Setelah melakukan pemanasan ringan, Desi bersama teman-temannya langsung berunding untuk siapa berpasangan dengan siapa.
''Ini sekarang kita fokus bermain dulu ya.. untuk hasil akhir siapa yang terpilih dan pasangannya, kita wajib melibatkan wali kelas.'' ujar Desi dengan tegas agar tidak terjadi kesalahpahaman diantara mereka.
Diantara mereka pasti ada yang tidak kepilih, Desi tidak ingin berakibat pada saling singgungan. Untuk meraih keadilan, wajib ada pihak lain yang menjadi penentu, solusinya adalah wali kelas mereka.
''Siaap.'' jawab teman-teman Desi.
Semuanya sudah siap dengan raket masing-masing, dan shuttle cock mereka beli hasil dari iuran.
Mereka bermain dengan serius, karena hanya 6 orang yang akan maju, sedangkan lainnya harus siap legowo jika tidak kepilih.
Sesi pertama sudah selesai, keringat pun sudah membasahi wajah dan kaos yang mereka kenakan.
''Desi cocok nih jadi play maker, sergapan depan netnya oke juga.'' puji salah satu teman Desi yang bernama Adji itu.
''Haha cuma reflek aja itu Ji, masih kalah sama sergapan Mita.'' balas Desi sambil menunjuk temannya, Mita, yang tadi juga lebih banyak berada di depan.
''Ah, sama aja kayak kamu, Des.'' balas Mita.
''Ya ya, kita lihat di latihan selanjutnya.''
Setelah cukup beristirahat, mereka kembali melanjutkan latihan.
Semakin siang kondisi angin semakin kencang sehingga menghambat permainan mereka yang berada di area terbuka itu.
''Anginnya banyak woy, nggak enak banget.''
''Iya nih, cukup dulu deh latihan hari ini.''
Setelah merasa cukup latihan perdana, teman-teman Desi yang keringatnya sudah berkurang langsung mencuci tangan karena makanan yang sudah di olah oleh Desi dan mamaknya sudah disiapkan.
''Ayo-ayo makan, seadanya ya.''
''Ini mah enak banget, Des.'' ujar teman lainnya.
Teman-teman Desi menyantap makanan itu dengan lahap. Desi sangat senang karena yang ia sajikan sangat dinikmati.
°°
Di sekolah
''Denger-denger ketua osisnya mau ikut lomba juga mewakili kelasnya.'' ujar salah satu teman Desi.
Desi yang baru masuk kelas karena dari kantin langsung berhenti.
''Memangnya dibolehin ketua osis ikut lomba?'' tanya Desi penasaran.
''Nggak ada yang melarang, Des. Lagian ini juga lomba internal sekolahan kita. Anggota osis kan juga banyak dan nggak semuanya ikut lomba.'' jawab teman Desi.
Desi menggaruk kepalanya.
''Iya juga sih.''
''Pasti mau ikut lomba futsal ya? dia 'kan selalu kepilih mewakili sekolahan kita, tapi, di sepakbola sih ya. Eh tapikan sama aja itu main bola.'' ujar Desi masih penasaran.
''Denger-denger sih si Pras mau masuk badminton.''
''Apa?!'' seru Desi.
Teman Desi yang berada disebelahnya langsung mengusap wajah Desi dengan telapak tangannya.
''Biasa aja kali, Des! suaramu bikin jantungku mau copot!'' protes teman Desi.
''Maap-maap, Desi kaget aja dia pindah haluan hehe.'' balas Desi sambil nyengir.
"Semoga ketemu di final." bathin Desi berharap besar.
"Arrrggh, kepilih aja belum, sudah kejauhan halunya ke final!! dasar Desi!!" rutuk Desi dalam hati.
Sekolahan ini meskipun berada di desa, tetapi memiliki jumlah murid yang cukup banyak. Dari desa-desa sebelah pun banyak yang masuk ke sekolah ini. Pras juga merupakan salah satu pelajar dari desa lain yang mendaftar kesini.
Desi bersama teman-temannya yang berminat ikut lomba badminton melihat gedung baru di sekolah mereka. Gedung serbaguna tersebut memiliki kapasitas yang besar sehingga bisa menampung semua pelajar dan guru-guru jika sedang membuat acara.
''Nggak sia-sia memang bayaran kita untuk uang bangunan haha.'' ujar teman Desi melihat langit-langit gedung itu.
''Berarti pengurus sekolah kita benar-benar bisa bertanggungjawab.''
''Kita acungi jempol deh.''
Tak selang berapa lama, terlihat beberapa murid masuk ke gedung tersebut.
Desi dan teman-temannya langsung menoleh begitu mendengar suara rombongan.
Desi terdiam, seketika bibirnya terkunci rapat ketika melihat sosok yang selalu mencuri hatinya masuk dengan langkah cool-nya.
Gleg
Desi menelan ludahnya sendiri.
''Kalian yang mau ikut bulutangkis?'' tanya salah satu teman Pras.
Iya, rombongan Pras menghampiri rombongan Desi yang sudah lebih dulu berada disana.
''Iya, kita semua yang berminat. Soal siapa yang kepilih, nanti kita minta wali kelas yang nentukan.'' jawab teman Desi.
Desi menunduk, sebelumnya ia sempat beradu pandang dengan Pras. Tapi, jantungnya berdebar sangat kencang, ia tidak bisa mengontrol diri dan akhirnya memilih untuk menunduk.
''Desi.. Desiii.. kamu kepedean seorang diri! dianya biasa aja, please sadaarr!!'' bathin Desi.
Semuanya sudah saling mengenal. Jelas saja karena berada pada satu sekolahan. Hanya saja tidak begitu akrab karena berbeda kelas untuk mereka yang berada di gedung ini. Untuk para siswa lainnya banyak yang saling kenal dan akrab meskipun berbeda jurusan.
''Kelas kalian sudah menentukan siapa saja yang mau ikut lomba?'' tanya Ricko.
''Belum, kita seleksi dulu.'' jawab Pras.
''Oh, sama juga ternyata.'' Ricko menganggukkan kepalanya pelan.
Sesama penggemar olahraga bulutangkis, mereka saling menceritakan idolanya masing-masing. Ada yang sama, ada juga yang berbeda.
Desi tidak leluasa dalam berkata-kata, ia berada tepat berhadapan dengan Pras. Sehingga membuat jantungnya berdebar tidak karuan. Cerita tentang bulutangkis yang biasanya ia lancar menjadi gugup.
''Sepertinya sudah mau masuk.''
''Oh iya, kapan-kapan latihan bareng aja kalau sudah saling menentukan pemainnya.''
Semuanya setuju sembari berjalan menuju kelas.
Jam pelajaran terakhir di mulai, di mulai juga rasa kantuk yang mendera para pelajar ini. Yang sungguh-sungguh belajar pasti akan berusaha membuang jauh-jauh rasa kantuknya, sedangkan yang hanya memegang prinsip asal hadir menuruti kantuknya. Beberapa kali kepala salah satu murid yang disangga oleh tangannya sendiri hampir meleset, kedua matanya terpejam, tidak mempedulikan seorang guru yang sedang memberikan penjelasan di depan.
Dug!
Murid itu terkejut dengan sendirinya, dahinya menatap mejanya sendiri setelah meleset dari tangan.
Suara tawa memenuhi ruang kelas tersebut. Murid yang sudah kebal itu hanya cuek dan mengusap mulutnya dengan cengengesan lalu pura-pura membuka bukunya.
Pelajaran kembali dilanjutkan, bu Tanti kembali menjelaskan cara melakukan surat menyurat, cara pembuatannya, dan berujung pada tugas untuk membuat langsung di buku masing-masing.
''Untuk sekarang buat dulu di buku masing-masing, minggu depan kita praktekkan di komputer.'' ujar bu Tanti.
''Baik Bu.'' jawab murid dengan serempak.
Pukul 14.00 WIB, bu Tanti menyudahi mata pelajarannya hari ini. Tak lupa mengingatkan akan tugas yang harus dikerjakan oleh murid-muridnya.
Semua murid tampak sumringah, yang tadinya di serang oleh rasa kantuk langsung hilang dan berubah ceria.
Satu persatu murid bersalaman untuk keluar kelas. Bu Tanti menyusul keluar ketika semua murid sudah selesai. Murid-murid yang masih berada di teras kelas membungkukkan badannya ketika berpapasan dengan guru mereka.
''Mampir ke Indoapril dulu ya Des.'' ujar Siska
''Siap.'' jawab Desi.
Semua murid sudah keluar kelas. Sangat ramai jam pulang sekolah. Berbagai macam jenis motor dan suaranya memenuhi halaman sekolah.
Seperti yang dikatakan oleh Siska, ia menghentikan laju motornya di salah satu minimarket tersebut. Ia hendak membeli sesuatu. Desi yang tidak memiliki niat untuk membeli apapun memilih untuk menunggu diluar.
Setelah lumayan membosankan, akhirnya Siska keluar dengan menenteng barang belanjaannya yang cukup banyak.
''Borong, Sis?''
''Biasalah titipan kakakku.'' jawab Siska sembari menyantolkan dua kantong plastik besar itu.
''Ohh.''
Dua gadis remaja itu melanjutkan laju motornya. Karena sudah tidak jauh lagi menuju kediaman Desi, mereka cepat sampai. Dan seperti biasa, Siska langsung melanjutkan pulang ke kerumahnya setelah mengantarkan Desi.
Malam harinya, Desi berada di kamar. Tumpukan buku berada di hadapannya. Namun, ia tak mengambil bukul pelajaran apapun. Desi sedang memeriksa jadwal kegiatan yang sudah dipastikan.
''Banyak sekali jadwal kegiatan tahun ini. Akhir tahun prakerin. Kira-kira aku mau prakerin (praktek kerja industri) dimana ya.'' gumam Desi.
Selama ini ia hidup terpisah dengan keluarganya hanya saat mengikuti kegiatan kemah, selebihnya berada di rumah.
Desi menginginkan prakerin di tempat yang jauh, tetapi ia takut kalau tidak betah jika harus berhadapan dengan orang-orang baru.
''Pikir nanti saja deh, sekarang pikirkan yang paling dekat dulu. Fokus satu persatu, bismillah aja semuanya berjalan dengan baik.'' gumam Desi.
"Bismillah kepilih dan ketemu Pras di final, hihi." bathin Desi cengengesan sendiri.
Desi menyadari kemampuannya di dalam pelajaran tak sebagus lainnya, meskipun tidak terlalu buruk juga. Tetapi, ia berharap di masa sekolahnya memiliki cerita yang patut ia banggakan. Dan dengan mengikuti kegiatan-kegiatan merupakan harapan bagi Desi untuk mengapresiasi dirinya sendiri. Bahwa semua orang tidak sama, setiap manusia berbeda, dan setiap manusia berhak berhasil dijalannya masing-masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments