Mita adalah sepupu Bela. Anak pertama dari Kakak Mama Iren. Antara Bela dan Mita terpaut tiga tahun saja.
Umur Mita sekitar tiga belas tahunan. Karena dulu Mama Iren menikah duluan dari Mak Tua Lia.
Setelah mendengar kabar duka itu lewat telepon. Keluarga Bela bersiap-siap segera menuju rumah Mak Tua Lia. Rumah Mak Tua Lia agak berdekatan dengan rumah Nenek Usni.
Dua buah motor membawa mereka ke rumah duka. Pak Kusman membonceng Bela dan Mama Iren membawa pakaian yang telah mereka siapkan.
Sebenarnya Bela sudah bisa mengendarai motor. Tetapi karena Bela sering melihat hal aneh, Bapak dan Mamanya tidak ingin terjadi sesuatu kepada Bela.
"Bel, kamu nggak usah lihat mayatnya Mita ya." Kata Pak Kusman.
"Kenapa Yah?" Tanya Bela.
"Kalau kamu takut saja." Kata Pak Kusman.
"Enggak Yah, Mita kan adik Bela." Jawab Bela.
Hampir satu jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di kediaman Mak Tua Lia. bendera kuning suda terpasang di depan rumah.
Mama Iren sudah menyerbu kerumunan pelayat. Ia memeluk Mak Tua Lia yang matanya sudah sembab.
Jarum masih menunjukkan pukul 07.00WIB. Namun sanak dan tetangga sudah berdatangan melayat.
Tua adat menyampaikan bahwa Mita harus di mandikan. Setelah itu akan di makamkan sekitar jam 09.00WIB.
"Sekarang hampir menunjukan pukul 07.30WIB, Anak kita Mita silahkan di mandikan terlebih dulu." Kata Tua Adat.
Mak Tua Lia terlihat sangat terpukul. Ia selalu menangis sambil mengikuti Para Ibu yang membantu memandikan jenazah.
Mama Iren juga membantu memandikan Mita di dalam bilik yang sudah di disediakan. Sedangkan Bela tetap menunggu diruang tamu bersama pelayat yang lain.
Setelah jenazah dimandikan, ia dibawa kembali ke dalam ruang tamu sudah di dalam kain kafan.
Selang beberapa waktu, ada seorang pelayat datang dengan baju serba hitam. Ia meminta agar kain kafan di buka sejenak. Ia ingin melihat Mita.
"Tolong penutupnya di buka sebentar, saya ingin melihat cucu saya." Kata wanita tersebut.
"Maaf Nek, ini baru saja dimandikan dan mau segera di makamkan." Kata salah satu Ibu.
"Saya bisa saja marah, kalau tidak melihat cucu saya." Kata perempuan tua itu.
Semua orang terdiam, dalam hati mereka tidak mengenal wanita ini. Karena tidak mau ribut dalam suasana duka, Pak Tua Irman mempersilahkan perempuan tua pelayat itu melihat wajah Mita.
Setelah wajah Mita terlihat. Bela sangat sadar melihat mata Mita terbuka dan bercakap kepada perempuan tua.
Bela menyaksikan hal tersebut mulai merasa aneh. Terlebih ia tidak mendengar bahwa Mita sedang mengalami sakit selama ini.
Tetapi dengan perasaan yang di beranikan. Bela tetap melihat kearah wanita tua itu. Bela tidak mau kalah dengan rasa takutnya.
Setelah bercakap dengan mayat Mita. Wanita tua itu melotot kearah Bela dengan kemarahan. Bela sadar ada mata yang memandang.
Bela dengan perasaan tak menentu, Ia balik melototi wanita tua. Namun perasaannya di penuhi tanda tanya. "Siapa wanita ini?" Tanya Bela dalam hati.
Sesudah melihat wajah Mita, wanita itu mundur dan permisi pulang. Sebenarnya semua orang yang ada di sana bertanya-tanya.
Mereka berbisik satu sama lain. Tetapi untuk menjaga perasaan keluarga, tidak ada yang berani mengungkapkannya secara langsung.
Selepas itu, jenazah Mita di bawah ke makam. Setelah pembacaan doa sejenak di rumah duka.
Pemakaman kurang lebih berjarak lima ratus meter dari rumah duka. Mereka kaum laki-laki sanak keluarga menggotong keranda jenazah Mita.
Bela mengiring di belakang bersama Mama Iren dan keluarga besar yang lain. Bela ingin menyaksikan langsung proses pemakaman Mita.
Sesampainya di depan galian untuk memakamkan Mita. Semua sanak keluarga berdoa melepas kepergian Mita.
Bela pun melakukan hal yang sama. Ia mendoakan Mita agar di terima oleh Sang Maha Pencipta. Sehabis berdoa bersama, tubuh Mita segera di angkat dan dimasukan kedalam liang.
Sesudah Jenazah Mita diletakan dengan benar. Mereka perlahan menutup kembali liang dengan tanah galian tadi.
Liang sudah tertutup dengan rata. Tak di sangka Bela melihat seekor monyet kecil. Melompat-lompat di atas kuburan Mita. Ia menatap Bela dengan tajam.
Bela merasa ini sangat ganjil. Ada seekor monyet bisa berada di tengah-tengah kerumunan. Lebih anehnya lagi, ia tidak merasa terganggu sama sekali.
Monyet itu terus memandangi Bela. Bela akhirnya punya ide, siapa tau monyet itu akan mengikutinya setelah ia agak sedikit menjauh dari kerumunan.
Bela pelan-pelan keluar dari ke kerumunan. Ia mundur sedikit kebelakang. Ia tidak melihat monyet itu mengikutinya.
Namun benar saja, saat ia sendirian duduk di bawa bunga kamboja. Monyet itu melompat di depannya. Bahkan ia memegang tangan Bela.
"Kamu siapa?" Bisik Bela.
"Kak, ini saya Mita. Bagaimana Kakak bisa melihat Mita? Mita Takut di sini Kak." Kata Monyet itu.
Bela melihat ke kanan dan ke kiri sebelum berbicara. Ia tau jaraknya hanya lima meter saja dengan kerumunan. Siapa tau ada orang melihatnya berbicara sendiri dan mengira ia kesurupan.
Setelah memastikan tidak ada orang yang mendengar. Bela kembali memandang monyet itu.
"Kalau kamu benar Mita, mengapa kamu seperti ini?" Tanya Bela dengan pelan.
"Kak, kita semua sudah menjadi tawanan raja siluman. Tentunya Kakak tau semua." Kata Monyet itu.
"Mita kamu yang sabarnya, Kakak memang tidak bisa menghidupkan mu sebagai manusia lagi. Tapi setidaknya kamu bisa menghadap Sang Pencipta dengan tenang Mit." Kata Bela.
Bela meneteskan air mata, mengenang adik sepupunya berakhir seperti ini. Monyet itu kembali melompat-lompat, seperti memberi pertanda.
"Kak, nanti Raja monyet marah. Saya kembali dulu." Kata Monyet Mita.
Belum sempat monyet itu pergi. Tiba-tiba ada suara menggelegar tertawa.
"Mita, Mita...Apa kamu tau, karena Bela. Kamu menjadi tumbal seperti ini." Kata wanita tua.
"Mit, Kakak tidak pernah melakukan apapun." Kata Bela.
"Hahaha, seandainya kamu mau mengakui bahwa kamu memang Ratu Arabella. Semuanya bisa terkendali." Kata wanita tua.
Wanita tua menghilang dari hadapan Bela dan monyet Mita. Bela bingung harus berkata apa.
"Mit, percayalah kalau Kakak menyetujui menjadi Ratu Iblis. Bukankah kita akan selamanya menjadi budak." Kata Bela.
"Iya Kak, mungkin ini sudah takdir Mita." Kata monyet Mita.
Monyet itu menangis merasa takdir ini sangat sulit ia jalani. Tubuhnya memang sudah di makamkan dengan baik. Tapi Rohnya menjadi siluman seperti ini.
"Mita yang sabar ya, Kakak janji besok kakak akan mendatangi Raja siluman itu." Kata Bela.
"Untuk apa Kak? Bisa-bisa Kakak juga bernasib seperti saya." Kata Mita takut.
"Mit di sana kamu akan bekerja paksa. Sebelum Kakak bisa mengalahkan kerajaan Siluman Kera, setidaknya kamu bisa ditempat lain." Kata Bela.
"Baiklah Kak, Mita sayang Kakak." Kata Monyet itu.
"Iya Dek, kita berpisah dulu." Kata Bela.
Tangis Bela pecah. Tanpa di sadari Mama Iren sudah lama di sampingnya. Rombongan yang mengantar ke makam sudah berbalik untuk pulang ke rumah masing-masing.
"Ada apa Nak?" Tanya Mama Iren.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments