"Bunda..." Rama berlari menghampiriku yang baru saja memasuki halaman rumah. Aku tersenyum menyambut anakku itu.
Anak pertamaku dan bang Angga, kami memberinya nama Rama Ferdinan. Saat ini usianya baru menginjak empat tahun, dan sudah seharusnya anak seumuran Rama mulai bersekolah. Tetapi untuk saat ini aku lebih memilih mengajarinya sendiri di rumah. Ditambah lagi sekolah jaman sekarang tidak ada yang gratis, jangankan untuk sekolah Rama, memikirkan jatah belanja yang hanya 25ribu saja sudah membuatku kalang kabut.
"Anak bunda sudah bangun. Apa Rama sudah mandi?"
"Sudah Bunda, Ayah yang mandiin Rama," jawabnya, membuatku menoleh dan sejenak memperhatikan suamiku yang tengah sibuk dengan motornya.
'Sayangnya kamu terlalu egois Bang. Kamu adalah imam kami, aku istrimu dan Rama anakmu. Sudah seharusnya kamu lebih mencukupi kami, memiliki pendirian dan ketegasan layaknya kepala keluarga pada umumnya. Tapi yang kamu lakukan sangatlah menyiksa bathinku' Aku bermonolog dalam hati saat memperhatikan suamiku.
"Bunda, bunda, Rama lapar," Perhatianku seketika beralih pada wajah mungil di hadapanku yang merengek kelaparan.
Aku tersenyum mengangguk dan mengelus pipi gembulnya."Ayo, Rama ikut bunda! Bunda mau masak tempe sama bayam hari ini, apa Rama suka?"
Wajah lesunya kembali terlihat, entah apa yang dipikirkan anak itu hingga membuatnya tertunduk lesu.
Kuraih kedua tangan mungilnya,"Rama kenapa, sayang?"
"Apa bunda gak beli ikan? Sudah lama sekali kita gak makan ikan. Rama bosen tempe bayam terus," ungkap bibir mungil Rama membuatku menghela nafas dengan hati yang teriris.
"Rama dengerin bunda ya, di luaran sana banyak yang gak bisa makan seperti kita, sayang. Jadi mau makan apapun kita, Rama harus bersyukur ya! Lagi pula tempe sama bayam itu sehat loh sayang, bisa buat Rama tumbuh besar dan kuat," ucapku mencoba memberi Rama pengertian.
Dalam hati, Ibu mana yang tidak sakit mendengar keluh kesah anak yang merasa bosan dengan makanan yang hanya itu-itu saja setiap harinya.
Ya Tuhan..
Mungkin kali ini aku bisa memberinya pengertian, bagaimana kedepannya nanti? Akankan aku bisa membuat anakku mengerti?
Aku menggandeng tangan Rama mengajaknya untuk memasuki rumah.
"Mau masak apa?" Baru saja sampai, suamiku sudah memberikan pertanyaan yang seolah sudah menjadi kewajibannya setiap hari.
"Bayam sama tempe bang, palingan nanti buat sambelan juga."
Sesampainya di dapur hal yang pertama aku lakukan adalah membereskan belanjaanku. Pagi sekali aku sudah memasak nasi. Sengaja aku lakukan karena takut kesiangan pulang dari pasar.
Tanganku mulai mengiris bayam kemudian mencucinya, dilanjut memotong tempe serta bumbu yang diperlukan. Sementara Rama begitu setianya menemaniku memasak, matanya seolah mengikuti setiap pergerakan tangan dan langkah kakiku.
Sebagian orang yang tahu jatah uang belanjaku selalu bertanya kenapa masih mau bertahan sampai sejauh ini?
Aku sendiripun tidak tau jawabannya. Yang kutahu, aku tidak akan mungkin tega meninggalkan anakku yang masih sangat membutuhkan kasih sayang penuh dari Ayah dan Ibunya. Melihat bagaimana suami dan Ibu mertuaku, membuatku semakin yakin tidak akan pernah meninggalkan apa lagi menyerahkan anakku pada mereka.
Masak-memasak akhirnyapun selesai. Aku mengutamakan Rama yang memang sudah merengek sejak tadi karena lapar. Mungkin karena itu dia sampai menungguku menyelesaikan semua masakannya.
Rama selalu kuajarkan untuk mandiri, terlebih lagi saat makan, dia selalu kubiarkan untuk makan dengan tangannya sendiri tanpa suapan dari siapapun.
Lalu apa yang aku lakukan setelah itu? Jangan ditanya, cucian piring masih banyak, baju kotor masih menumpuk, belum lagi rumah yang keadaannya seperti kapal pecah. Pekerjaan yang tidak pernah ada habisnya, sampai membuatku tidak ada waktu untuk istirahat siang. Kadang karena hal itu juga membuatku sampai lupa meminum pil KB.
"Makan kok tiap hari tempe, bayam, kadang tahu sama kanggung. Kayak gak ada lauk lain aja," oceh mertuaku saat ia membuka tutup nasi di meja makan.
Dengar sih, tapi aku tidak peduli. Tanganku masih fokus mencuci piring. Anggap saja angin lalu, masuk kanan keluar kiri. Jika ditanggepin, bisa-bisa stroke dadakan.
"Angga, minta istrimu besok-besok masak lauk lain! Tiap hari itu-itu mulu. Bosen ibu,"
Ya begitulah Ibu mertuaku. Saat apa yang tidak sesuai pilihan hatinya, ia langsung mengadu ke bang Angga.
"Ya sudahlah bu, kalau ibu bosen tinggal beli aja makanan diluar," Bang Angga merogoh kantong celananya dan menyerahkan satu lebar uang 10ribu pada Ibunya.
Aku membelalakkan mata yang melihat sekilas dari balik pintu dapur. Aku memang sengaja mengintip ingin tahu bagaimana reaksi bang Angga saat Ibunya mengeluh. Dan ternyata dia memberinya uang 10ribu untuk membeli nasi bungkus. Coba saja uang itu dia berikan padaku tadi, sudah pasti kubelikan ikan atau telor meskipun cuma seperempat.
Dengan hati yang amat dongkol aku pergi berlanjut menyelesaikan pekerjaanku. Sungguh sangat pilih kasih, anak istrinya dijatah, giliran Ibunya diistimewakan. Suami macam apa dia? Tidak berperikesuami serta kebapakan.
"Bunda, temen-temen Rama punya permen. Apa Rama boleh minta uang seribu untuk beli permen?"
Aku menghentikan sejenak aktifitasku yang tengah mencuci baju. Beruntung jatah belanja hari ini masih sisa seribu. Aku langsung memberikan uang itu pada Rama.
"Pergilah beli permen!" Ucapku ketika memberi Rama selembar uang seribuan. Anak itu kegirangan, dan langsung berlari dari hadapanku. Aku hanya bisa menatap punggungnya yang mulai menjauh dengan suasana hati yang amat pilu. Sungguh kasihannya kamu nak, dulu Bunda tidak pernah kekurangan jajan. Bahkan apapun yang ingin Bunda beli, nenekmu selalu menurutinya. Tapi sekarang, karena ulah Ayahmu, kita jadi kekurangan.
Lagi-lagi aku hanya bisa menghela nafas dan berbathin sedih.
Hati seorang Ibu terenyuh melihat anaknya yang merengek meminta jajan. Bisa dibayangkan saat kita tidak punya uang sama sekali, anak kita merengek bahkan menangis meminta sesuatu, atau sekedar ingin memakan permen.
Sakittt sekali ya Allah..
Mendadak air mataku lolos begitu saja tanpa permisi. Membayangkan bagaimana kehidupan Rama kedepannya. Jangan sampai karena keegoisan Ayahnya, anakku menjadi kelaparan. Aku selalu memikirkan bagaimana caranya memperjuangkan kehidupan yang lebih layak untuk Rama. Cukuplah aku yang membangkang hingga akhirnya penyesalan dan nasib seperti inilah yang kuterima.
Cukuplah Ayahnya yang tidak begitu peduli bahkan egois.
Sangat sulit menjelaskan bagaimana Bang Angga. Inti dari masalahnya, dia terlalu penurut hingga tidak punya pendirian dan keputusan yang tegas.
Please..
Tidak untuk dicontoh, apalagi dipraktekkan!!
'Semoga kelak kamu akan jadi anak yang sholeh dan sukses ya nak, banggakan Bunda dan Ayahmu. Biarlah perjuangan dan air mata Bunda yang menjadi saksi atas segalanya, Aamiin' doaku dalam hati dan mengusap sisa-sisa air mata yang menggenang, kemudian kembali melanjutkan cucian bajuku.
TBC.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
@𝐀⃝🥀Arumi ❣️
nyesek baca di bab ini, air mata tak terasa mengalir begitu saja, kasihan sekali Nadira dan Rama, disaat mau jajan permen, untung masih ada sisa belanja seribu perak 😭😭😭
2022-12-19
0
icad
yg sabar ya tempe bayam gpp yg penting sehat
2022-12-19
0
✍️⃞⃟𝑹𝑨_νισℓєт νιєηѕтαя⍣⃝కꫝ🎸
sedih mendengar kisahnya emang anak lelaki bertnggung jawab penuh ma ortu meski dia sudah berkeluarga tapi istri dan anak juga harus diperhatikan kebutuhannya tercukupi atau blm
2022-12-19
0