Dinikahi Paksa

Dinikahi Paksa

Chapter 1

Yansen menguap panjang. Semalaman ia begadang karena matanya yang sulit terpejam. Tubuhnya bahkan terasa pegal semua, semalaman duduk di kursi ternyata cukup menyiksa.

Dengan malas ia pun beranjak untuk masuk ke kamarnya. Yansen memang memiliki insomnia. Pria itu tak bisa tidur jadi memutuskan untuk merokok, tapi hingga sekarang jam 4 pagi pun matanya sulit sekali di pejamkan.

Padahal ia merasa mengantuk tapi matanya sulit sekali di ajak bekerjasama. Tubuhnya lelah ingin beristirahat tapi otaknya selalu mengirimkan sinyal untuk terus terjaga.

Insomnia yang di deritanya terjadi semenjak beberapa bulan terakhir. Hubungannya dengan sang kekasih lah yang membuatnya sulit untuk tidur di malam hari. Yansen terlalu banyak memikirkan masalahnya hingga membuatnya seperti orang gila.

Makan tak teratur, jarang tidur dan juga jadi emosional.

"Yansen, kamu begadang lagi?"

Yansen menghentikan langkahnya lalu berbalik menatap wanita di hadapannya. Senyumnya terukir tapi nampak tak tulus, justru jelas sekali tersirat kebencian di sana.

"apa peduli mu, ibu!" Serunya dengan penuh penekanan.

Rada mengerti, putranya bersikap seperti ini karena masih marah terhadapnya. Tapi, dia tetap bersikap lembut tak peduli dengan kemarahan Yansen.

"kamu bisa sakit. jaga kesehatan itu penting. tidurlah sekarang."

Dengan kesal Yansen masuk kedalam kamarnya. Bantingan pintu yang begitu keras membuat Rada menutup matanya.

Ia tahu jika Yansen marah padanya karena perihal bulan lalu. Waktu itu, Yansen membawa kekasihnya yang bernama Alea kerumah untuk di perkenalkan kepadanya.

Tapi Rada menolaknya mentah-mentah, bahkan mengusirnya dengan kasar. Rada melakukan itu bukan tanpa sebab, ia telah mengetahui siapa Alea sebenarnya.

Gadis itu sungguh buruk. Sering sekali Rada memergokinya tengah berjalan dengan seorang pria. Bahkan bermesraan di tempat umum. Begitu tahu Alea adalah kekasih putranya, maka dengan tegas ia katakan bahwa mereka tak boleh bersama.

Rada tak mengatakan kepada Yansen apa alasannya, yang pasti ia tak setuju dan tak akan pernah setuju.

Semenjak saat itu, Yansen tak pernah lagi bersikap baik. Sulit di ajak bicara dan tak pernah lagi makan di rumah. Yansen seolah malas untuk terus berada di dekat keluarganya.

Hanya akan pulang ketika sudah larut malam. Tidur sekitar dua jam lalu kembali pergi untuk bekerja. Yansen benar-benar tak memikirkan kesehatannya.

Ia hanya akan menyibukkan dirinya di tempat kerja untuk melupakan masalahnya. Alea sampai sekarang belum dia temukan. Gadis itu pergi entah kemana. Menghilang begitu saja tanpa jejak. Semua temannya pun tak ada yang tahu gadis itu di mana. Semua kontaknya pun lenyap bagai di telan bumi.

"Apa kak Yansen masih marah Bu?" Jane menghampiri Rada yang sedang menyiapkan sarapan.

"mmm... Jane, kamu antarkan susu ini untuk kakakmu."

"iya."

Jane masih duduk di kelas 2 SMP. Ia tak terlalu mengerti sebenarnya tentang masalah yang tengah terjadi di rumah ini. Hanya saja, ia bisa menyimpulkan jika Yansen marah pada ibu mereka karena di larang melakukan sesuatu. Dirinya juga sering begitu, jika di larang akan marah. Tapi tak berlarut-larut seperti Yansen. Hanya beberapa jam saja sudah cukup,lalu kembali bersikap baik.

Tok...Tok...

Jane mengetuk pintu berwarna coklat itu dengan pelan. Terdengar suara deheman Yansen dari dalam, tandanya pria itu mengizinkannya masuk.

"Kak, ini minum dulu." Jane menyerahkan segelas susu hangat pada Yansen.

"Bawa kembali ke dapur." Ucapnya sambil menarik selimut agar menutupi tubuhnya yang terasa dingin.

Jane menghela nafas panjang. Tahu jika Yansen akan menolaknya.

"ini buatan ku kok. kakak masa ga mau minum, seteguk aja gitu."

Yansen menyibakkan selimutnya lalu bangun dengan terpaksa. Ia sangat menyayangi adiknya, tak mungkin bisa membuatnya sedih karena penolakan darinya.

"baiklah, tapi setelah ini kamu keluarlah. Kakak mau tidur. dua jam lagi harus berangkat kerja." Ucapnya sambil meraih gelas itu lalu meneguk habis isinya.

Jane tersenyum puas. Ia keluar dengan gelas kosong.

"Bu, lihat. aku berhasil membujuk kakak untuk meminumnya." Lapornya senang.

Rada tersenyum ikut senang. Setidaknya perut Yansen tak terlalu kosong.

...************...

Di tempat berbeda, seorang gadis bertubuh mungil tengah duduk lesu di pinggir jalan. Sudah seharian ini dia mencoba melamar pekerjaan. Mulai dari pabrik, toko baju hingga beberapa rumah makan. Tapi semua menolaknya.

Dengan lesu dia bangkit. Sepertinya usahanya untuk mencari kerja di kota adalah kesalahan besar. Uangnya menipis, perut keroncongan bahkan tak ada tempat untuk istirahat.

"Bener kata Mak. Jangan memaksakan diri." Ucapnya penuh sesal.

Gadis itu bernama Moana. Dia datang ke kota dengan modal nekad. Ingin merubah nasibnya yang hanya anak seorang tukang gorengan di kampung.

Moana ingin sekali membahagiakan ibu dan ayahnya yang sudah tak lagi muda. Sebagai anak satu-satunya membuat Moana harus bisa hidup lebih mandiri lagi. Tak ada saudara yang bisa ia andalkan selain dirinya sendiri.

"Neng, mau kemana?" Tanya seorang wanita yang hanya memakai daster.

Penampilannya cukup sederhana tapi wanita itu terlihat cantik juga anggun. Moana tersenyum lalu menjawab dengan malu.

"saya lagi nyari kerja Bu."

"ooh...sini masuklah." Tawar wanita tua itu.

Moana dengan ragu memasuki warung makan yang berukuran kecil itu. Tapi meski begitu di dalamnya banyak sekali pembelinya.

Bahkan sampai semua meja terisi penuh.

"dari tadi ibu perhatikan kamu lesu gitu, pasti lapar?"

"uumm...i..iya Bu." Jawab Moana malu.

Apa sebegitu jelasnya ia terlihat kelaparan. Sampai-sampai orang bisa menebaknya dengan benar.

"jangan malu, kamu makan saja di sini."

"ta...tapi, uang saya ga cukup Bu. cuma ada buat ongkos pulang saja." Moana menggeleng cepat.

Wanita itu kembali tersenyum.

"ga usah bayar pake uang, kamu cuci piring saja di belakang."

Mata Moana melebar sempurna. Apa ini yang di namakan pertolongan Tuhan. Ia langsung meraih tangan wanita itu.

"ibu memperkerjakan saya?"

"iya. ibu kekurangan orang di belakang. kamu mau kan?"

"tentu saja Bu."

Akhirnya Moana pun bekerja sebagai tukang cuci piring di sebuah warung makan. Tak apa, baginya ini adalah sebuah anugerah. Setelah capek mencari kerja kesana kemari pada akhirnya dia dapat juga pekerjaan. Meski hanya sebagai tukang cuci piring, itu sudah lumayan.

Lagipula ibunya tak akan tahu dia kerja apa di kota. Cukup memberinya uang setiap bulan tanpa harus memberitahukan pekerjaannya pada mereka.

Sebenarnya Moana, lulusan SMA. Ia ingin sekali kuliah, tapi terkendala biaya. Gadis ini cukup pintar di sekolah, selalu masuk tiga besar. Tapi namanya juga orang susah, mau sepintar apapun kalau tak ada uang tetap saja macet di tengah jalan. Jika hanya sekedar pintar, tak cukup untuk mendapatkan beasiswa. Harus benar-benar pintar atau bisa dikatakan cerdas.

Hari pertama berjalan lancar, ibu pemilik warung puas dengan Moana. Semua piring dan peralatan masak lainnya sangat bersih dia cuci.

"Jadi...kamu tinggal di mana, Moana?" Tanyanya.

Warung sudah tutup. Para pekerja lain sudah pulang. Hanya tinggal Moana dan wanita inilah sekarang.

"saya tinggal di kampung Bu, jauh dari sini. butuh 3 jam perjalanan. saya niatnya mau cari kerja di kantoran, jadi office girl lah minimal karena hanya modal ijazah SMA." Tuturnya. "tapi sulit sekali ternyata cari kerja di kota. saya pikir mudah, jadi hanya modal nekad saja kemari."

Wanita itu mengangguk mengerti.

"begini saja, kamu tinggal bersama ibu. mau kan?"

"beneran Bu? serius?"

"iya. Nama ibu, Sarah. kamu panggil ibu seperti yang lainnya. Bu Sarah, ya?"

"iya Bu Sarah." Moana bersyukur bisa bertemu orang baik di tempat seluas ini. Mungkin karena kebaikan orangtuanya selama ini menjadi imbas yang bagus baginya.

"tapi...Bu Sarah bagaimana dengan keluarga ibu?"

Sarah menepuk bahu Moana. Dari awal melihatnya entah kenapa Sarah merasa menyukainya. Makanya tanpa berpikir panjang ia langsung menawarkan hal ini pada Moana. Sarah seperti melihat dirinya ketika menatap Moana.

"Ibu seorang janda. Kamu tenang saja, tak ada siapapun di rumah ibu."

"terimakasih atas kebaikan ibu. saya akan kabari Mak dan Apa di kampung."

Moana langsung mengeluarkan ponselnya. Sarah sempat kaget melihatnya. Seorang gadis muda di zaman sekarang masih menggunakan ponsel keluaran jadul. Tapi, Moana nampak biasa saja menggunakannya.

Setelah mengabari kedua orangtuanya, Moana pun mengikuti Sarah. Mereka pulang menggunakan mobil Sarah. Meski sendiri dan tak ada suami, Sarah cukup bahagia dengan hidupnya. Di tambah kehadiran Moana sekarang.

...***************...

Malam sekitar pukul 9, Yansen baru menyelesaikan pekerjaannya. Pria itu mengutak-atik ponselnya, berharap ada keajaiban.

Ia terus saja mencoba menghubungi Alea. Tapi nomor yang dia hubungi selalu saja di luar jangkauan.

Brak...

Saking kesalnya ia banting ponsel berharga puluhan juta itu.

"Kemana kamu pergi Alea." Desisnya putus asa.

Johan dan Karan hanya mematung melihat kemarahan atasannya. Kedua pria itu memilih untuk diam, tak mau terkena imbasnya.

"Karan, boking club' malam. aku mau hanya kita saja di sana." Perintahnya dengan tegas.

Karan langsung melakukan apa yang di pinta Yansen. Pria keturunan India itu tak mau membuat Yansen semakin marah. Sementara Johan, bule satu itu hanya menelan ludahnya.

Ia gugup karena Yansen menatapnya begitu tajam.

"belikan ponsel baru untuk ku." Perintahnya.

Johan semakin tergugu di tempatnya. Malam-malam begini mau beli ponsel di mana. Semua toko pasti sudah tutup.

"tapi Pak, ini sudah larut." Ujarnya dengan takut-takut.

Yansen menatapnya semakin tajam.

"Ba...baik, akan saya cari." Johan langsung berlari keluar.

Beginilah jika memiliki bos yang kejamnya luar biasa. Tapi, Johan dan Karan tak bisa meninggalkan Yansen. Meski pun kadang kejam dan tak berperasaan tapi Yansen sangat peduli kepada keduanya.

Bahkan keluarga Karan bisa hidup lebih baik berkat Yansen. Ibu Johan pun, bisa melakukan operasi atas bantuan Yansen. Keduanya berhutang banyak terhadap Yansen.

Semua karyawan pun segan terhadapnya. Yansen terkenal tegas dan disiplin. Tapi soal gaji ia tak pernah pelit. Asalkan kinerja para karyawan bagus, maka Yansen akan memberikan bonus yang lumayan besar.

"Club'malam di sebelah barat sudah di boking. kita bisa kesana sekarang." Karan akhirnya lega karena berhasil menuruti keinginan Yansen.

"kita pergi."

Yansen dan Karan pun pergi. Tak lupa juga Karan memberitahu Johan agar menyusul mereka secepatnya.

Sementara itu, Moana tengah membereskan semua baju yang di bawanya. Tak banyak, hanya beberapa pasang saja.

Cukup puas dengan apa yang di dapatkannya hari ini. Pekerjaan dan tempat tinggal sekaligus, Moana tak hentinya bersyukur. Tuhan memang selalu ada di setiap langkah para umatnya.

"Moana, kamu sudah selesai?"

"sudah Bu." Moana keluar dari kamar yang baru saja resmi menjadi kamarnya.

"ibu mau keluar sebentar, kamu ga papa kan sendiri?"

"ga papa Bu."

Moana ikut berjalan keluar mengantarkan Sarah. Begitu Sarah memasuki mobilnya, Moana pun bergegas membukakan pintu pagar.

"hati-hati Bu." Ucapnya sambil melambaikan tangannya.

Sarah tersenyum. Ini hal yang paling dia rindukan selama ini. Kehadiran seseorang yang bisa membuatnya merasa hangat. Moana adalah gadis yang baik, baru mengenalnya beberapa jam saja sudah membuat Sarah yakin jika Moana amat baik, lugu juga penuh kasih.

"aah...iya, aku lupa." Moana menepuk jidatnya.

Ia celingukan keluar pagar. Jalanan masih ramai dengan beberapa kendaraan yang melintas. Bahkan beberapa orang terlihat berjalan kaki di sekitarnya.

"memang beda ya, di kampung sama di kota." Ucapnya.

Dengan cepat ia kembali kedalam untuk mengambil uang juga memakai jaketnya. Moana harus membeli alat mandi, atau besok tidak bisa mandi karena tak ada sabun.

Ia berjalan menyusuri jalan. Tersenyum begitu melihat warung yang cukup besar masih buka di sebrang jalan.

Dengan hati-hati melangkah menyebrang jalan. Membeli sabun mandi, sikat gigi dan pasta gigi. Setelah di rasa cukup, ia pun bergegas pulang.

Ckiit...

"aaaahhhh...." Moana menjerit histeris ketika sebuah mobil tiba-tiba saja berhenti mendadak tepat di hadapannya.

Jantungnya terasa mau copot. Moana dengan gemetar melihat siapa pemilik mobil tersebut.

"maafkan saya. Anda tak terluka?" Seorang pria berperawakan tinggi keluar dari mobil.

Moana sempat tertegun. Wajah pria itu begitu tampan. Hidungnya bangir dan alisnya tebal. Wajah khas India yang begitu memikat.

"ga papa kok." Jawab Moana gugup.

"syukurlah. Saya sedang terburu-buru."

"Karan, cepat atau aku pecat kamu." Seru seseorang dari dalam mobil.

"i...iya Pak." Karan bergegas kembali masuk kedalam mobil.

Moana masih terdiam di tempatnya. Wajah pria yang tadi amat tampan tapi ketika melihat pria satunya yang ada di dalam mobil membuat Moana harus berpikir lagi. Wajah itu lebih tampan, hingga membuatnya semakin tertegun di tempat.

"oh...ya tuhan. di kota banyak pria tampan." Desisnya takjub.

...**************...

Terpopuler

Comments

Suartati Hasibuan

Suartati Hasibuan

keren ini cerita, mampir..

2024-04-06

0

Tiahsutiah

Tiahsutiah

mampir thor cerita nya keren👍

2022-12-27

1

Tiahsutiah

Tiahsutiah

komen dulu baca nya entar, mau tempur dulu di dapur😁🤭

2022-12-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!