Moana terus memandang keluar, pikirannya sungguh kacau balau. Ia berniat untuk mencari nafkah datang ke kota ini. Tapi malah seperti ini nasib nya. Bagaimana jika orangtuanya tahu dan pandangan para orang di kampung pasti akan buruk terhadapnya.
Airmatanya kembali tumpah, mengingat wajah ibu dan ayahnya yang selama ini selalu menjaganya. Moana tak bisa bayangkan betapa kecewa nya nanti mereka jika tahu apa yang terjadi padanya.
Sarah menghela nafas. Melirik sekilas Moana lalu kembali fokus menyetir. Ia harap keputusannya akan baik bagi Moana maupun temannya nanti. Nama baik keduanya harus di jaga, jangan sampai ada berita buruk nanti.
"Bu, rumah sakit nya?" Moana tersadar begitu mobil yang di kemudi kan Sarah terus saja berjalan padahal rumah sakit sudah terlewati.
Sarah tersenyum kecil lalu menjawab dengan hati-hati. Ia tak ingin membuat Moana takut atau semakin gelisah.
"Kamu akan tahu nanti. sekarang duduk saja dengan tenang."
Meski bingung mau di bawa kemana, Moana memilih diam. Duduk di tempatnya dengan pikiran yang terus berkecamuk.
Tepat di sebuah bangunan yang bercat merah, Sarah baru menghentikan mobilnya. Sebuah tempat yang cukup ramai di kunjungi orang. Moana keluar dengan bingung, tapi langkahnya terus mengikuti Sarah.
"Duduklah, kamu mau pesan sesuatu?"
Moana menggelengkan kepalanya. Ini tak seperti rumah makan milik Sarah. Meski banyak sekali yang memesan makanan di sini. Pertama baginya datang ketempat seperti ini.
"ini apa? warteg modern?" Tanya Moana sedikit berbisik, bagaimana juga ia tak mau di tertawakan karena kampungan.
Sarah yang tadinya ikut sedih atas kejadian yang menimpanya kini malah tertawa.
"ini cafe, kamu baru pertama ketempat seperti ini?"
Moana mengangguk. Sarah pun memanggil pelayan lalu memesan minum dan spaghetti, ia pikir Moana butuh sesuatu untuk mengganjal perutnya sebelum nanti ia mendapatkan kejutan besar.
Pesanan tak lama telah terhidang di meja, dua jus apel dan sepiring spaghetti.
"Ini mie?" Tanya Moana sambil menyendoknya dengan garpu.
"makanlah, kamu pasti suka?"
Dengan ragu Moana memakannya, sedikit mengeryit kala rasa yang asing menyentuh lidahnya. Asin dan sedikit agak asam, entah bumbu apa yang mereka pakai. Moana menelannya susah, segera ia teguk jus apelnya untuk menghilangkan rasa yang tak enak itu menurutnya.
"Itu Tante Sarah." Pekik seseorang cukup keras.
Moana pun berbalik untuk melihat. Ia lihat Sarah beranjak dari duduknya, berjalan mendekati kedua wanita yang baru saja masuk. Mereka saling berpelukan sebentar lalu berjalan ke arah nya.
"siapa ini?"
"Moana, putri saudara jauh ku." Aku Sarah. "Rada, duduklah dan Jane kamu mau pesan sesuatu?"
"aku pesan sendiri saja." Jane yang nampak ceria sungguh menyita perhatian Moana.
Gadis itu terlihat cantik di matanya.
"ada kamu meminta bertemu? hal yang langka." Rada menyilangkan kakinya.
Sarah melirik Moana lalu menghembuskan nafas kasar.
"Rada, ada yang ingin aku sampaikan padamu." Sarah merubah ekspresi wajahnya menjadi serius. Rada pun jadi penasaran apa yang akan di katakan Sarah padanya.
Tak biasanya Sarah meminta bertemu secara mendadak seperti ini.
"apa? kamu butuh bantuan ku?"
Sarah menarik nafas lalu menghembuskan kasar. Ia melirik Moana yang kini nampak tengah berbicara dengan Jane. Keduanya langsung akrab padahal baru bertemu.
"sebaiknya kita bicara di luar saja." Ucapnya.
"eh...emangnya Tante dan ibu mau bicara apa? kenapa tak di sini saja?" Jane menyahut.
"kalian berdua mengobrol saja. ini pembicaraan orang dewasa." Sarah bangun dari duduknya. Moana terus melihatnya, entah kenapa ia merasa tak enak. Takut jika rahasianya akan di bocorkan oleh Sarah kepada wanita yang sekarang ikut berjalan keluar bersamanya.
"Kak Moana, kenapa?"
"ahh...tidak. ibu mu dan Bu Sarah, apa mereka teman dekat?"
"yang aku tahu sih ibu dan Tante itu teman dari zaman SMP. mereka sahabat baik."
Moana terdiam. Apa rencananya Sarah sebenarnya. Dia mengatakan akan membantunya, mengusulkan untuk kerumah sakit melakukan visum. Tapi, wanita itu malah mengajaknya kesini dan bertemu dengan orang-orang ini. Apa sebenarnya yang akan di lakukan Sarah untuk membantunya.
...**************...
Yansen keluar dari kamarnya, rumah nampak sepi. Keluarganya memang tak memiliki pembantu, Rada mengerjakan semuanya sendiri. Alasannya karena Rada dan Gutomo tak gampang percaya pada orang lain. Terlebih lagi Gutomo yang tak pernah suka ada orang asing di rumahnya.
Meski rumah mereka bisa di katakan sangat luas, Rada tak pernah merasa lelah mengurusnya. Delapan kamar dan juga ruangan lainnya ia bersihkan setiap hari tanpa bantuan siapa pun, bahkan memasak pun ia lakukan sendiri. Wanita tua itu cukup tangguh di usianya yang gja tak muda lagi.
Tanpa peduli dengan keberadaan ibu dan adiknya, yang Yansen pun berjalan menuju kedapur. Mengambil dua botol minuman dingin dan membawanya ke kamar.
Sepertinya ia masih butuh waktu untuk memulihkan kondisi tubuhnya yang terasa sangat tak nyaman. Kepalanya bahkan masih berdenyut.
"Ck... menyusahkan saja." Decaknya begitu sudah berada di kamarnya kembali, ia melihat segelas minuman yang tadi di berikan Jane.
Nampaknya sudah tak mengepulkan asap lagi menunjukkan jika minuman hangat penghilang rasa pusing itu sudah dingin.
Tapi, pria itu selalu merasa tak enak jika membiarkan makanan ataupun apapun yang telah di buat untuknya. Meski masih marah kepada Rada, ia tetap memiliki rasa tak tega. Takut membuat ibunya kecewa.
Maka dengan terpaksa ia meneguknya lalu kembali berbaring. Minuman kaleng tadi ia simpan begitu saja.
Matanya menatap langit-langit kamar dengan sendu. Ingatannya kembali melayang, ia merindukan Alea. Sudah lama tak melihatnya dan kabarnya pun tak pernah sekalipun ia tahu.
"Alea, apa kamu baik-baik saja?" Yansen memejamkan matanya.
Dia sudah meminta Karan dan Johan untuk mencari keberadaannya, tapi sampai saat ini mereka tak satupun berhasil melakukannya. Alea benar-benar menghilang.
Drrrt...Drrrtt...
Ponselnya bergetar. Yansen mengambilnya lalu segera mengangkat telpon.
"apa? kamu tahu di mana Alea?" Tubuhnya seketika berdiri tegak. Ia langsung meraih jaketnya dan mengambil kunci mobil.
"Karan, tetap awasi dia. aku akan segera tiba."
Yansen mengabaikan rasa sakit kepalanya, ia berjalan cepat keluar. Jantungnya berdetak hebat, begitu bahagianya mendapatkan kabar baik itu.
...**************...
Rada hampir saja terjatuh karena saking terkejutnya. Lututnya sampai bergetar. Sarah sudah menceritakan semuanya dan membuktikan jika semuanya benar dengan memperlihatkan foto yang di ambil Moana.
"Yansen, putra ku tak mungkin seburuk itu."
"aku juga tak percaya dia bisa berbuat begitu tapi ini buktinya." Sarah kembali memasukan ponselnya.
"gadis itu... berapa usianya?" Rada mungkin tak bisa terima apa yang telah dia dengar.
Tapi, ketika melihat Moana sebagai sesama wanita tentu saja dia merasa iba. Bagaimana perasaannya Rada jelas tahu. Seseorang telah merenggut kesuciannya. Lebih parahnya orang itu adalah putra nya sendiri.
"dia 19 tahun. Apa yang akan kamu lakukan? Moana berniat melaporkan Yansen."
"apa?" Rada terkesiap. "jangan sampai itu terjadi. Yansen tak boleh di penjara." Ucapnya panik.
Sarah menepuk bahu Rada, mencoba untuk menenangkannya.
"aku tahu kamu pasti akan bereaksi seperti ini. Makanya aku mengajak Moana untuk bertemu dengan mu. Dia belum tahu jika kamu adalah ibu dari pria yang telah menodainya. Aku telah membohonginya tadi, mengajaknya kerumah sakit untuk visum makanya dia mau keluar. pikirkan lah jalan keluarnya, apa yang sebaiknya kita lakukan."
Rada terdiam. Yansen telah berbuat salah besar. Melakukan pelec*han terhadap seseorang bisa di jatuhkan hukuman nanti. Meski Yansen bersalah, Rada tak bisa membiarkan putranya mendapatkan cacatan kriminal.
"takutnya Moana hamil, siapa tahu kan? kita tak boleh biarkan spikis nya terganggu. Dia gadis baik. Bahkan tadi..." Sarah menghembuskan nafas nya. "dia mencoba mengakhiri hidupnya."
Rada menutup mulutnya dengan kedua tangan, terkejut.
"Rada, sebaiknya kita bicara ini dengan Yansen."
"tapi...apa dia akan..."
"kita coba. kamu ibu nya, lebih mengerti seperti apa dia. aku mohon, Moana jangan sampai terluka apalagi mengakhiri hidupnya karena beban yang dia tanggung. aku mohon Rada."
Rada mengangguk. Yansen sangat keras kepala juga susah di ajak bicara. Tapi dia tahu jika putranya itu memiliki hati yang lembut. Masih sedikit tak yakin, jika Yansen telah melakukan tindakan asusila itu terhadap seorang gadis.
...*************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Tiahsutiah
semoga yansen mau tanggung jawab😢
2022-12-27
0