Aku dan Dini telah sampai di depan lobi rumah sakit. Terlihat banyak sekali pengunjung rumah sakit pada hari ini. Entah memang sebanyak ini atau karena ada perihal apa pengunjung saat ini sangatlah ramai. Tanpa berlama-lama, aku dan Dini langsung menyusuri lobi dan sampai tepat di depan meja administrasi untuk menanyakan lokasi Tita.
“Siang Sus, pasien atas nama Tita ada di ruangan apa ya?” Tanyaku.
“Siang Mbak, pasien atas nama Tita berada di ruang VVIP 3 Dahlia ya,” jawabnya.
“Dari sini Mbak lurus saja, lalu di sisi kanan pojok terdapat lift, lalu tekan tombol 3 untuk menuju lantai 3 dan ketika sampai diatas, Mbak lurus saja di sisi kiri jalan itu ruangannya Mbak,” jelasnya lagi.
Setelah mendapat informasi dengan penjelasan denah yang sangat detail, aku dan Dini bergegas menuju lift hingga sampai ke depan kamar VVIP tersebut.
“Permisi Ta, gue izin masuk ya,” sambil mengetuk pintu kamarnya.
Dari depan pintu tampak Tita yang masih lemas dan bersandar di tempat tidur.
“Nalaa, Dini.. Siapa yang memberitahu kalian bahwa gue disini?” Sapanya dengan nada lirih seperti menahan sakit akibat luka kecelakaan itu.
“Tadi, gue sempat chat lo Ta. Gue dapat informasi bahwa lo sama Ardi kecelakaan langsung dari Ardinya jadinya gue sama Dini bergegas sebab dipikir lo juga di klinik yang sama dengan Ardi,” balasku.
“Hmm, engga tahu La. Bahkan ponsel gue aja gue udah ga tau dimana,” balasnya lagi.
“Ha? Ponsel lo hilang, Ta? Serius?” Tanyaku dengan ekspresi kebingungan. Sebab seperti tidak masuk di akal, apabila pada kejadian musibah tadi masih sempat ada orang yang memanfaatkan situasi seperti mencuri.
“Coba nanti gue cek di UGD ya Ta,” ucap Dini.
Lalu Dini meninggalkan ruangan dan segera menuju ruang UGD untuk memastikan barang-barang Tita masih ada terlebih ponsel
“Laa, maaf ya lo harus ke rumah sakit dan lantai ini lagi,” tiba-tiba suara Tita memecahkan keheningan.
Aku yang sedang diam dan memandangi pemandangan dari jendela kamar merasa terpanggil dan seakan memori masa lalu membawaku kembali di waktu itu. Ya, ada kisah tersendiri antara aku dengan rumah sakit ini. Menyisakan luka ya tentu saja, namun masa lalu itu sudah aku kubur dalam sedalam palung sehingga tidak mungkin akan aku ungkit lagi. Berbeda dengan hari ini, detik ini masa lalu itu seakan digali lagi untuk menceritakan kisah pilu yang terjadi 2 tahun silam.
****
“Laaa, Adrian kecelakaan sekarang dibawa ke Rumah Sakit Medika,” dengan nafas yang masih terengah-engah, Tita berlari dan berteriak ke arahku yang pada saat itu masih duduk di kantin kampus.
Aku yang terheran-heran mencoba untuk menunggunya sampai tepat di depanku dan bisa memberikan penjelasan detail dari apa yang sudah diucapkan.
“Taa, Adrian kenapa?” Tanyaku dengan wajah yang bingung sementara semua mata yang berada di sekitar kantin tertuju padaku.
“Adrian kecelakaan Laa, gue tadi lihat dia di Jalan Pattimura dan sedang dibawa ke Rumah Sakit Medika, sepertinya parah deh Laa. Buru ke sana gih,” balasnya.
Tanpa aba-aba atau menunggu hal lain, aku langsung bergegas memesan ojek online dan mendatangi rumah sakit tersebut. Dari lobi aku langsung masuk ke arah pintu UGD, karena aku yakin Adrian masih berada di ruangan tersebut.
“Maaf Mbak, masih belum boleh masuk, sebab masih harus diobati dokter terlebih dahulu,” sanggah salah satu dokter yang sepertinya mengetahui gelagat ku untuk masuk ke dalam ruangan UGD.
Sembari menunggu, aku mencoba meraih ponsel di saku celana jeansku lalu aku mencari kontak yang bertuliskan mama Adrian. Ya, aku mencoba untuk menghubungi orang tua dari kekasihku ini.
“Halo Tante, ini Nala. Tante, sudah dapat kabar belum tentang Adri?” Ucapku yang langsung pada inti pembicaraan. Aku yakin mama Adri pasti sangat kaget, sebab nada ucapanku terlalu menggebu dan ritme nafasku juga tidak teratur.
“Nala, Adri kenapa? Mama belum mendapat informasi apapun,” jawabnya.
Mengetahui mama Adri belum mendapatkan informasi terkait kondisi anaknya, dan aku sangat mengkhawatirkan kondisi mama, aku coba menenangkan diri dan mencoba membuka obrolan dengan pelan-pelan. Harapannya mama tidak panik hingga sampai membuat serangan jantungnya kambuh.
“Te, saat ini Nala lagi sama Adri. Adri kecelakaan Te, dan saat ini sedang diobati oleh dokter di Rumah Sakit Medika. Tante kesini ya, Nala tunggu,” jawabku dengan pelan dan seolah mengatur ritme emosiku sebab air mata sudah tertampung dan siap ditumpahkan apabila tidak bisa mengatur emosi dengan baik.
Tidak lama kemudian Mama Adri datang, dan dokter pun masih berada di dalam UGD. Entah apa yang sedang dilakukan oleh dokter terhadap Adri. Aku dan mama Adri hanya bisa berharap Adri dalam kondisi yang baik.
“Nala, Adri kok bisa kecelakaan? Apa yang terjadi sebetulnya?” Tanya mama dengan wajah panik dan menangis.
Wajar saja seorang ibu menangis, mendengar anaknya gores di tubuhnya saja Ibu tidak bisa menerima apalagi ini kecelakaan dan sampai detik ini belum tahu tentang apapun kondisi anaknya. Aku mencoba menenangkan mama Adri meskipun di hatiku sama sekali tidak ada ketenangan. Perasaan takut muncul tidak ada habisnya. Seperti aku tidak ingin ada di momen seperti itu lagi, sebab aku tidak siap mendapatkan kabar buruk apapun.
“Tante, Nala juga tidak tahu. Tadi, Nala dikabarkan oleh Tita yang kebetulan Tita juga tahu dari papasan di jalan menuju kampus. Semoga Adri tidak kenapa-kenapa ya Te,” ucapku sambil mengelus bahu mama Adri, mencoba memberikan ketenangan sekali lagi kepadanya.
Tidak lama kemudian dokter membuka ruangan UGD tersebut dan langsung mencari wali dari Adri. Karena sudah ada mamanya, sehingga Dokter langsung membawa mama Adri ke ruangannya, sementara aku sudah diizinkan untuk menemui Adri dalam ruangan UGD.
“Sayang, kamu disini dari kapan?” Tanyanya dengan suara lirih.
“Dari pertama aku tahu kamu kecelakaan. Udah jangan banyak tanya dulu ya. Fokus sembuh dulu,” jawabku secara pelan, dengan mata yang sayu seakan tidak mampu menahan tangis.
Tidak lama kemudian, mama Adri datang dan memberikan kabar bahwa Adri harus di rawat inap supaya tahu proses penyembuhan dari lukanya secara signifikan dan konsisten. Lalu ia dibawa ke Ruang VVIP 1 Dahlia dan itu di lantai 3.
Selama Adri di rawat, setiap pulang kuliah aku selalu menjenguknya memastikan bahwa kekasihku ini sembuh dengan baik, makan dengan teratur, dan selalu memberinya dukungan untuk cepat sembuh. Meskipun terbilang tidak parah, namun terdapat cedera pada leher Adri, sehingga ia harus dipasang perban leher.
Sore itu, temen-temenku turut hadir untuk menjenguk Adri, ada Tita, Dini dan juga Ardi. Mereka membawakan buah dan sedikit bertanya tentang kronologis dari kecelakaan kekasihku ini. Namun, di tengah-tengah keseruan bercerita, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu seakan kode untuk segera dibukakan pintunya. Aku bergegas untuk membuka pintu tersebut, lalu ada perempuan cantik, berambut panjang ikal, mata sipit yang langsung menghampiri kekasihku.
“Baby, are you ok?” Sapanya.
Apa? baby? Seketika itu juga aku kaget dan tidak bisa berkata apapun. Aku hanya bisa menatap ketiga sahabatku. Tidak tahu harus melakukan apa, dan tidak tahu harus bagaimana. Dunia seolah beku, tidak mengalami pergerakan rotasi bumi. Hubungan empat tahun kandas karena satu momen yang baru saja terbongkar dan tidak terlupakan. Aku melihat dan mendengar sendiri perempuan itu menyebutnya dengan baby.
“Sejak kapan ia menjalin kasih dengan perempuan itu? Siapa perempuan itu? Bagaimana mereka bisa kenal?” Masih banyak pertanyaan yang muncul dalam pikiranku.
Setelah aku mendengar percakapan itu, Adrian sempat menahanku untuk pergi. Namun, aku sudah terlanjur sakit. Cinta yang aku bina selama empat tahun hilang.
Dear Adrian, kamu bukan hanya cinta pertamaku, melainkan juga patah hati pertamaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Karti
tak fikir mati eee selingkuh😔
2022-11-30
1