SUDAH DI BAB 2, SUDAH DIMAKSUKKAN KE RAK BUKU DENGAN MEMASUKKAN FAVORITE BELUM?
\==================================================================================
Walau saat SMA kami tidak satu sekolah, kami masih sering bertemu karena kami satu gugus depan atau GUDEP Pramuka di SMP kami. Kami berdua memaang aktivis gerakan pramuka. Karena sudah lulus SMP kami menjadi penegak melatih siaga. Lalu kami terus aktiv hingga kami harus sibuk kuliah dan menikah
Bayu menyatakan cinta ketika aku lulus dari SMA dan dia masih kuliah.
Kami menikah dengan cukup mewah karena Bayu anak tunggal dan ayahnya punya tiga buah mini market.
“Seperti tadi istri saya katakan, dia bukan anak kami lagi. Kami menyesal mempunyai anak lelaki yang tak punya moral seperti dirinya. Dan seharusnya kalau dia bukan banci, di segera menjatuhkan talak yang kamu minta Wien,” pak Joko ayah mertuaku menyindir lelaki itu. Lelaki yang selama dua tahun menjadi suamiku.
Sementara Indarwati yang biasa dipanggil bu Iin dan pak Teguh Susilo kedua orang tuaku sejak tadi hanya terdiam. Mereka merasakan beban batinku. Mbak Asih yang sejak tadi menggendong Awan sejak ibu mertuaku akan mengambil tas Ririn juga aku lihat berusaha tegar.
Aku perhatikan Bayu suamiku tercekat mendengar kata-kata ayah kandungnya yang sangat menusuknya.
“Dan kamu Wien. Kamu anak Ibu, walau bedebah itu sudah menceraikanmu. Rumah ini milikmu. Karena Ibu dan Ayah membelikan untukmu sebagai hadiah ketika kamu hamil. Ini bukan harta gono gini. Yang harta gono gini adalah mobil yang digunakan lelaki itu. Kamu harus minta itu dibagi dua,” seru bu Iswarni lagi.
Memang sehabis menikah ibu dan bapakku tidak membolehkan aku dan Bayu mengontrak. Kami tinggal bersama mereka dan Wienarno adik bungsuku di rumah mereka di jalan Gaharu 1. Sedang mbak Asih dibawa suaminya mas Slamet Kasmojo tinggal di Terogong.
Mertuaku sangat baik. Dia pernah keguguran sebelum mendapatkan Bayu. Dan ketika Bayu SD mertua hamil lagi tapi kembali keguguran dan disarankan untuk berhenti berusaha punya anak lagi. Jadilah Bayu menjadi anak tunggal mereka.
“Kamu gadis pertama yang Bayu kenalkan ke Ibu,” demikian dulu mertuaku berbisik padaku saat pertama kali aku diajak Bayu ke rumahnya. Saat itu aku masih kuliah semester kedua. Ibu juga bertanya mengapa aku memilih D3 bukan S1 saja.
Saat itu memang aku kuliah dengan dana pas-pas an. Bapak bukan pegawai tinggi yang bisa menguliahkanku sedang Arno masih sekolah di SMK yang biaya praktik hariannya sangat besar karena dia ambil jurusan otomotif. Aku ngotot kuliah dan berjanji pada bapak akan menanggung separo uang kuliahku.
Saat Bayu mengajukan lamaran, bu Iswarni mengatakan aku akan menjadi putrinya, bukan menantu. Dan memang seperti itu kenyataannya. Dia sangat menyayangiku. Saat aku memperlihatkan test pack bergaris dua dia memelukku erat, dan seminggu kemudian dia datang ke rumahku memberi hadiah berupa rumah atas namaku.
“Bayu, sekarang Wiwien sedang hamil. Kamu harus membeli mobil. Jual motormu itu,” perintah ayah mertuaku saat itu. Maka Bayu pun menjual motornya dan dengan tambahan uang tabungan kami, kami mengambil sebuah mobil baru dengan uang muka yang cukup besar sehingga angsuran yang kami harus bayarkan selama satu tahun tidak terlalu membebani kami yang masih merangkak dalam penghasilan dikantor.
Mobil itu sudah lunas ketika Awan berusia tiga bulan.
“Cepat!” kata-kata ayah mertuaku menyadarkanku dari lamunan masa lalu.
WIENARNI END POV
****
BAYU POV
Istriku baru saja melahirkan dua bulan lalu, minggu depan dia sudah harus masuk kerja karena cuti melahirkannya hanya tiga bulan. Sejak satu bulan lalu dia sudah meminta pada ibuku dan ibunya mencarikan pembantu rumah tangga yang bisa merawat anak bayi.
Di rumah sudah ada mbok Ranti, seorang asisten rumah tangga yang sudah cukup umur. Mbok Ranti ikut mertuaku sejak Wiwien SMA. Dan sejak kami pindah ke rumah ini dia memang ikut Wiwien.
Tapi Wiwien tak tega bila mbok Ranti menjaga Awan. Dia ingin ada tenaga lain yang menjaga anak kami itu. Tapi Wiwien tak ingin mencari tenaga baby sitter. Dia ingin pembantu rumah tangga biasa saja.
Akhirnya ibuku mendapat seorang gadis polos dari desa yang terpaksa berhenti sekolah karena tak ada biaya. Dia baru naik kelas dua SMK atau baru selesai kelas sepuluh saja. Naik kelas sebelas tapi berhenti.
Dua minggu ibu melatih Ririn -nama gadis itu- menggunakan alat rumah tangga seperti mesin cuci dan majic jar serta setrika. Ibu melatih Ririn menyetrika baju, mengepel dengan alat pel yang bukan sekedar lap pel biasa. Setelah siap baru Ririn diantar ke rumahku.
Satu minggu ibu menginap di rumahku melatih Ririn merawat Awan. Ibu tak ingin langsung meninggalkan Ririn mengasuh Awan. Tentu dia tak ingin cucu pertamanya salah penanganan.
***
Suatu hari ada berkas yang aku lupa bawa ke kantor. Aku mengambilnya dan aku lihat ternyata Ririn punya ponsel yang cukup bagus.
‘Kalau dia tak ada biaya untuk sekolah, mengapa dia punya ponsel bagus?’ batinku. Saat itu Ririn sudah satu bulan mengasuh Awan.
Akhirnya tanpa sadar aku memperhatikan pakaiannya. Bukan baju pudar yang jelek. Pakaian yang dia pakai cukup bagus dan modis untuk anak seusianya. Bukan seperti pakaian orang desa yang kekurangan uang.
“Kamu sedang melihat apa?” tanyaku penasaran.
“Eh Bapak. Koq pulang?” tanyanya berdiri dari sofa ruang tamuku.
Aku tak menjawab dan memperhatikan apa yang terlihat diponselnya. Dia sedang search toko pakaian online yang cukup terkenal.
‘Anak desa belanja online? Berarti dia pakai mBanking atau bayar COD,” pikirku.
Aku mengambil berkasku dan duduk di sofa. “Kamu mengapa berhenti sekolah?” tanyaku penasaran. Saat ini aku hanya penasaran saja karena selama dia bekerja di rumahku, aku belum pernah mengajaknya bicara.
“Orang tua saya enggak ada biaya Pak,” sahutnya sambil ikut duduk disebelahku tanpa ragu. Saat itu dia menggunakan baju terusan selutut yang tersingkap saat dia tiba-tiba duduk. Dan dia tak segera membenarkan roknya ketika tahu aku melihat paha mulusnya.
Seharusnya saat dia duduk di sebelahku bukan di seberangku. Aku harus berpikir jernih dan mewaspadai hal buruk. Tapi aku tak berpikir itu. Aku menganggap dia duduk disebelahku adalah hal wajar.
“Saya koq ragu. Kalau tak ada biaya, bagaimana kamu bisa beli baju online dan punya ponsel sebagus itu?” tanyaku curiga.
“Itu … itu, jawabnya bingung.
“Katakan sejujurnya,” jawabku sambil memberi usapan di pahanya agar dia merasa nyaman. Serius sumpah demi apa pun, saat itu aku tak ada pikiran kotor untuk menggodanya atau mengambil keuntunga. Aku hanya ingin dia menjawab pertanyaanku tanpa merasa bersalah. Aku tak bermaksud buruk. Hanya ingin dia nyaman bercerita saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 234 Episodes
Comments