Tuan Muda Sandro Kristoffer Darwis tidak bisa memprotes keputusan sang papi tanpa argumen yang logis. Dria berangkat dan pulang kantor bersama dirinya setiap hari, ini sengaja diatur seperti itu. Sandro belum sempat membicarakan lebih banyak mengenai Dria dengan sang papi, bertemu sang papi hanya di meja makan saat sarapan, dan sekarang selalu ada Dria di sana, tidak mungkin membahas itu di depan orangnya.
Sejak awal tak menerima kehadiran Dria, kini Sandro merasa terganggu Dria selalu menumpang di mobilnya, ini tidak nyaman. Sebenarnya karena Sandro tidak ingin beramah-ramah dengan Dria, itu sama saja memberi gadis itu harapan soal merealisasikan keinginan mendiang maminya, tidak ada secuil pun niat itu dalam hati.
Sandro konsisten dengan wajah super dinginnya tak pernah menjawab sapaan Dria, membangun tembok tebal, bukit gunung jurang virtual di antara mereka sehingga hubungan dua manusia ini di dunia nyata tampaknya mustahil, benar-benar tak ingin ada interaksi apapun.
Saatnya berangkat ke kantor, ini hari ke sepuluh mereka berangkat bersama. Pintu mobil dibukakan Timothy, Sandro menempati tempat duduk di sisi kiri mobilnya tanpa suara dan tanpa memandang Dria yang sudah duduk tenang di sisi kanan. Ekspresi tidak suka dengan kehadiran Dria sangat jelas di wajah Sandro.
Setelah hampir satu jam perjalanan mobil super mewah milik Sandro berhenti di bagian entrance gedung berlantai tiga puluh dua itu.
“Terima kasih, kak…”
Dria masih saja mengucapkan terima kasih setiap kali turun dari mobil. Sandro tak menggubris, hatinya kesal sekarang.
Berbeda dengan saat bertemu pertama kali, di mana sangat terlihat Dria ingin sekali berinteraksi dengannya, sekarang Dria tidak lagi berusaha untuk berkomunikasi melebihi ucapan terima kasih seperti tadi. Sialnya meskipun Sandro tak mengacuhkan, Dria terlihat nyaman, tenang, dan sesekali tersenyum pada Tuan Muda itu, seperti tidak bisa menafsirkan semua sikap ketus dan tak bersahabat dari Sandro.
“Mengapa dia begitu percaya diri naik dan turun dari mobilku? Mau memamerkan pada karyawan sekantor kedekatan dengan diriku?”
Lelaki bertubuh tinggi dengan wajah blasteran warisan gen dari oma pihak sang mami memandang gusar gerakan Dria dari balik jendela mobil sedan hitamnya. Gadis itu telah memasuki lobby dengan langkah cepatnya, berhenti sejenak menyapa security lalu melanjutkan langkahnya dengan wajah riang.
Dia masih mengingat kekesalannya ketika di hari pertama dia melalui sopirnya meminta Dria turun di tempat lain sebelum memasuki area gedung perkantoran miliknya, gadis itu menjawab lugas…
¤¤¤
“Tanggung pak Mulyo, tujuan kita jelas sama-sama ke kantor di gedung yang sama, mengapa saya harus jalan kaki dari sini…”
¤¤¤
Masih menatap sampai Dria menyatu bersama kumpulan karyawan yang sedang masuk ke dalam gedung.
“Dia tumbuh menjadi gadis yang menyebalkan seperti itu…”
Timothy sang asisten telah turun dari mobil bersamaan dengan Dria tadi, menunggu Sandro untuk turun. Sejak Dria ikut mereka, Sandro memilih turun setelah Dria telah masuk ke dalam kantor.
Setelah bayangan Dria sepenuhnya menghilang, pintu di sisi mama dia duduk dibuka pak Mulyo.
“Mulai besok, kamu atur dia naik mobil terpisah…”
Sandro hanya melirik Timo sejenak lalu mulai melangkah sambil mengancingkan jas navy yang dia kenakan. Timo tahu siapa yang dimaksudkan Tuan Muda, majikannya sudah menahan hal ini sejak hari pertama dan ternyata hanya bertahan sampai hari ke sepuluh saja. Timo berjalan mengikuti irama langkah majikannya.
“Tapi… ini pengaturan Tuan Besar…”
“Itu mobil saya dan saya terganggu… saya tidak suka…”
Sandro mengulurkan tangan meminta gawainya, Timo memberikan yang diminta Tuannya itu. Emosi kekesalan tergambar nyata di wajah tampannya. Timo melihat pancaran emosi ini sejak hari Dria ikut mereka.
“Sebentar pulang kantor saya tidak ingin dia pulang bersama lagi…”
“Katanya mulai besok Tuan…”
“Timotius!”
Bila majikannya memanggil namanya dengan cara seperti itu, alamat dia sudah marah dan tak ingin mendengarkan sanggahan. Timothy bukan seperti asisten lain yang juga adalah sahabat sang Tuan Muda mereka. Dia hanya asisten dan untuk mencapai posisi dan gaji ini tidak mudah, karena itu selain tetap bekerja dengan giat, dia hanya bisa melakukan perintah dan pandai-pandai menyenangkan hati majikan supaya tidak dipecat.
“Baik Tuan…”
Timo menjawab lalu menekan tombol lift khusus buat sang Tuan Muda, menunggu pintu lift terbuka selangkah di belakang tuannya. Dalam otaknya mulai tersusun skala prioritas pekerjaan yang harus dia kerjakan, dan nomor satu adalah menghubungi pak Lucas, asisten Tuan Besar. Tuan Besar berkantor di tempat lain, jadi tidak mungkin bertemu langsung pak Lucas di sini.
Sandro masuk lift, sedang mengobrol di telpon dengan sang kekasih hati, Emma Lynne. Dia butuh pengalihan dari kegusaran hatinya, konsentrasinya beberapa waktu terakhir sempat terpecah dengan kehadiran Dria.
.
“Em… kita makan siang sama-sama ya…”
“Hari ini?”
“Tentu saja…”
“Tapi aku punya makan siang bisnis hari ini…”
“Kita belum bertemu minggu ini…”
“Aku akan sisihkan waktu akhir pekan ini… aku tutup ya…”
.
Sepagi ini Emma sudah tak memiliki waktu panjang untuk berbincang, dan Sandro paham kesibukan kekasih hati, mereka berdua ada di posisi yang sama di perusahaan masing-masing, setumpuk agenda kesibukan setiap harinya membuat mereka jarang sekali bertemu.
Kondisi hubungan yang jauh dari normal selayaknya pasangan kekasih sebenarnya, tapi mereka nyaman dengan hal itu, telah berada di fase tidak saling menuntut kehadiran masing-masing dan punya pengertian yang besar terhadap posisi, kesibukan dan status masing-masing. Mungkin hal ini yang menyebabkan hubungan mereka bertahan selama tiga tahun terakhir.
Memasuki ruangannya, Sandro masih belum sepenuhnya dapat mengusir rasa gusar yang merajai hatinya. Sambil duduk dia mendial nomor sahabatnya.
.
“Ro… sebentar siang di Rit*z Carlto*n, kita makan siang…”
“Maaf Tuan Muda yang terhormat… sekalipun aku tidak sesibuk anda, aku tidak terima pertemuan tanpa ada janji sebelumnya…”
“Argemiro… aku ada di sana jam dua belas siang… kamu harus datang!”
Sandro mengeraskan suaranya di bagian akhir kalimat menegaskan kemauannya yang tidak ingin ditolak, membuat Miro di seberang menjauhkan gawainya.
“Wow Tuan Muda… telinga ini semakin berkurang sensitifitasnya karena anda selalu teriak padaku…”
“Kamu boleh ke dokter THT dan kirim tagihannya padaku…”
“Hahaha… baiklah kita bertemu di sana, San…”
.
Sandro meletakkan ponsel hitam itu di meja kerja besar miliknya, masih duduk di kursi kemuliaan kantor ini matanya memandang lekat Timothy, menanti rincian pekerjaan pagi ini.
“Meeting sudah siap Tuan…”
“Sekarang?”
Timothy tidak mungkin menjawab sembarangan.
“Iya Tuan…”
Sandro kembali meraih gawainya lalu segera melangkah keluar diikuti Timo.
Sandriana adalah salah satu staf sekretaris Sandro Kristoffer Darwis. Dria hanya melirik sebentar saat Sandro dan Timo keluar dari ruangan maha mulia di kantor ini. Ada meeting pagi ini dan Dria tidak pernah terlibat dengan hal-hal bernama meeting karena tugasnya hanya di belakang meja ini dengan tumpukan file berkaitan dengan pekerjaan Tuan Muda.
Sandro menangkap bayangan Dria dengan matanya, satu-satunya dari lima staff yang ada di ruangan itu yang tidak berdiri saat dia lewat baik saat dia tiba tadi maupun sekarang. Sandro mengatupkan bibirnya.
“Anak itu harus diajarkan sopan-santun…”
Timo yang mengamati gerak-gerik tuannya menyimpan senyum di belakang tuannya.
"Aneh, katanya tidak ingin melihat Non Dria... Justru Non Dria yang tidak memadangmu Tuan..."
.
🐢
.
Siang hari dengan cuaca cerah berawan, tetap saja bumi di bagian kota ini terasa panas, karenanya orang-orang dalam strata hidup yang baik mencari tempat yang nyaman untuk melewatkan makan siang di tengah padatnya kesibukan.
Di bagian restoran sebuah hotel bintang lima di kota ini, dua sahabat sejak jaman SMA duduk menghadapi makan siang. Membaca gurat ekspresi sahabatnya, Miro tahu Sandro sedang dalam suasana hati yang tidak baik.
“Sesuatu menganggumu?”
“Ah…iya, sedikit mengganggu…”
“Sedikit tapi dampaknya buruk… begitu kan?”
“Mmmh…”
“Pasti sesuatu yang luar biasa untuk seorang Tuan Muda, sampai bisa sedemikian mengoncangkan hati…”
“Biasa saja, hanya memang begitu menganggu…”
Miro menyimpan senyum mendengar kalimat ambigu dari bibir seseorang yang punya karakter seperti sahabatnya. Biasanya dia tenang, teguh, cenderung dingin dan tak akan terkalahkan oleh persoalan apapun… dan ini tidak mungkin mengenai perusahaan. Mega Buana masuk dalam daftar sepuluh perusahaan terkuat di Asia dengan nilai penjualan, profit, aset, dan nilai pasar yang sangat stabil dan dalam posisi paling menguntungkan dengan profit ratusan miliar dolar.
Apa yang menganggu salah satu pewaris kerajaan bisnis di negara ini?
“Emma selingkuh?"
"Tidak mungkin, mana berani?"
"Atau... Emma tidak ingin menikah? Kamu menyebut pernikahan waktu itu...”
“Siapa bilang… rencana itu sudah pasti, setahun atau dua tahun mendatang kami akan menikah…”
“San… itu masih jauh, belum pasti… astaga aku bingung dengan kalian, umurmu sudah 33 tahun, Emma 30 tahun… apa yang kalian tunggu?”
“Kami menunggu waktu yang terbaik…”
“Kapan? Sepertinya banyak waktu yang baik yang sudah kalian lewatkan…”
“Emma masih membutuhkan waktu untuk memperkuat bisnisnya dan memperluas ekspansi bisnisnya… lagi pula, menikah sekarang atau nanti tidak ada bedanya, wanita yang akan aku nikahi hanya satu, Emma saja…”
“Tuan Muda… sekarang aku malah menyimpulkan kalian tidak benar-benar menginginkan pernikahan…”
Sandro berhenti menyuap makanannya lalu menatap Miro dengan mimik bertanya.
“Umumnya tujuan akhir seorang human being itu adalah pernikahan… kalian berdua tidak punya tujuan itu…”
“Kami punya rencana itu…”
“Itu hanya sekedar wacana, Tuan Muda… aku mengenalmu, sedikitnya aku tahu Emma juga… bisnis adalah segalanya buat Emma sekarang… menurutku hubungan kalian hanya sekedar tuntutan tentang pelengkap kesempurnaan status semata… bahkan aku sangsi kalau ikatan kalian berdasarkan cinta…”
“Jangan mengada-ada… Kami telah tiga tahun bersama, tidak mungkin tidak ada cinta…”
“Itu bisa saja terjadi San… orang bertahan dalam satu hubungan tanpa adanya cinta…”
“Mengapa menyimpulkan seperti itu?”
“Mmmh… bagaimana menjelaskan ini… hubunganmu dengan Emma tidak seperti hubunganku dengan Audreey…”
“Ya… kamu menjadi irasional sejak bertemu Aubrey…”
“Audreey, Tuan Muda… Audreey! Berapa banyak kali aku harus mengoreksi nama istriku? Tetap saja anda salah menyebutkan namanya…”
“Di telingaku nama itu terdengar sama…”
“Mmmh, aku jadi penasaran… apa cinta pertamamu bernama Aubrey, Tuan Muda?”
Sandro tersenyum kecil, nama ini spontan selalu muncul di ingatannya.
“Itu nama tengah adikku…”
Tiba-tiba Sandro mengingat kegusaran hatinya, ya gadis itu sumbernya, dan dia sedikit meringis mengingat baru saja mengakui Sandriana sebagai adiknya.
“Dria? Oh oh… pantas saja… aku ingat kamu begitu sayang padanya.
Pikiran Sandro segera menjelajah melewati ruang dan waktu... Dia tidak dapat menyangkali dulu dia sangat menyayangi Sandriana. Dia hanya anak tunggal, bayi mungil perempuan yang lebih banyak diurusi sang mami mendapat tempat berharga di hatinya.
"San… di mana Dria sekarang? Aku penasaran seperti apa dia sekarang, pasti dia cantik… aku tidak bisa melupakan sorot matanya seperti meminta kita menunjukkan rasa sayang, hahaha dia menggemaskan di masa itu…”
Sandro tak memungkiri hal itu, di masa itu dia tahu perasaannya untuk gadis kecil yang dikatakan mami sebagai adiknya, dia juga masih mengingat selalu luluh dengan sorot mata bulat almond milik Sandriana. Di masa sekarang, kenapa hatinya begitu resah dan marah?
“San?”
Miro mengeraskan suaranya mendapati mata Sandro seperti melamun.
“Eh?? Kita sedang bahas soal aku dan Aubrey…”
“Iya Tuan Muda yang terhormat… tadi aku menanyakan tentang Sandriana Aubreymu…”
“Bukan itu, maksudku soal persepsimu sebelum ini tentang aku dan Emma…”
Sandro meringis mendapati kesalahan ucapannya. Ah… Sandriana Aubrey adalah nama yang dia berikan untuk bayi kecil mungil yang lahir di rumahnya dua puluh tiga tahun yang lalu.
“Kamu tahu San... bahkan setiap membicarakan tentang Emma, ekspresi dan nada suaramu terlalu miskin emosi…”
“Ro… kamu sedang menggiring aku dengan persepsimu sendiri tentang hubungan kami…”
“Aku yang mengamati kalian Tuan Muda… aku tahu apa yang aku lihat…”
“Dan aku yang merasakannya, jangan menafsirkan menurut logikamu…”
“Dengarkan aku Sandro… kamu sering bilang sejak aku bertemu Audreey aku menjadi irasional dan naif… menurutku sebenarnya seperti itulah cinta… bisa menghadirkan dan mengeluarkan begitu banyak emosi dari dalam diriku. Saat aku melihat Audreey, hatiku berkata ini dia wanitaku, dan kamu tahu… aku rela melakukan apapun demi Audreey, rela menggantikan semua yang aku punya dengan dirinya…”
“Kamu tidak mengorbankan apapun, kamu mendapatkan dia dengan mudah…”
“Itu hanya bagaimana menyatakan perasaanku tentang memiliki Audreey, yang lain seolah-olah tidak berarti… karena dia begitu penting dan berharga untukku maka aku segera menikahinya… aku tidak ingin kehilangan dirinya…”
“Itu terdengar aneh Miro…”
“Itulah yang aku maksud mengapa aku memastikan di antara kalian tidak ada cinta, terutama anda Tuan Muda… di hatimu tidak tidak ada perasaan yang special tentang Emma… tidak ada gairah atau letupan-letupan perasaan yang mendorongmu untuk segera memilikinya…”
Sandro diam tidak menyanggah, mulai merenung tentang Emma…
“Memiliki Emma, apakah penting buatku? Apakah Emma tujuan akhirku?”
“Jika suatu saat ada seorang wanita yang mengoncangkan duniamu, menjungkirbalikkan hatimu, membongkar seluruh emosimu, mungkin dia seseorang yang kau cinta, Tuan Muda Sandro Kristoffer Darwis… aku bisa membuktikan argumenku benar bahwa itu bukan Emma...”
Sandro segera tertawa sinis meremehkan pernyataan Argemiro.
“Tidak akan ada yang seperti Miro, nonsense… itu definisi aneh tentang cinta… wanita yang aku cinta sudah ada, tidak perlu pembuktian darimu... itu Emma…”
“Aku menantikan saat itu Tuan Muda, saat kamu jatuh cinta yang sebenarnya… kamu pasti akan melewatinya jika kamu lelaki normal… yang pasti wanita itu bukan Emma… seharusnya kamu yang lebih tahu tentang ini…”
Sandro menatap langit-langit restoran dengan sebuah pemikiran yang baru memasuki otaknya, mempertanyakan tentang cintanya sendiri.
Bagaimana mencinta seseorang dengan sebenarnya? Apa memang dia bodoh tentang hal ini, tidak mungkin, nilai iqnya di atas rata-rata.
Sandro mendengus tak kentara, maksud makan siang bersama sahabatnya karena ingin mengurai tentang sebuah resah karena Sandriana justru malah menambah kusut isi pemikirannya dengan persepsi yang baru saja dibicarakan sahabatnya tentang dirinya yang tidak sungguh-sungguh mencintai kekasihnya.
.
.
Apapun definisi cinta... Bagi author pernyataan cinta terbaik adalah ketika readers memberi apresiasi terbaik untuk cerita aku.... 😘😘😘🤭🤭🤭
Mencoba menulis ttg Tuan Muda, mencoba sisi yg baru dlm proses menghalu... berharap readers semua menyukai.... Tapi mohon jangan dibandingkan dengan Tuan Muda di sebelah ya, terutama si Tuan Muda yang paling top sejagat raya... 😘🥰
.
🌼🌼🌼
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Sri Astuti
hehe.. Sandro blm kepentok cinta.. nti klo Dria ga bareng lagi, dia br rasa sepi
2023-07-19
0
Sri Astuti
love u Aby.. Gbu
2023-07-19
0
ein
sandro awas yaa nnt jatuh cinta
2023-03-30
0