Desi menggeleng paham. Pasti mamaknya sedang terbawa cerita yang ada di layar kaca. Cerita yang intinya sama, alur ceritanya sudah bisa di tebak, hanya beda judul dan pemerannya saja, tetapi masih tetap menjadi kesukaan para emak-emak yang katanya mau mencari hiburan, walaupun kenyataannya justru emosi.
Seringkali Desi ikut duduk di samping mamaknya yang menonton televisi. Meskipun ia menatap layar hp, tetapi ntah kenapa isi televisi itu terekam di otaknya.
''Kalau ikut emosi tak matikan ini tipinya.'' ancam Desi sambil menggenggam remote.
''Yo, nggak.'' balas mamak.
Desi tidak ingin mamaknya seperti emak-emak lain yang terbawa alur cerita itu. Ikut emosi oleh adegan yang sudah diatur. Mereka dapat duit, kita darah tinggi.
''Kalau mau nonton sinetron ya nonton aja Mak, nggak usah ikut emosi. Mereka loh kerja terus dapat duit.''
''Iya.. udah sana kalau capek, tidur.'' balas mamaknya sedikit ngambek. Kebiasaannya ketika sedang tertohok dengan omongan Desi langsung berusaha mengalihkan.
Desi tidak bermaksud untuk melawan orangtuanya. Ia pun juga tidak melarang apapun yang dilakukan mamaknya, termasuk menonton televisi ini yang menjadi hiburan setiap hari ketika lelah dari kebun dan melakukan pekerjaan rumah lainnya. Hanya saja Desi tidak ingin mamaknya berlebihan, yang tadinya mau mencari hiburan lewat televisi, justru malah menambah tekanan darah.
''Kebiasaan Mamak kalau diajak ngomong serius pasti dialihkan. Sudah mau ashar ini Mak, nggak mungkinlah mau tidur.'' jawab Desi yang memilih untuk tetap duduk di samping mamaknya.
''Sudah dikamar aja sana, tadi masih hapean kan? ngapain disini..'' usir mamak.
Desi langsung tertawa.
''Hahaha.. bilang aja Mamak nggak mau di ganggu.'' ujar Desi.
Desi masuk ke dalam kamarnya dengan tawa yang masih tersisa dibibir.
''Dasar mamakku yang limited edition, haha.'' gumam Desi.
Desi meraih ponselnya dan melihat dunia maya. Gadis seusianya tentu saja sedang senang-senangnya dengan pergaulan. Termasuk pergaulan di dunia maya. Namun, Desi salah satu gadis yang tidak terlalu suka dengan dunia maya, ia memiliki akun sosial media hanya untuk sekedar punya.
Saat melihat status teman-temannya yang mencurahkan isi hati, marah-marah, dan lain sebagainya, Desi hanya bisa menggelengkan kepalanya. Sungguh perbuatan yang sangat membuang-buang waktu. Kelak akan menjadi kenangan yang menggelikan.
''Kapan sih aku terakhir upload foto?'' bathin Desi lalu mengarahkan ke profilnya.
''Haha.. ternyata aku upload foto kalau pas ada acara-acara aja.''
Belum lama Desi membuat akun sosial media ini, ia baru memilikinya saat kenaikan kelas XI. Jika dibandingkan dengan teman-temannya, Desi gadis yang ketinggalan teknologi modern.
Bukan tanpa alasan, Desi memiliki ponsel yang bisa dipakai untuk internet memang saat kelas X semester akhir. Itupun karena pelajaran di sekolahnya kerap membutuhkan internet untuk browsing, ada mata pelajaran email. Mau tidak mau Desi harus memiliki sendiri daripada harus pergi ke warnet. Seharusnya memang laptop, tetapi karena kondisi ekonomi, Desi tidak memaksa, cukup ponsel itu saja sudah membuatnya bisa mengakses internet secara pribadi tanpa kemana-mana.
''Ya ampun genk ini cantik-cantik banget.'' gumam Desi melihat postingan temannya yang mengunggah foto bertiga.
Desi melanjutkan scroll ke bawah, hingga ia menghentikan ibu jarinya saat muncul foto seseorang yang membuat jantungnya berdebar kencang.
''Cakep gini.. maa syaa Allah ... huuhhhh.'' Desi meraih cermin kecil yang tidak jauh darinya. Menolehkan pipinya ke kanan dan ke kiri.
''Lah bentukanku begini? naksir yang begitu?? sadar Dessss, sadaaarr ..!''
''Insinyur eh insecure''
Desi menepuk jidatnya sendiri lalu menyudahi bermain ponsel. Ia keluar dari kamarnya dan sudah tidak mendapati mamaknya.
Desi pun langsung mengambil air wudhu untuk melaksanakan shalat Ashar, dan setelah itu ia akan menyapu halaman rumah.
°°
Pagi seperti biasa, Desi berangkat ke sekolah bersama dengan Siska.
''Ayo berangkat sekarang aja Sis, jadwalku piket hari ini.'' ajak Desi.
Siska yang masih membersihkan matanya melalui kaca spion langsung menjawab "oke"
Kedua gadis remaja ini berangkat ke sekolah, jalanan sudah lumayan ramai kendaraan anak-anak sekolah. Dari arah berlawanan pun juga sama, menuju sekolahan SMA yang juga di desa ini.
Setibanya di sekolah, Desi dan Siska berjalan beriringan menuju kelas mereka yang berada di tengah-tengah antara ruang kelas jurusan pemasaran dan akuntansi.
Desi memasukkan tas gendongnya ke dalam laci, lalu menaikkan kursi-kursi plastik itu ke atas meja sebelum menyapu. Tak lama kemudian beberapa teman lainnya berdatangan, termasuk yang memiliki jadwal piket hari ini.
''Aku nyapu sebelah sini ya.'' ujar teman Desi.
''Oke.'' jawab Desi.
Dalam berkelompok, pasti ada aja yang cuma numpang nama. Saat ada pekerjaan, wujudnya ntah hilang kemana. Dan itu biasanya terjadi pada murid laki-laki.
Dan itu terjadi di kelompok piket Desi, teman laki-lakinya itu belum muncul sama sekali. Padahal teman kelas sebelah yang biasanya berangkat bersamanya sudah kelihatan. Tidak perlu dipertanyakan, temannya itu pasti di kantin sedang menikmati rok*k ketengan.
Dan benar saja, ketika bunyi sirine bahwa tanda masuk sudah berbunyi, laki-laki itu datang dengan santai dan berjalan sangat cool seperti tanpa dosa.
''Minggu depan ikut piket!'' omel Desi.
Laki-laki bernama Fian itu langsung menghentikan langkahnya.
''Gampang, kalau nggak lupa.'' jawabnya santai lalu menuju ke bangkunya yang paling belakang.
Konon katanya, yang milih duduk paling belakang termasuk golongan murid-murid pemalas.
''Beneran Fian! awas aja kalau bohong!'' seru Desi lagi.
''Berisik amat sih perempuan, tuh Bu Anita datang.'' tunjuknya.
Desi pun langsung menoleh, dan benar saja, guru spesialis kejuruan itu sudah melangkah kesini karena jadwalnya berada di jam pertama, sungguh membagongkan.
Mata pelajaran pagi ini sudah di mulai. Jam pertama dibuka dengan salah satu pelajaran kejuruan yaitu tentang surat menyurat. Pelajaran yang membuat isi tas penuh dengan buku besar.
''Hari ini kita praktek komputer ya anak-anak.'' ujar bu Anita.
Ya Buuu...
Semua murid menjawab serempak.
Di bandingkan dengan jurusan lain, jurusan ini lebih banyak mendapatkan jadwal praktek komputer.
Karena fasilitas komputer yang masih terbatas, sehingga membuat pihak sekolah membuat perkelompok untuk melakukan praktek komputer agar terbagi rata.
Meskipun Desi bukan murid yang paling berprestasi di kelasnya, tetapi ia selalu masuk dalam kelompok satu, perkelompok berjumlah 9 murid.
''Yang berada di kelompok satu silahkan ke lab komputer sekarang, nanti Ibu akan menyusul. Sedangkan yang berada di kelas, kalian catat materi ini.'' ujar Bu Anita dengan membuka buku besarnya.
Ya Buuu..
''Fitri.. kamu yang mendikte, halaman 22 sampai halaman 26.'' tunjuk Bu Anita kepada muridnya yang memiliki suara lantang tersebut.
''Baik Bu.'' jawab Fitri seraya menerima buku tebal itu dari tangan gurunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments