Peserta rapat beralih menatap peserta yang menyahut usulan Desi.
''Ya, benar, untuk itu aku memiliki pemikiran sektor tunggal tidak dimainkan. Cukup sektor ganda saja, hitung-hitung untuk mencoba lapangan baru.'' timpal Desi.
''Ya benar juga.''
''Setuju Des.''
''Setuju sih usulan Desi.''
Beberapa peserta rapat menyetujui usulan Desi.
''Baiklah, karena masih menuai pro-kontra, kita lihat presentase usulan Desi.'' ujar ketua osis kesayangan Desi itu.
Desi seketika ingin ambruk saat namanya disebut. Hatinya lemah, namun, seketika ia langsung bisa sadar untuk profesional. Padahal bukan kali pertama namanya disebut.
Meleyot hati adeek😭 begitulah bathin Desi.
''Kamu sendiri gimana, Pras? setuju apa nggak sama usulan Desi?'' tanya peserta rapat yang kurang setuju dengan usulan Desi tadi.
Pras pun beralih menatap gadis cantik itu.
''Aku pribadi menyukai bulutangkis, jadi tidak ada salahnya jika tahun ini kita masukkan ke daftar yang akan diperlombakan, sekalian coba lapangan baru, 'kan.'' jawab Pras.
Mendengar jawaban Pras, senyum Desi langsung mengembang karena seperti mendapatkan support system. Gadis tadi mendengus kesal lalu memberi tatapan sinis kepada Desi.
Sebenarnya mereka sedang tidak ada masalah. Hanya pro kontra antara pendapat saja. Desi tidak mau ambil pusing.
''Oke baik.. yang tidak setuju bulutangkis diadakan tahun ini silahkan angkat tangan ..!'' seru Pras dengan suara tegasnya yang memang sangat cocok dengan gelarnya sebagai ketua osis.
Semua peserta rapat celingukan.
Senyum Desi kembali mengembang ketika melihat yang mengangkat tangan hanyalah tiga orang. Dan sudah dipastikan itu adalah se genk yang sudah kompak untuk kontra dengan keputusan Desi.
''Berarti yang lain setuju ya?'' tanya Pras memastikan kembali.
''Setuju, Kak.'' jawab dari peserta rapat kelas X.
''Setuju, Pras.''
Sahut mereka.
''Oke kalau begitu, yang pertama bulutangkis.'' Pras menuliskan bulutangkis pada papan putih dengan spidol yang sedari tadi ia pegang.
''Futsal sama voli, itu aja deh nggak usah banyak-banyak .'' sahut lainnya.
''Gimana dengan yang lain?'' tanya Pras.
''Setuju, tiga itu aja sudah memakan banyak waktu, kita juga perlu biaya yang tidak sedikit untuk melaksanakan acara ini agar berjalan dengan baik.'' cetus lainnya.
Pras pun mengangguk setuju, lalu melanjutkan kembali menulis dua cabang olahraga berikutnya yaitu futsal dan bola voli.
''Baik ya, untuk cabang yang diperlombakan cukup tiga ini saja.''
Yaaaaaaaaaaa...
Sahut peserta rapat kompak kecuali tiga gadis yang tidak menyetujui usulan Desi.
''Oke, untuk peserta yang akan ikut lomba, silahkan kalian koordinasi dengan teman-teman sekelas kalian.'' ujar Pras.
''Untuk panitia lomba, nanti kita rapatkan lagi.'' imbuh Pras.
"Ada pertanyaan lagi?" ujar Pras.
Beberapa detik tampak saling celingukan.
"Oh ya, apa anggota osis boleh ikut lomba?" tanya satu teman dari kelas Desi.
"Boleh." jawab Pras. Karena dalam benaknya pun juga menginginkan ikut serta dalam perlombaan itu.
"Semoga tidak semuanya ikut lomba ya, nanti nggak ada yang jadi panitia kalau semua ikut lomba." canda Pras.
Semuanya peserta rapat pun menyetujui dan Pras menyudahi rapat hari ini.
°°
Desi tiba rumah sekitar jam 15.00 lebih. Ia diantar oleh temannya yang berbaik hati selalu memberikan tumpangan.
''Makasih ya Sis.'' ucap Desi setibanya di rumah dan diantar oleh Siska.
''Oke, langsung pulang ya.'' seru Siska sembari memutar arah motor maticnya.
''Oke, hati-hati.''
''Yaa..!'' seru Siska.
Desi besar di keluarga yang sederhana, kedua kakaknya sudah menikah dan memiliki rumah masing-masing. Kedua orangtuanya berprofesi sebagai seorang pekebun. Kendaraannya hanya satu dan selalu di bawa ke kebun oleh bapaknya.
Sebetulnya bapaknya juga bersedia mengantar jemput, sejak awal masuk ke SMK pun sudah melakukan hal itu. Tapi, keberuntungan selalu Desi dapatkan, sama halnya ketika ia masih duduk di bangku SMP. Sayangnya teman yang selalu mengantar jemputnya saat masih SMP itu tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya karena alasan ekonomi, dia memilih masuk ke yayasan penyalur tenaga kerja di ibukota.
Ketika sudah masuk SMK, Desi bertemu dengan teman-teman baru, dari sekolah-sekolah yang berbeda. Kebetulan Desi sekelas dengan Siska, dia berasal dari desa lain, tapi, untuk menuju ke sekolahan, ia melewati rumah Desi sehingga justru Siska lah yang awalnya memberikan penawaran itu saat mereka sudah kenal baik, itung-itung agar dia tidak sendirian ketika masuk ke gerbang sekolah.
Penawaran yang baik tentu saja diterima baik oleh Desi. Setiap pagi Siska selalu menghampirinya, kecuali saat izin. Saat satu minggu sekali, Desi memberikan beberapa uang untuk membantu beli bensin. Yang pasti uang dari mamaknya dong, hehe.
''Assalamu'alaikum..'' ucap Desi sembari memutar handle pintu.
''Wa'alaikumussalam.'' jawab mamaknya dari dalam.
''Kok baru pulang, Des?''
''Iya Mak, rapat osis dulu.'' jawab Desi mencium punggung tangan mamaknya.
''Ya sudah ganti baju sana.''
''Oke Mak.'' jawab Desi langsung menuju kamarnya yang minimalis itu.
Desi segera masuk ke dalam kamarnya untuk berganti pakaian. Seragam sekolahnya sudah mengeluarkan aroma keringat karena sudah dari kemarin di pakai.
..
''Desi.. makan dulu!'' seru mamak dari luar memanggil putrinya.
''Iya Mak, sebentar.'' balas Desi yang tak kalah seru.
Ceklek
Desi menutup pintu kamarnya lagi.
''Hapeannya nanti lagi!'' omel mamak melirik putrinya sekilas lalu kembali menatap layar televisi.
''Enggeh Ndorooooo..'' jawab Desi menirukan suara wanita Jawa yang sangat halus.
Mamak tidak menjawab, hanya melirik sekilas.
Desi mencuci tangan dan wajahnya terlebih dahulu, dan juga kakinya yang berjam-jam terbungkus kaos kaki. Kalau di cium pasti yang mencium kakinya langsung pingsan.
''Makan-makan.'' sorak Desi seperti belum makan setahun.
Desi membuka tutup saji di atas meja, memperhatikan satu persatu menu disana. Tidak banyak, tumis labu dan tempe goreng. Menu sederhana yang penting mengenyangkan.
Desi sudah memenuhi piring yang diambilnya, menikmati makan sorenya tanpa menggunakan sendok. Hal yang biasa ia lakukan ketika dirumah, makan tanpa menggunakan sendok kecuali sayur bening, dan menu berkuah lainnya.
''Kelamaan pake sendok, nggak nikmat.'' gumamnya.
Desi menikmati makanan itu dengan sangat lahap. Ia tidak pernah repot soal makanan, asalkan jangan dimasakin jantung pisang, pare, cepokak, rebung, dan batang talas. Nama-nama itu masih aneh di lidah Desi. Padahal di desanya sudah hal biasa orang-orang mengolah itu, bahkan banyak yang menyukainya. Ya begitulah hidup, yang menurut orang lain enak, belum tentu menurut kita juga enak.
Desi langsung mencuci piringnya dan meletakkan di rak setelah selesai makan. Ia tidak suka menumpuk piring kotor. Saat masuk ke dapur dan melihat satu gelas kotor pun langsung ia bersihkan. Menunda dan menumpuk justru membuat Desi semakin malas mengerjakannya. Begitu juga dengan pakaian, ia mencuci pakaian dua hari sekali.
Daripada memasak, Desi memilih untuk bersih-bersih rumah beserta halaman depan, samping, hingga belakang. Ia hanya memasak jika menginginkan makanan tertentu dan ingin ia olah sendiri. Tapi, soal masakan sehari-hari, ia tak pernah ikut campur kecuali keadaan mendesak seperti saat itu, ketika salah satu kakaknya dirawat di tempat salah satu seorang mantri yang berada di desa sebelah dan mamaknya menemani, mau tidak mau, ia harus memasak sendiri untuknya dan juga bapak.
"Hahhh alhamdulillah." gumam Desi setelah meneguk air mineral yang berhasil melegakan tenggorokannya.
"Kapokmu kapan! huh! ketangkep kan! sukurin!'' seru mamak Desi dari dalam sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Yuli Fitria
Terimakasih kak Author sudah mengembalikan Desi 🤭😍
2022-11-21
1
Yuli Fitria
🤮🤮asli Des pasti bau pakek banget
2022-11-21
1
Sabrina
mamaknya Desi lagi liat sinetron ikan terbang touch😁
2022-11-20
2