Rantai keluarga yang terputus bab 5

Sudah dua tahun berlalu, tiaksuh belum juga menemukan obat untuk anak-anaknya itu. Uang sudah benar-benar habis, jangankan membeli obat, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sulit. Tiaksuh sudah putus asa dan menganggap sudah tidak ada harapan lagi. Lalu ia mulai teringat akan sawahnya yang jadi jaminan hutangnya sama maryatul adiknya dulu. "Tapi tidak mungkin bisa mengambil begitu saja" pikir tiaksuh, kemudian dia mulai memutar otaknya untuk menggunakan sawah itu, ia menemui adik istrinya, meminjam uang dengan janji akan menjual sawahnya bila tidak melunasinya, adik iparnya mempercayainya begitu saja tanpa ada pegangan sama sekali, hanya menggunakan kwitansi sebagai tanda bukti.

Tahun demi tahun telah berganti, adik ipar tiaksuh sedang ada kebutuhan yang mendadak untuk uang sekolah anaknya, ia harus melunasi biaya sekolahnya secepat mungkin kalau tida anaknya tak bisa ikut ujian. Adik ipar tiaksuh bukanlah orang kaya, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari hanya mengandalkan perkebunan yang tak seberapa. Di tahun ini hasil dari perkebunannya kurang bagus, malahan termasuk gagal panen. kini ia teringat atas hutang kakak iparnya dulu dan ingin menagihnya, hanya itu satu-satunya harapan. Tiaksuh memiliki enam orang anak, lima laki-laki dan satu perempuan. Dua orang anaknya sakit ngak sembuh-sembuh membuat ia syok berat. Anaknya yang tertua bernama dodoi, ia sudah berkeluarga dan memiliki dua orang anak. Dia lah yang selalu membantu orang tuanya mengobati adik-adiknya itu.

Pada suatu hari adik ipar tiaksuh datang menagih hutangnya itu, "assalamualaikum", "wa'alaikumsalam" jawab marlilis istri tiaksuh. "ehhhh adik.... silakan masuk", mukti masuk kerumah kakaknya dan langsung duduk. "Ayuk kakak ipar ada?" tanya Mukti adik ipar tiaksuh, "ada di belakang melihat kondisi ideng yang di pasung", "kasian sekali ideng" jawab Mukti, "saya mau lihat kondisinya" Mukti melanjutkan, dan langsung beranjak menuju tempat ideng di pasung. "assalamualaikum kak" "wa'alaikumsalam" sahut tiaksuh, "gimana kondisi ideng ada perubahan" tanya Mukti adik ipar tiaksuh. "tidak ada, malahan tambah para dik...." tiaksuh menjawab dengan nada sedih. melihat perihal ini Mukti tidak enak menagih hutang di saat-saat begini, tapi ia sangat membutuhkan uang untuk anaknya sekolah, kalau tidak anaknya bisa putus sekolah." hemmmm... begini kak..., anakk adik lagi butuh uang sekolah dengan mendesak bisakah kakak mengembalikan sedikit yang di pinjam dulu" suara Mukti pelan dan dia takut menyinggung kakak iparnya itu." kalau ngak bisa mengembalikan semua sedikit juga ngak apa-apa, yang penting anak adik bisa sekolah" sahut Mukti dengan nada mengiba."maaf dik... kakak benar-benar tak punya uang, kakak belum bisa mengembalikan hutang kakak walaupun sedikit", lalu Mukti menjawab pelan "kakak pernah berjanji mau menjual sawah kakak bila tak bisa melunasi", ..." itu alternatif terbaik kayaknya kak..." Mukti menyelesaikan pembicaraannya. mendengar itu tiaksuh jadi tak enak, kemudian dia menyuruh Mukti adik iparnya itu mengambil surat-surat kepemilikannya kerumah adik kandungnya maryatul. "baik lah kalau begitu adik ambil surat-surat ke Maryana, bilang saya yang menyuruh " pinta tiaksuh ke adik iparnya, "baiklah kak... saya ke situ sekarang", bergegas Mukti menuju rumah Maryana untuk mengambil surat sertifikatnya. "assalamualaikum" Mukti mengetok rumah Maryana, "wa'alaikumsalam" jawab maryatul dan langsung membukakan pintu, "mukti...silakan masuk" "ada perlu apa ti...?tanya Maryana, "kakak tiaksuh menyuruh saya mengambil surat-surat sawahnya". "apaaa... maryatul jadi geram dan marah, "dia telah meminjam emas 4 ons, kayu sebayur 10 kubik dan kerbau 7 ekor sama saya dan belum ada itikad mengembalikannya"."saya di tinggalkan suami saya karena memikirkan dia, dasar tak tau malu" melihat kodisi ini Mukti juga ikut geram, dan amarahnya memuncak, seolah-olah di permainkan dan di bodoh hi selama ini."kurang ajar,belum tau siapa aku" ucap Mukti dalam hati. "sebaiknya kau pergi dari sini, kalau tidak aku akan teriak" maryatul mengusir Mukti dan sambil mengancam. Mukti hanya diam, amarah memuncak dan rasa ingin membunuh terlintas di otaknya. kemudian tanpa bicara keluar dari rumah maryatul dengan wajah memerah. Mukti berjalan dengan cepat dan langsung pulang kerumahnya. tam.... Tummm... dorr...!! Mukti mengamuk sendiri dirumahnya menendang meja ,membanting kursinya, tetangga yang mendengar amukan Mukti ketakutan dan tak berani mendekat apalagi bertanya. Tak selang waktu beberapa jam Mukti keluar dari rumahnya, berlari seperti orang kesurupan, orang-orang melihat kejadian itu tercengang, "mengapa orang itu berlari" "apa yang terjadi" tanya orang-orang penasaran, tapi ada satu orang yang melihat dia membawa pedang, "dia membawa pedang cepat kita cegat, dia pasti ingin membunuh" teriak orang itu, kemudian orang-orang berlarian mengikuti arah Mukti berlari.

"Tiaksuh......!!!! keluar kau bajingan...... kau telah menipuku, keluar kau.." mendengar teriakan itu dodoi anak tertua tiaksuh dari tadi berada di dalam membuka pintu dan keluar, "paman... ada apa?" , tanpa basa basi Mukti mulai membabi buta, siapapun yang berhubungan darah dengan tiaksuh langsung di hajar, suissssss..... pedang Mukti langsung ke leher keponakannya dodoi..,, langsung terputus, darah berceceran, tak sampai di situ, Mukti mulai mencari mangsa lain yaitu tiaksuh, tiaksuh melihat sendiri anaknya di tebas oleh adik iparnya. Tiaksuh tidak memegang senjata ia berlari menyelamatkan diri, Mukti mengejarnya, orang-orang berkerumunan menyaksikan kejadian itu, banyak orang-orang yang memberanikan diri untuk menghentikan jiwa iblis Mukti. Ada yang perlahan-lahan mendekat dari belakang untuk menangkap tangan Mukti dan melumpuhkannya agar tidak bertambah lagi korban, secara perlahan-lahan dan "tap....,," tangan Mukti yang memegang pedang langsung di tangkap, kemudian disusul yang lain memegang Mukti dan melumpuhkannya. kemudian Mukti di robohkan ke tanah, orang-orang mulai berdatangan ,ada yang memegang kaki, tangan dan seluruh badannya, kemudian kaki dan tangan di ikat, agar Mukti tak bisa leluasa bergerak. Di sisi lain anak tiaksuh dodoi yang terpenggal kepalanya di krumuni orang-orang, nampak lah istri dodoi berteriak histeris seakan tak percaya dengan kejadian ini, ia menyambungkan kembali kepala suaminya, akan tetapi tidak mungkin tersambung lagi. Darah membasahi tubuh lelis istri dodoi, air mata mengalir deras, teriakan histeris tak henti-hentinya keluar dari mulutnya. sontak suasana di dusun itu gempar, semua orang penasaran ingin melihat kejadian pembunuhan yang begitu singkat tersebut. Mukti yang tergeletak dan tak bisa bergerak karena di ikat warga hanya siap untuk di bawa polisi untuk di tangkap atas kasus pembunuhan. kemudian polisi datang karena laporan masyarakat dan mengamankan Mukti, ambulans pun menyusul untuk mengambil jenazah dodoi dan di bawa ke RSUD untuk di autopsi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!