Seminggu sudah Moana tinggal di rumah Sarah. Seorang janda yang tak memiliki siapapun. Penampilannya sederhana dan hanya mengenakan daster kesehariannya. Siapa sangka ternyata Sarah merupakan seorang pebisnis.
Warung makan yang ia kelola sudah berada di beberapa wilayah. Dan di kota ini hanya sebuah warung makan kecil saja, memiliki 4 karyawan dan Moana yang bertugas mencuci piring.
Sementara di kota-kota lain, warung makan miliknya bukan sekedar warung makan biasa. Cukup besar juga memiliki nama yang begitu terkenal. Rumah makan BuSar. Singkatan dari namanya, Bu Sarah.
"aku ga nyangka loh, ternyata Bu Sarah itu wanita hebat." Moana tak hentinya memuji Sarah.
Temannya Gesia, terus bercerita bagaimana hebatnya Sarah. Gesia bertugas di dapur, memasak juga menyiapkan bumbu-bumbu. Semua sudah terbiasa melakukan pekerjaan itu tanpa instruksi dari si pemilik warung.
"Iya, aku betah kerja di sini karena Bu Sar itu baik. Soal gaji pun tak pelit, kalau laper pun tinggal makan saja. Enak pokoknya."
"bener mbak. aku beruntung banget bisa ketemu Bu Sarah."
Keduanya sedang istirahat untuk makan siang. Warung pun hanya di tutup setengah jam saja hanya untuk mereka bisa makan dan istirahat sebentar.
"oh...iya, kamu tinggal di rumahnya? ngekos atau bagaimana?" Tanya Putri, yang sedari tadi hanya menyimak akhirnya penasaran juga.
"katanya sih gratis, kasian liat aku ga punya tempat tinggal."
Gesia dan Putri manggut-manggut mengerti. Mereka tahu jika Moana jauh-jauh dari kampung datang kemari. Berbeda dengan mereka yang asli orang sini. Rumahnya saja cukup dekat dengan warung Bu Sarah ini. Hanya butuh naik sekali angkutan umum, sudah sampai.
"kalian sudah cukup ngerumpi nya. warung nya ga mau buka? mau tutup sampe sore?" Bu Sarah melipat kedua tangannya, melihat ketiga gadis muda yang sedari tadi asyik mengobrol sambil makan siang.
"eh...iya Bu. kami buka sekarang." Putri bergegas membuka rolling door dan Gesia kembali ke dapur membantu yang lain.
Sementara Moana sendiri, langsung mencuci piring bekas mereka makan. Baru beberapa hari saja Moana sudah bisa berbaur dengan semuanya. Sikapnya yang ramah juga mudah bergaul yang membuatnya tak sulit mendapatkan teman.
"Moana, sore ini ibu mau ke kota sebelah. kamu pulang sendiri ya?"
"iya Bu." Moana mengangguk.
Sarah harus melihat perkembangan rumah makan miliknya yang lain. Selama ini ia hanya fokus di sini saja, sementara rumah makan yang lainnya ia serahkan pada pekerjanya.
Jam 8 malam, Moana akhirnya bisa pulang. Ia berdiri di pinggir jalan menunggu angkutan umum.
Hingga hal yang tak ia dua pun terjadi. Sebuah mobil hitam berdiri di depannya. Moana sempat bingung karena mobil itu terus saja diam di sana. Ia pun menggeser tubuhnya ke arah lain.
"Kenapa sih nih orang, parkir sembarangan." Gerutu Moana kesal.
Tapi, detik kemudian mobil itu pun maju. Kembali parkir tepat di depannya. Moana menarik nafas dalam-dalam, kesal lama-lama.
"hei...kamu...Aahhh...apa yang kamu lakukan?" Moana menjerit ketika akan memarahi si pemilik mobil.
Tangannya malah di tarik kuat dan tubuhnya pun tersungkur kedalam. Moana menyentuh jidatnya yang terantuk cukup keras, hingga merah di sana.
"kamu...penculik ya?" Moana ketakutan. Tubuhnya gemetar.
Pria yang menariknya hanya memakai kaos oblong dan celana pendek. Tapi wajahnya tertutup masker, hingga tak terlihat seperti apa rupanya.
Moana semakin ketakutan. Mata merah pria itu dan bau aneh dari tubuhnya membuat Moana menggigil di tempatnya. Ia berusaha kabur, namun sayang pintunya terkunci.
Grep...
Tangan kecilnya di genggam cukup kuat. Moana berontak, menjerit dan berusaha melepaskan diri.
"diam atau mati." Ancam pria itu. Suaranya serak dan berat.
Kerongkongan Moana terasa kering. Baru saja dia bersyukur karena hidupnya yang beruntung telah di pertemukan dengan orang baik. Dan sekarang Moana harus mendapatkan kesialan.
Plak...
Moana cukup keras menampar wajah pria di hadapannya saat tangannya menyentuh sesuatu yang begitu berharga miliknya.
"Dasar cabul." Pekiknya.
Rupanya apa yang di lakukan Moana justru membuatnya semakin marah. Pria itu membuka maskernya, matanya menatap tajam penuh amarah.
"Kamu... berani nya menampar ku." Desisnya penuh amarah.
Moana tertegun, ia ingat sesuatu. Wajah pria ini mengingatkannya pada kejadian malam itu. Ingat sekali jika pria di hadapannya ini adalah pria yang sama dengan pria yang dilihatnya malam itu.
"ka...mmm.." Moana tak bisa berontak lagi. Bibirnya telah terbungkam oleh tangan besar si pria.
Detik kemudian Moana tak sadarkan diri. Dengan cepat ia melajukan mobilnya. Membawa Moana bersamanya.
...*************...
Rada terus mencoba menghubungi Yansen. Ini sudah tengah malam, tapi putranya belum juga pulang. Karan dan Johan bahkan tak tahu dimana pria itu. Mereka mengatakan jika Yansen memintanya untuk tidak mengikuti kemana dirinya pergi.
"kita tunggu saja, dia sudah dewasa." Gutomo tetap tenang, duduk santai sambil menonton acara TV tengah malam.
Rada mendesah pelan. Semenjak Alea pergi, Yansen jadi berubah liar. Sering mabuk dan juga melakukan hal-hal yang buruk. Berganti-ganti pasangan sesukanya. Seolah melampiaskan kemarahannya kepada para gadis lain.
"Apa gadis itu begitu penting baginya? Alea gadis yang buruk. kenapa Yansen harus terjerat oleh nya."
Gutomo menarik nafas panjang. Tahu jika Alea memang bertabiat buruk. Beberapa rekan bisnisnya pun ada yang pernah memboking gadis itu. Bahkan dia sendiri pernah di tawari, hanya saja Gutomo tak pernah tertarik untuk itu.
Hingga akhirnya Yansen pun mengenalkannya sebagai kekasih. Gutomo tentu terkejut dan shock melihatnya. Kenapa putranya bisa mengenal gadis nakal seperti Alea.
"Alea sudah menghilang. setidaknya kita tak perlu takut Yansen bersamanya." Seolah tak peduli dengan tingkah Yansen saat ini, Gutomo berkata dengan begitu santai.
"Pah. putra kita jadi berantakan sekarang. dia bahkan tak mau lagi berbicara dengan kita."
"cukup. kau hanya perlu diam dan jadi ibu rumah tangga yang baik. Soal Yansen biar aku yang urus." Gutomo membentak Rada.
Pria tua itu memang sama keras kepalanya dengan Yansen. Tak mau kalah juga selalu bertindak sesukanya.
Rada terdiam. Setiap Gutomo marah, ia tak berani melawan. Pria itu cukup kasar jika sedang emosi. Bisa melakukan kekerasan tak peduli pada istri atau anaknya sekali pun.
Itu jugalah yang membuat Yansen tumbuh seperti ini sekarang. Dari kecil hanya melihat sikap ayahnya yang kasar terhadap ibunya. Hanya saja, Yansen masih memiliki hati nurani ketimbang Gutomo.
Jane menangkup bibirnya dengan kedua tangan. Melihat ibunya yang di bentak seperti itu membuatnya terkejut. Meski bukan untuk pertama kali ia melihatnya.
"Ayah memang jahat." Ujarnya.
Jane sama sekali tak menyayangi ayahnya. Ia hanya menyayangi Rada dan Yansen. Baginya, Gutomo tak berarti sama sekali.
"ibu..." Jane langsung menghampiri Rada begitu Gutomo pergi. "ibu, tinggalkan saja ayah. dia jahat."
Rada memeluk tubuh Jane. Tahu jika putrinya cemas saat ini. Tapi Rada tak bisa memenuhi apa yang di katakan Jane. Jika ia pergi meninggalkan Gutomo maka dirinya dan Jane akan berpisah. Gutomo pernah mengancamnya, jika Rada nekat meminta cerai atau kabur maka Jane yang akan jadi korbannya.
"tidak sayang."
"kenapa? ayah jahat dan kasar."
Rada hanya bisa menangis saja. Dia terlalu lemah untuk melindungi dirinya saja tak bisa.
"Bu, kita cari kakak ayok." Ajak Jane.
"kemana? ibu sudah bertanya pada asisten dan sekertarisnya. mereka tak tahu kakakmu di mana."
Tanpa mereka tahu, saat ini Yansen tengah berada disebuah hotel. Pria itu menatap gadis yang baru saja di bawanya secara paksa.
Keadaannya cukup memprihatinkan, gadis itu nampak berantakan. Bajunya telah tertanggal tak ada yang tersisa satu helai pun. Rambutnya acak-acakan, matanya bengkak karena terus menangis.
"hhhaaaaahhh..." Yansen berteriak keras, mengacak rambutnya sendiri.
Dia bisa gila sekarang. Kenapa bisa melakukan hal buruk ini. Selama ini Yansen mungkin sering bermain dengan para gadis di luar sana semenjak Alea pergi, tak pernah hingga seperti ini.
Semua terjadi karena alkohol yang di minumnya. Ia hanya mengingat Alea dan hal itu pun terjadi. Semua terjadi tanpa kesadarannya, Yansen mabuk berat hingga tak sadar jika gadis yang telah dia gauli bukan Alea.
Tanpa bicara sepatah katapun, Yansen melemparkan lembaran uang yang cukup banyak pada gadis itu.
"itu hadiah untukmu." Ujarnya, terlihat seperti pria yang brengs*k juga tak bertanggungjawab.
Gadis itu marah. Ia tak sehina itu. Kegadisannya telah hilang, masa depannya hancur sekarang. Ia ke kota ini untuk mencari nafkah demi kedua orangtuanya. Bukan jual diri seperti ini.
Dengan cepat ia memakai bajunya, langkahnya terseok-seok. Dengan menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya ia pergi meninggalkan pria itu tanpa mengambil selembar pun uang nya.
Dia tak bodoh, sebelumnya telah mengambil foto pria itu menggunakan ponsel jadulnya. Meski butut, tapi kameranya cukup bagus. Ia akan laporkan pelec*han ini.
Yansen terdiam. Tak menyangka ada gadis seperti itu. Menolak uang yang begitu banyaknya. Tapi, justru dengan begitu hatinya menjadi resah. Rasa bersalah menjalari hatinya.
"sial." Yansen pun bergegas mengejarnya tapi gadis itu sudah pergi.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Tiahsutiah
ya allah kasihan banget moana😢 ia merantau ke kota buat ngerubah nasib, malah di leceh kan si yansen😏
2022-12-27
2