Chapter 3

Moana sungguh kacau. Kesucian yang ia jaga selama ini telah direnggut paksa oleh seorang pria asing. Ia menangis di dalam kamar. Keadaannya sungguh kacau. Bagaimana ia menjelaskannya nanti pada ibu dan ayahnya. Mereka bisa sangat kecewa dan ikut sedih karenanya.

Dengan tangan gemetar Moana meraih ponselnya. Ia ingin sekali menghubungi ibunya, mengatakan segalanya. Tapi, sulit baginya untuk mengatakan itu semua.

"Mak... Moana sudah kotor." Isaknya. "maafkan Moana yang tak bisa menjaga kehormatan Moana."

Rasanya Moana ingin mati saja. Tak lagi berani untuk keluar apalagi sampai memberitahukan orang lain tentang apa yang telah menimpanya.

"aku tak bisa hidup lagi." Isaknya semakin keras.

Ia bergegas pergi kedapur. Matanya langsung tertuju kearah tempat penyimpanan benda tajam. Langkahnya terasa melayang dan pikirannya sangat kosong.

Tangannya gemetar mengambil pisau buah. Ia tak bisa menanggung beban ini.

"Ya ampun, Moana." Pekik Sarah terkejut melihat Moana yang hendak menusukkan pisau itu keperut nya.

"apa yang kamu lakukan." Sarah menepis tangannya. "gadis bodoh, kamu ingin mengakhiri hidup mu?"

Moana pun terduduk di lantai dengan wajah kacau. Nampak sekali ia tak baik-baik saja sekarang. Rambutnya yang terurai begitu berantakan.

"Untuk apa aku hidup. aku sudah kotor." Lirihnya putus asa.

Sarah mengerutkan keningnya tak mengerti. Waktu dia pergi tadi, Moana nampak baik-baik saja. Bahkan senyum ceria terukir jelas di bibirnya. Kenapa sekarang gadis ini begitu kacau seperti baru saja kehilangan sesuatu yang sangat berharga.

"Moana, sebenarnya apa yang terjadi?" Sarah menyentuh bahu Moana yang bergetar.

"Bu Sarah. Aku sudah tak suci lagi. seseorang telah merenggut nya."

"apa?" Sarah terkejut. Ia menyentuh kedua pundak Moana. "katakan dengan jelas, apa yang telah terjadi?"

Moana pun menceritakan semuanya dengan suara bergetar. Nyaris saja ia kehilangan dirinya untuk tetap tenang. Bayangan kelam itu masih tak bisa hilang dari ingatannya. Bagaimana kejamnya pria itu mengoyak tubuhnya, mencengkram erat kedua tangannya.

Jelas sekali rasa sakit dan ketakutan luar biasa itu masih terasa. Moana memukul perutnya kencang, hal yang ia takutkan adalah tumbuhnya benih di sana. Moana tak mengharapkan itu.

"jangan begitu, kamu menyakiti tubuh mu sendiri. maafkan Ibu ya, jika saja malam itu kita pulang bersama." Sarah ikut menangis.

Ia dekap erat tubuh Moana. Bagi seorang gadis, pelec*han seperti ini bisa merusak mental nya. Moana bisa saja bertindak nekat kembali seperti tadi.

"Apa yang harus aku lakukan, Bu?"

Sarah menarik nafas panjang lalu menghembuskan dengan kasar. Ia sendiri tak tahu harus berbuat apa. Hanya satu yang bisa mereka lakukan, melaporkan hal itu kepada pihak berwajib.

"kamu ingatkan wajah pria itu?"

Moana mengangguk. Ia segera bangkit untuk mengambil ponselnya. Untuk saja dia sempat berpikir untuk melaporkan pria itu jadi memotret nya secara diam-diam. Saat akan mengenakan bajunya ia pura-pura mengambil ponsel dari saku celana, hal itu ia gunakan untuk mencuri foto pria itu.

"Kamu memang gadis pintar. Kita kerumah sakit dulu untuk melakukan visum setelah itu kita ke kantor polisi." Usul Sarah.

Moana mengangguk. Hatinya sedikit tenang karena Sarah.

"biar ibu lihat seperti apa wajah pria baj*ngan itu." Sarah mengambil ponsel Moana.

Matanya melebar sempurna begitu melihat foto pria itu. Sarah yakin jika pria ini adalah seseorang yang amat ia kenal. Tak salah lagi, pria ini adalah salah satu putra temannya.

"Moana, kamu yakin pria ini?"

"Tentu saja. di kamar itu hanya kami berdua."

Sarah langsung mengantongi ponsel Moana. Ia tak bisa melaporkannya untuk saat ini. Sepertinya dia harus memberitahu temannya dulu, bagaimana juga Sarah berhutang budi pada orangtua pria itu.

...***************...

Brak...

Rada dan Jane berlari begitu mendengar suara pintu yang di buka dengan sangat kasar. Kedua wanita itu menutup hidung saat Yansen melintas di depannya.

"Kakak, dari mana saja? uuhh...bau sekali." Jane menyusul Yansen dengan cepat.

Sementara Rada langsung kedapur, ia tahu putranya pasti sudah minum alkohol dengan sangat banyak sehingga bau nya bisa begitu menyengat hidung. Dengan cepat membuat minuman hangat.

"jangan ganggu, kamu pergilah." Usir Yansen.

Melemparkan bajunya begitu saja ke atas kasur lalu duduk di kursi dengan hanya bertelanjang dada. Yansen masih belum bisa berpikir jernih.

Pikirannya masih melayang kemana-mana. Mengenai gadis yang telah dia tiduri sungguh membuatnya pusing. Yansen merasa bersalah, melihat bagaimana wajah itu menangis dan nampak buruk membuat Yansen tak enak hati.

Ia pijat pelipisnya yang berdenyut, matanya terpejam dengan kerutan dahi yang begitu jelas.

"Jane..." Rada membawa segelas minuman hangat untuk penghilang rasa pusing akibat alkohol. "berikan ini pada kakakmu."

Jane mengambilnya lalu segera memberikannya pada Yansen.

"jangan pedulikan aku. Kalian pergi lah." Teriak Yansen cukup keras membuat Jane dan Rada pun terpaku di tempatnya.

Dengan takut Jane meletakkan gelas itu di meja. Ia segera keluar, menutup pintu rapat-rapat.

"Ibu, apa yang terjadi dengan kakak? akhir-akhir ini sangat aneh. sering marah dan..."

"Jangan terlalu di pikirkan. Kakak mu hanya stress soal pekerjaan saja." Sela Rada cepat.

Tak mungkin dia bercerita pada Jane soal berubahnya sikap Yansen. Jane masih belum tahu apa-apa, cukup hanya memikirkan soal pelajaran saja baginya.

Jane tak bertanya lagi. Gadis itu pun memilih untuk menyimpan rasa penasarannya.

Yansen membuka matanya.

"Sial, kau harus cari gadis itu."

Kesal pada dirinya sendiri, kenapa harus memiliki perasaan seperti ini. Biasanya dia mempermainkan perasaan gadis lain tak pernah sekalipun ada sesal. Tapi kenapa sekarang, Yansen merasa amat bersalah.

Apalagi ketika sadar jika gadis yang telah dia nodai masih bersih. Ia bisa merasakannya malam itu, bagaimana rintihan kesakitan itu keluar dari bibirnya.

Sekian detik kemudian dia kembali mengumpat saat sadar jika dirinya sama sekali tak tahu tentang siapa gadis itu. Bahkan namanya pun tak tahu.

Rada berjalan kearah telpon rumah yang terus berdering sedari tadi.

"halo..."

Langsung tersenyum begitu mendengar suara yang amat familiar di telinganya.

"Sarah, ada apa? tumben sekali menelpon lewat telpon rumah."

Jane ikut duduk disamping Rada. Ia penasaran dengan siapa ibunya menelpon sampai begitu senangnya.

"Baiklah, aku akan segera kesana. di cafe bintang kan?"

Telpon pun berakhir. Rada mengerlingkan mata ke arah Jane.

"mau ikut ibu keluar?" Tawarnya.

"tentu saja." Jane amat semangat jika di ajak jalan-jalan.

Mereka pun segera berganti baju. Soal Yansen, Rada tak akan mengganggunya dulu sampai pria itu kembali ke mood yang bagus.

...************...

"Kamu ikut ya, pakai baju ini?" Sarah membujuk Moana yang sedari tadi menolak ajakannya.

Moana hanya takut dan malu harus melakukan visum. Ia tak ingin aib nya di ketahui oleh orang lain.

"Moana, semua akan baik-baik saja."

"bagaimana pandangan orang lain nanti?"

Sarah mengelus kepala Moana.

"kamu hanya korban di sini. Jangan takut, jika ingin pria itu mendapatkan hukuman maka kamu ikut ya?"

Setelah lama berpikir akhirnya Moana pun mengangguk.

...*************...

Terpopuler

Comments

Tiahsutiah

Tiahsutiah

kalau kau pria sejati bertanggung jawab lah yansen

2022-12-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!