandingkan aku sama Citra. Padahal, kalau ibu sakit aku yang ngurusin ibu bukan mereka. Tapi, kenapa ibu nggak bisa lihat ketulusanku?"

Akhirnya aku tidak tahan juga. Dadaku bergemuruh hebat saat mengeluarkan unek-unek yang sedari kemarin mengganjal di dada.

"Kamu mengungkit? Nggak ikhlas ngurus ibu dan ngurus rumah ini?"

"Sudahlah kenapa jadi ribut? Rima, ibu sudah tua dan sudah seharusnya kamu bisa memaklumi sikap ibu. Bukan malah menyalahkan ibu terus!" seru Bang Rama, aku tidak tahu mengapa suamiku itu tidak lagi mendukungku malah menyudutkan aku terus.

"Iya, maaf." Lebih baik aku diam, sebab percuma bicara kalau tidak ada yang mengerti apa yang aku katakan. Malah yang ada aku dianggap sengaja memancing keributan.

Bang Rama pergi tanpa menghabiskan sarapannya. Meninggalkan aku dengan curiga yang masih melekat di dada. Harusnya aku tanya saja tentang parfum itu. Oh, salahkah aku jika berfikir itu wangi parfum Citra?

***

"Ayo, masuk. Anggap aja ini rumah sendiri. Tapi, maaf ya rumah ibu agak berantakan."

"Tidak apa-apa, Bu. Maaf aku ngerepotin ibu."

"Jangan sungkan, ibu nggak merasa direpotkan, kok."

Suara ibu menyita perhatianku. Tadi ibu memang pergi untuk membayar tagihan listrik. Sekarang sudah pulang dengan seseorang.

"Rima... buatkan minum untuk tamu ibu!" teriak ibu dari ruang tamu.

Tidak biasanya ibu kedatangan tamu. Aku jadi penasaran siapa tamunya. Kutinggalkan tumpukan pakaian yang masih belum selesai disetrika. Lalu aku bergegas mengerjakan perintah ibu.

"Bener kata Leon kalau kamu semakin cantik. Untung tadi kamu manggil ibu kalau nggak ibu gak tanda sama kamu."

Samar-samar di dapur aku mendengar suara ibu. Tapi, mengapa membawa nama Leon? Apa wanita itu kekasihnya Leon.

"Rima.... "

"Iya, Bu. Ini tehnya." Aku membawa dua gelas teh untuk ibu dan tamunya itu.

Di ruang tamu seorang wanita cantik dan asing duduk bersebelahan dengan ibu. Tapi, mereka terlihat sangat dekat.

"Ini minumnya, Bu," ucapku sembari meletakan teh itu di atas meja. Jarakku yang cukup dekat dengan wanita ini membuat aku bisa menghirup aroma parfumnya dengan jelas. Sepertinya wangi parfum ini yang tertinggal di kemeja bang Rama kemarin.

"A-apa ini istrinya mas Rama?"

Siapa wanita ini hingga begitu fasih memanggil suamiku dengan sebutan Mas?

"Iya, ini Rima suaminya Rama. Dan Rima kenalin dia ini Citra yang kita omongin tadi pagi," ucap ibu memperkenalkan kami berdua.

Aku cukup terkesiap mengetahui wanita bernama Citra itu ada di hadapanku. Ku akui Citra memang cantik dan tampak ramah. Tapi, untuk apa dia datang ke sini?

"Hai, ... senang bisa ketemu sama kamu." Citra mengulurkan tangannya padaku. "Kebetulan tadi aku ketemu ibu di depan, jadi sekalian mampir. Kamu gak keberatan aku main ke sini 'kan?"

"Kenapa harus keberatan? Pintu rumah ini selalu terbuka lebar untuk kamu. Mau nginap di rumah ini juga boleh."

Ibu meraih tangan Citra yang belum sempat aku sambut. Di saat yang bersamaan bang Rama datang tanpa mengetuk pintu.

"Loh, ada tamu?" Bang Rama tampak kaget melihat Citra. Tapi, gestur tubuhnya terlihat berbeda. Bahkan, wajahnya itu tampak berseri.

Citra hanya tersenyum tanpa berkata sepatah katapun.

"Abang udah pulang? Katanya malam ini mau lembur." Aku menyambut bang Rama seperti biasa. Heran, tidak biasanya bang Rama bisa pulang di jam seperti ini.

"Abang kurang enak badan. Jadi, sengaja minta izin pulang lebih awal. Nggak taunya di rumah ada tamu."

Bang Rama duduk di sofa yang berhadapan langsung dengan Citra.

"Iya, Ram. Ibu yang ajak Citra main ke rumah sekalian makan malam. Udah lama nggak ketemu ibu pengen Citra tidur di rumah kita. Boleh 'kan?"

"Tapi Citra nggak bisa nginep di sini, Bu. Citra nggak mau ganggu," ucap Citra.

"Iya, Bu. Mana boleh wanita dewasa sembarangan menginap di rumah orang lain. Apa lagi di rumah itu ada anak lajangnya." Aku Menolak keras usulan ibu.

"Kenapa nggak boleh? Nanti Citra tidurnya sama ibu." Ibu tetap memaksakan kehendaknya.

"Ya udah gak apa-apa kalau Citra mau tidur di sini. Hitung-hitung bisa mengobati kerinduan ibu sama kamu."

Aku melongo mendengar ucapan bang Rama. Tidak kusangka bisa-bisanya Bang Rama mengabaikan keberatanku.

Terpopuler

Comments

Shinta Dewiana

Shinta Dewiana

ibu sama anak kompaan ini..

2024-05-26

0

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

suami dayus...suatu masa perselingkuhan mu Rama akan ketahuan juga... jangan sampai menyesal 😠😠

2024-03-07

0

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

kan sudah punya citra

2024-03-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!