Mobil online yang ditumpangi Sandriana berhenti di pos penjagaan. Gerbang berpintu besar hitam setinggi tiga meter sedang tertutup.
“Kenapa berhenti pak?”
Dria mengalihkan matanya dari gawai ke arah luar mobil.
“Titik tujuannya di sini, mbak..."
"Tapi sesudah gerbang ini rumahnya masih jauh, nanti saya tambah pembayarannya..."
"Boleh saja... tapi sepertinya kita tidak diijinkan masuk juga…”
Si sopir mobil online menjawab saat melihat security yang berjaga meminta dia menepikan mobil di sebuah area yang tersedia. Dria membuka jendela mobil.
“Ini saya pak… Sandriana, saya tinggal di rumah Tuan Harlandy Darwis…”
Dria menjelaskan dirinya, mungkin security ini belum terlalu mengingat siapa dia.
“Kami tahu Non… Non Dria turun di sini saja, nanti akan dijemput di sini, maafkan kenyamanan Non Dria terganggu… tapi mobil ini tidak bisa masuk ke dalam…”
Wow… sebegitu ketatnya penjagaan keamanan di rumah ini. Rumah besar ini benar-benar terisolir dari dunia luar, mungkin tidak ada tetangga satu erte yang pernah bersilahturahmi dengan keluarga Darwis.
Begitulah adanya, orang di kalangan seperti mereka tidak usah ditanyakan soal bersosialisasi dengan masyarakat, semakin tinggi strata mereka semakin terbatas lingkup sosialnya.
Memahami aturan di rumah besar, Dria turun dari mobil setelah membayar ongkos, security yang ada segera membungkukkan badan ketika Dria melewati mereka. Dria tertawa…
“Tidak usah seperti itu pak Budi, pak Iwan, pak Samsul, pak Soleh… “
Dria menyebut nama-nama para security sambil membaca bordiran nama di dada kanan seragam hitam mereka.
“Saya bukan Tuan Muda atau Tuan Besar…”
“Non Dria Nona Muda kami…”
“Aduuh pak… saya sama seperti bapak semua, saya hanya karyawan perusahaan Tuan Besar yang kebetulan tinggalnya di dalam rumah besar itu… biasa saja ya, jangan memperlakukan saya seperti itu…”
Dria merasa geli mengingat bagaimana semua pelayan di rumah besar memperlakukannya dengan hormat, selalu menundukkan kepala saat Dria melewati mereka, lucu saja di era modern seperti sekarang ini, seolah dia sedang masuk di drama-drama tentang kaum bangsawan, ya beberapa hari di sini dia seperti hidup dalam fantasi dunia monarki dan sedang berperan sebagai putri bangsawan.
“Saya masuk saja ya pak… saya mau jalan kaki ke rumah, saya lelah sebenarnya, rumah lumayan jauh dari sini, anggap saja saya berolahraga… permisi pak…”
Dria menuju pintu kecil yang sedang terbuka di sisi kanan jalan.
“Jangan Non, tunggu sebentar, pak Lucas sedang ke sini…”
“Oh ya? Pak Lucas sudah tahu saya akan pulang?”
“Iya Non, pak Lucas memberitahu nomor polisi kendaraan yang Non Dria tumpangi…”
“Oh ya? Baiklah…”
Rupanya Timothy meneruskan informasi kepulangannya, bahkan sampai diteruskan nomor polisi mobil yang ditumpanginya. Pantas saja Timothy memaksa memesankan mobil lewat gawainya.
Tapi tetap saja Dria merasa hidup di antara dua dunia antara kenyataan dan khayalan, menikmati keistimewaan dilayani dan dijaga seperti ini, ini sesuatu untuk Dria... Ah… benar, dia sekarang tinggal di tengah keluarga Harlandy Darwis di mana ada orang-orang yang akan mengatur dan mengontrol segala sesuatu dengan baik untuk memastikan kenyamanan anggota keluarga.
"Mungkin besok-besok aku akan memiliki bodyguard... ke mana-mana dikawal pria tinggi besar berotot..."
Dria tersenyum memikirkan ini… dia mulai merasa sebagai bagian keluarga utama Darwis.
Melewati pintu kecil Dria memilih menunggu saja sambil bersandar di sisi bangunan pos penjagaan itu, dan benar saja matanya menangkap sebuah mobil sedang bergerak semakin dekat di jalan yang lurus itu. Ternyata pak Lucas sendiri yang menjemputnya.
Salah satu security kemudian membukakan pintu mobil untuknya Dria naik ke salah satu sisi penumpang di mobil yang dia tahu sering digunakan Tuan Besar Harlandy.
“Terima kasih pak… Saya pamit ya… sehat dan tetap semangat ya bapak-bapak…”
Dria melambaikan tangan dari jendela yang terbuka, para security menunduk hormat, Dria tertawa lagi melihat itu. Dria memperbaiki posisi tubuhnya, duduk dengan benar di jok belakang mobil mewah itu.
“Pak Lucas sudah pulang ternyata…”
“Iya Non… Tuan Besar selalu pulang ke rumah jam tiga sore…”
“Oh begitu…”
“Maaf ya Non… Non Dria harus naik mobil umum…”
“Eh itu tidak masalah pak, saya yang memilih pulang lebih dulu, Tuan Muda masih ada meeting, hari ini saya terlalu lelah untuk menunggu Tuan Muda selesai…”
Pak Lucas hanya tersenyum, sebenarnya dalam hati dia sedang marah Timothy membiarkan Non Dria naik mobil online.
“Timothy lupa memberitahu saya lebih awal Non, jadi saya tidak sempat meminta sopir menjemput Non Dria di kantor…”
“Tidak apa-apa pak, saya juga tidak ingin merepotkan bapak… emm tapi pak…”
Dria menemukan moment yang tepat untuk mengatakan permintaannya.
“Boleh tidak mulai besok saya berangkat dan pulang kantor sendiri, saya sungkan selalu datang lebih terlambat dibandingkan karyawan lain, saya juga sering harus menunggu lama karena Tuan Muda sering meeting sampai malam hari…”
“Tuan Besar tidak akan mengijinkan itu Non…”
“Tapi saya tidak nyaman pak… sebenarnya saya tidak leluasa bekerja karena teman-teman saya melihat saya sebagai keluarga dekat Tuan Besar, saya ingin bekerja dalam suasana yang wajar tanpa prasangka dari teman-teman saya, walaupun sudah terlambat untuk itu, setidaknya saya tidak harus mengekori Tuan Muda… supaya saya bisa memperbaiki persepsi teman-teman tentang saya…”
“Malah jika boleh meminta aku tidak ingin menjadi staff sekretaris Tuan Muda itu…”
Dria membatin… Kak Sandronya tidak menganggapnya ada, Dria tidak berani menganggap Sandro sebagai kakaknya lagi, karena memang sebenarnya tidak ada ikatan hubungan apapun antara dirinya dengan Tuan Besar dan Tuan Muda Sandro Kristoffer Darwis ini.
“Pak Lucas? Tolong beritahu Tuan Besar ya? Pasti Tuan Besar bisa memahami alasan saya pak…”
“Baiklah Non… nanti saya sampaikan…”
“Terima kasih, pak…”
.
🐣
.
Pagi di jam lima, seperti biasa Dria sudah keluar dari kamarnya dan sering membantu siapapun pelayan yang dilihatnya membutuhkan bantuan. Tapi Dria sekarang menghindari area dapur, dia menghindari bu Lia, wanita lembut itu terlalu banyak bercerita tentang si Tuan Muda, ini tidak menyenangkan sekarang buatnya. Biarlah bu Lia saja yang menjadi pemuja Tuan Muda.
Rasa sedih selalu datang saat bu Lia membicarakan tentang kak Sandro, dia merasa kak Sandro yang sekarang terlalu jauh dan tak akan memandang dirinya sebagai apapun. Bahkan sekarang Dria memilih menyebut Sandro sama seperti para pelayan, Tuan Muda… itu lebih cocok untuknya sekarang, dia hanya karyawan di mata kak Sandro, bahkan mungkin kurang dari itu.
“Non Dria… Non seharusnya tidak mengerjakan hal-hal seperti ini…”
Pak Lucas menghampiri Dria yang sedang membantu seorang pelayan menjemur baju-baju di area laundry.
“Ini tidak akan membuat saya kelelahan pak, air dan deterjen tidak akan melunturkan kecantikan saya, saya akan tetap saja manis…”
Pak Lucas tertawa, lantunan suara jenaka milik Dria penyebabnya. Nona yang ini memberi suasana yang baru di rumah ini, jadi teringat bertahun-tahun yang lalu, sosok riang ramah dan membumi dari Nyonya Besar, sekarang nampaknya semua sifat Nyonya Besar sempurna turun melekat pada Non Dria.
“Bagaimana pak? Hari ini saya boleh naik mobil umum kan?”
“Maaf Non, tidak boleh seperti itu…”
“Ya pak… tolong saya pak… saya benar-benar memohon tentang hal ini…”
“Tuan Besar setuju Non Dria menggunakan mobil lain, ada sopir yang akan mengantar Non Dria…”
“Pak Lucas… itu sama saja…”
“Ini keputusan Tuan Besar Non… mari ikut saya, Non Dria boleh memilih sendiri mobil mana yang akan digunakan…”
Astaga… ini di luar ekspektasinya sendiri, diantar sopir pribadi? Ini lebih gila dibandingkan dengan menumpang di mobil si Tuan Muda. Dria menyesali permintaannya kemarin, tapi dia juga tidak ingin menumpang di mobil si Tuan Muda, satu jam perjalanan serasa berada di kutub, membekukan seluruh jaringan syaraf tubuhnya saja. Dria mengikuti pak Lucas dengan langkah malas.
Mengapa dia mulai merasa aneh dengan cara orang-orang di rumah besar ini memperlakukan dirinya? Kecuali Tuan Muda itu tentu saja, rasanya dia terlalu diistimewakan, apa mungkin karena dia dulu pernah dianggap sebagai anak perempuan oleh Nyonya Besar di rumah besar ini?
Mereka berhenti di tempat parkir yang berisi puluhan mobil.
“Non Dria mau menggunakan yang mana?”
Selalu saja Dria harus menggigit bibirnya memastikan sedang berhalusinasi atau memang berdiri pada kenyataan.
Lamunan tertingginya dan fantasi terliarnya tidak pernah memunculkan adegan seperti ini, seperti sedang memilih di sebuah showroom mobil mewah saja. Dria melihat lima mobil sport limited edition dia pastikan milik si Tuan Muda… muncul ide gila…
“Apa pilih salah satu mobil si Tuan Muda itu? Bagaimana reaksinya? Toch dia tidak pernah terlihat menggunakan mobil-mobil ini, sayang amat kan?”
Dria bergidik, tidak melakukan sesuatu saja jika kebetulan melihat dirinya tatapan si Tuan Muda seperti siap mencabik-cabik tubuhnya, apalagi jika menyentuh miliknya.
Adegan di drama kehidupan para bangsawan muncul lagi di kepalanya. Alat transportasi mereka tentu saja kuda. Ketika memilih salah satu kuda untuk ditunggangi di istal, kuda yang tidak meringkik dengan nada tinggi dan mengangkat dua kaki depannya tetapi mendengus ramah tanda kuda itu jinak. Itu terasa lebih mudah sepertinya dibanding memilih di antara mobil-mobil super dan mahal ini. Ini benar-benar membuat Dria seolah melayang tak mampu berpijak di bumi.
Dria mencari mobil yang paling pantas dan wajar untuk dirinya. Prinsipnya masih melarang dia untuk sepenuhnya menikmati kehidupan seorang putri yang bisa mendapatkan apapun yang diinginkan. Dria tidak ingin berlebihan, sebab di sini yang terhalu sekalipun mungkin bisa keluarga Darwis wujudkan. Mengapa? Karena Dria merasa tidak pas dengan itu semua. Kemandiriannya bertahun-tahun sejak pulang dan tinggal dengan ayah telah membentuk dirinya untuk bersikap realistis.
“Pak Lucas, mobil yang di sebelah sana saja…”
Dria menunjuk deretan mobil yang lebih manusiawi untuk dipilih oleh orang dari kalangan seperti dirinya.
“Itu mobil yang digunakan karyawan, itu mobil kerja Non…”
Hah?? Di antara mobil-mobil itu ada mobil yang sama dengan mobil kebanggaan boss lamanya, mobil-mobil itu mobil kalangan menengah di kotanya. Dria menggeleng pasrah.
“Di antara mobil ini mana yang paling murah dan paling tua pak?”
“Mmmh… mobil silver yang di sana Non…”
Pak Lucas menunjuk sebuah mobil berlogo empat buah bulatan.
“Baiklah… itu saja…”
“Itu mobil milik Tuan Muda Non…”
“Apa masih digunakan Tuan Muda?”
“Tidak digunakan lagi, Non…”
“Masih baik kondisinya?”
“Sangat prima Non…”
“Saya pilih itu pak, tapi saya bawa sendiri bisa?”
“Tuan Besar tidak akan…”
“Baik pak Lucas, saya akan menanyakan sendiri sebelum sarapan…”
Dria meninggalkan pak Lucas, memilih membersihkan diri, setelahnya baru berbicara pada Tuan Besar Harlandy. Rasanya Tuan Besar justru semakin hari semakin baik memperlakukan dirinya. Pak Lucas memandang sambil tersenyum, Non Dria ternyata bisa bersikap tegas.
.
Dria mengetuk pintu besar ruang kerja Tuan Harlandy dengan rasa was-was, masih saja dia takut salah bersikap di hadapan Tuan Besar. Bertahun-tahun yang lalu Tuan Harlandy yang sibuk jarang ada di rumah, jarang bertemu, itulah mengapa Dria tidak dekat. Saat masih kecil Dria selalu terintimidasi dengan profil tinggi besar tanpa senyum itu.
Setelah sepuluh hari yang menyesakkan dada karena terus-menerus menghadapi kebekuan Sandro, Dria berniat berhenti hari ini. Sejak hari kedua dia sudah ingin memilih naik mobil online atau transportasi umum lainnya sekalipun jarak yang sangat jauh menuju kantor, hanya saja itu perintah langsung Tuan Besar Harlandy.
Tak ada jawaban pada ketukannya... pintu kayu berukir ini begitu besar, warnanya yang coklat gelap saja sudah begitu mengintimidasi Dria. Dengan gerakan ragu Dria mencoba membuka pintu, ternyata tidak dikunci. Dria melongok ke dalam, seperti yang dia duga, Tuan Harlandy ada di belakang meja besar berwarna coklat tua.
“Permisi Tuan…”
Tuan Harlandy mengangkat kepalanya…
“Masuk Sandriana…”
Dria menetapkan hati untuk masuk dan menyampaikan keinginannya.
.
🐢
.
“Tuan, maaf… saya lupa memberitahu pak Lucas soal Non Dria…”
Timothy yang menyiapkan tablet dan laptop serta keperluan lain yang selalu digunakan tuannya di kamar lantai dua ini takut-takut menyampaikan kelalaiannya. Jujur dia sebenarnya lebih takut dengan Tuan Besar, bagaimana kalau sampai Non Dria tidak berangkat ke kantor, sementara jelas-jelas Tuan Muda ini tidak mengijinkan Non Dria berangkat bersama.
“Saya tidak mau tahu Timo… apapun alasannya, dia tidak boleh ikut bersama saya lagi…”
“Tuan Besar pasti marah…”
“Itu urusanmu Timotius…”
Sandro sekali lagi menatap bayangannya di cermin, puas dengan penampilannya Sandro keluar dari kamar diikuti Timo yang sedang bingung juga memendam kekesalan. Seharusnya Tuan Muda menyampaikan sendiri soal keberatannya tentang Non Dria pada Tuan Besar atau pak Lucas, sehingga dirinya tidak akan sedilema ini.
Jelas-jelas Tuan Besar sudah memberi ultimatum soal Dria dan bagaimana mereka harus memperlakukan gadis itu. Bagi Tuan Besar nampaknya Non Dria sama berharganya dengan Tuan Muda mereka.
Timothy bergegas mencari pak Lucas begitu Tuan Mudanya berbelok ke ruang makan. Kemarin dia tidak bisa menjelaskan soal keputusan Tuan Muda.
Pak Lucas sedang duduk di ruang makan karyawan, menikmati sarapan pagi miliknya. Timo duduk di depan pak Lucas lalu mengambil sarapan untuk dirinya. Timo juga tinggal di kompleks rumah besar ini di bangunan terpisah bersama karyawan yang lain.
“Pak Lucas… Tuan Muda tidak ingin Non Dria naik mobil bersama dengannya…”
Pak Lucas mengangkat mukanya.
“Itu alasannya ternyata mengapa Non Dria naik mobil umum kemarin?”
Tatapan tak suka dilayangkan pak Lucas.
“Maaf pak, saya terpaksa…"
“Kamu seharusnya memberitahu lebih awal... saya menutupi dari Tuan Besar soal Non Dria naik mobil online..."
"Saya dilema pak… pak Lucas tahu kan bagaimana Tuan Muda kalau marah…”
"Kamu juga tahu bagaimana Tuan Besar kalau marah Timo, kamu bisa dipecat sekalipun Tuan Muda mempertahankanmu…”
“Tolong saya pak… saya bingung harus bagaimana… masa saya harus melawan Tuan Muda, mana berani pak… kalau pak Lucas yang bicara Tuan Muda masih mau mendengarkan…”
“Non Dria tahu hal ini?”
“Setahu saya tidak pak…”
“Tapi Non Dria meminta hal yang sama…”
“Itu… mungkin karena Tuan Muda selalu menjaga jarak, Tuan tidak pernah berbicara dengan Non Dria, dan selalu menunjukkan wajah bertanduk…”
Timo menjelaskan dengan nada perlahan, dengan mata melirik ke ruang dalam, takut kedapatan membicarakan Tuannya itu. Dia juga heran dengan sikap si Tuan Muda, padahal Non Dria itu sangat menyenangkan untuk ditatap apalagi untuk dipeluk. Timo menggeleng menghilangkan pikiran tak terarah yang singgah di otaknya.
Pak Lucas meninggalkan Timo yang hanya bisa menatap punggung orang terpercaya dan tangan kanan Tuan Besar dengan pasrah. Orang ini terkadang terlihat lebih berkuasa dari Tuan Muda, dan yang dia lihat Tuan Mudanya juga menghormati pak Lucas.
“Mengapa Tuan Muda begitu terganggu ya? Padahal itu adiknya sendiri…”
Timo meneruskan sarapannya, lebih baik dia makan yang banyak sehingga memiliki energi yang besar untuk menghadapi tiga orang yang dapat menjungkirbalikkan nasibnya..
.
🌼🌼🌼
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Sri Astuti
Dria gadis yg mandiri. Jelas dia tak nyaman diperlakukan spt virus yg hrs dibasmi oleh Sandro
2023-07-19
0
ein
satpamnya banyak amattt.. hehe..
bener bener horangkayaa
2023-03-30
0
Cerol Nicole
ingat sekretarisnya seseorang aku tuh, hampir mirip sih, aku ngomong soal dedikasi Timo jgn tersinggung thor gak bermaksud tuk bandingin loh
2023-02-02
0