Pipi Nara semakin memerah tatkala Kevin mengusap lembut pipinya.
"Pipimu kenapa merah sekali? Aku jadi tambah gemas." Setelah mengucapkan itu, Kevin kembali menyambar bibir Nara lagi, seolah-olah bibir Nara kini sudah menjadi candunya.
Setelah menyelesaikan ciuman yang kedua, Kevin sejenak menarik mundur wajahnya, lalu kemudian ia mencium kening Nara.
"Mau jalan-jalan ke sana?" tanya Kevin seraya menunjuk ke arah laut dengan deburan ombak yang cukup tenang.
Sedangkan Nara yang masih malu, ia hanya menganggukkan kepalanya seraya tersenyum malu-malu.
Kevin dan Nara terlihat begitu menikmati waktu mereka berdua hari ini, setelah puas menikmati suasana pantai, kini mereka berdua sedang makan siang di salah satu warung makan yang berada di pinggiran jalan raya.
"Sepertinya mau hujan, setelah ini aku antar kamu pulang ya?" ujar Kevin seraya melihat ke arah langit yang mulai menggelap karena mendung.
Nara menganggukkan kepalanya, sebab ia masih sibuk mengunyah suapan terakhirnya.
"Sudah?" tanya Kevin setelah melihat Nara selesai menghabiskan es teh nya.
Nara tersenyum. "Iya, kalau begitu ayo, kita pulang."
Setelah selesai membayar dan keluar dari warung tersebut, Kevin melepaskan jaketnya dan kemudian memberikannya kepada Nara. "Kamu pakai jaketku, udaranya sudah mulai dingin," ujar Kevin lembut.
"Tidak perlu, Mas. Mas saja yang pakai, kan Mas yang ada di depan."
"Sudah, tidak apa-apa. Aku nggak mau kalau kamu sampai sakit," balas Kevin seraya menyerahkan jaket itu ke tangan Nara.
Nara yang sudah tidak bisa menolak lagi, ia lantas memakai jaket tersebut. Dengan senyuman manisnya, Nara kemudian mengatakan, "Terima kasih."
Setelah sampai di depan gerbang mess, Nara segera mengembalikan jaket ke Kevin, lalu kemudian ia pamit masuk terlebih dahulu. Tanpa menunggu Kevin yang masih sibuk mengenakan jas hujan, sebab rintik hujan mulai jatuh membasahi bumi.
Namun, saat hampir di depan pintu, Nara melupakan sesuatu yang harus ia berikan kepada Kevin, yaitu sebuah jam tangan yang waktu itu Kevin titipkan ke Nara untuk diperbaiki. Kevin menitipkan jam tangannya untuk diperbaiki di toko yang berada tepat di sebelah toko tempat Nara bekerja.
Nara sontak bergegas kembali menemui Kevin yang masih berada di depan gerbang. Namun, Nara langsung menghentikan langkahnya ketika ia mendengar obrolan Kevin lewat ponselnya dengan orang yang berada di seberang sana. Gerbang itu cukup tinggi dan tertutup, jadi Kevin tidak mengetahui jika Nara berada di balik gerbang tersebut.
"Iya, Dianaku sayang ... Mas, akan belikan kamu dua puluh tusuk sate ayam. Jadi, kamu jangan marah lagi ya? Sebab rasanya dada Mas jadi sesak kalau kamu marah sama Mas," bujuk Kevin dengan lembut.
Nara tidak bisa mendengar suara Diana, namun Nara yakin itu adalah Diana sepupunya Kevin. Nara tersenyum masam mendengar percakapan ini, ia tentu merasa cemburu dengan semua ini. Jika saja Diana adalah adik kandung Kevin, mungkin Nara tidak akan pernah cemburu. Namun, Diana hanya sepupunya Kevin, dan Kevin juga terlihat lebih menyayangi Diana daripada dirinya, apakah ini masih bisa dikatakan wajar?
Nara tetap mematung di tempatnya berdiri, padahal Kevin sudah melajukan motornya pergi, yaitu tepat setelah ia mengakhiri panggilan telepon tersebut. Sedangkan hujan sudah turun mulai deras, namun tidak ada tanda-tanda jika Nara akan bergeser dari posisinya tersebut.
"Nara, ngapain kamu di sini?" tanya Bunga yang berjalan mendekat seraya membawa payung di tangannya. Ini adalah jam istirahat, para karyawan akan bergantian pulang untuk salat dan mengistirahatkan tubuh mereka sejenak. Melihat temannya berdiri di bawah hujan, tentu membuat Bunga bingung.
Nara tidak bergeming, ia terlihat tengah memikirkan sesuatu, lebih tepatnya melamun.
"Hei!" Bunga yang melihat Nara tidak menanggapinya, ia sontak mendorong pelan bahu Nara.
"Eh, Bunga. Sejak kapan kamu ada di sini?" tanya Nara yang terkejut seraya melirik payung yang tiba-tiba sudah menghalanginya dari hujan, lalu kemudian ia segera menghapus sisa air hujan yang membasahi wajahnya.
"Sejak melihat temanku nyaris kesambet," sahut Bunga ketus. "Ayo, masuk. Ngapain kamu hujan-hujanan begini? Memangnya dulu waktu kecil kamu belum pernah main hujan-hujanan? Melas banget hidupmu, masa kecilnya kurang bahagia." Lanjut Bunga yang terus mengomel untuk mengeluarkan semua rasa kesalnya kepada Nara. Sebab Bunga terlalu menyanyangi Nara, dan ia sedih jika melihat Nara seperti ini.
Melihat Nara hanya tertawa saja, Bunga sontak menyeret tangan Nara masuk ke dalam mess. Di dalam kamar, Bunga langsung mengambil handuk Nara dan menyerahkannya kepada gadis tersebut.
"Cepat mandi sana! Kalau kamu masuk angin, aku tidak mau kerokin kamu," ketus Bunga seraya mendorong pelan tubuh Nara agar cepat masuk ke dalam kamar mandi.
Bukannya segera menuruti perkataan temannya, akan tetapi Nara justru membalikkan badannya dan kemudian langsung memeluk Bunga. "Terima kasih. Terima kasih karena sudah menjadi teman baikku selain Stella. Di dunia ini, hanya kalian berdua saja yang tulus menyanyangiku," ujar Nara seraya menangis sesenggukan.
"Kamu itu ngomong apa? Semua orang juga sayang padamu," balas Bunga dengan nada kesal seraya memukul bahu Nara pelan. Namun, Bunga juga ikut meneteskan air matanya, ia benar-benar kasihan dengan hidup temannya satu ini.
Bunga memang masih belum tahu apa penyebab Nara tadi berdiri seraya hujan-hujanan di luar, namun Bunga bisa menerka jika ini pasti ada kaitannya dengan Kevin, sebab hari ini Nara mengambil cuti dan pergi bersama Kevin.
Nara tidak menanggapi kalimat Bunga barusan, ia hanya menggumamkan kata terima kasih lagi, lalu kemudian ia langsung pergi menuju ke kamar mandi.
"Dasar teman laknat! Setelah membuatku ikutan basah, langsung pergi!" teriak Bunga yang pura-pura marah, padahal suaranya terdengar parau ketika memaki.
Sontak hal itu membuat Nara bisa kembali tersenyum di dalam kamar mandi. Bunga memanglah teman yang bagaikan obat luka di saat ia sedang sedih.
Sedangkan di tempat lain. Kevin baru saja sampai di rumahnya, baru saja ia melepaskan jas hujannya, tiba-tiba saja dari arah belakang, Diana langsung memeluknya dengan manja.
"Mas Kevin, mana pesananku?" tanya Diana manja seraya menyodorkan tangan kanannya di hadapan Kevin.
Kevin tersenyum, lalu kemudian ia menyerahkan sebuah kantong plastik yang berisi satu bungkus sate ayam pesanan Diana. "Ini, pokoknya nanti harus dihabiskan. Awas kalau enggak!" balas Kevin yang pura-pura galak.
"Siap, Bos!" Sahut Diana seraya menerima kantong plastik tersebut, lalu kemudian Ia masuk ke dalam rumah melewati pintu dapur dengan riang.
Tanpa mereka berdua ketahui, ibunya Kevin melihat kejadian itu dari balik jendela samping rumah.
Melihat hanya Kevin sendirian di luar, Yulia lantas menghampiri anak bungsunya tersebut keluar melewati pintu samping.
"Kevin, dari mana kamu?"
"Eh, Ibu. Kevin baru saja keluar dengan Nara," sahut Kevin seraya menyalami tangan Ibunya.
"Oh, lalu kenapa Nara tidak diajak ke rumah?"
"Kan hujan, Bu. Kasihan kalau Nara sampai sakit karena dibawa mampir dulu ke sini."
Yulia hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu kemudian ia mengatakan, "Kevin, Ibu mau bicara sebentar sama kamu, kita duduk di sini dulu."
Kevin yang penasaran dengan apa yang akan disampaikan oleh ibunya, ia lantas menuruti perkataan ibunya untuk duduk di kursi yang ada di teras samping tersebut.
"Kevin, kamu dan Diana itu sepupu dekat, jadi rasanya kurang pantas jika kalian terlihat dekat seperti itu. Ingat, Diana itu anaknya adik kandung Ibu. Meski agama memperbolehkan kalian menikah, namun menurut medis bisa meningkatkan risiko genetik pada keturunan. Dan, lagi pula apa kata orang-orang jika kalian berdua sampai menikah? Bisa-bisa kalian dikira 'kumpul kebo' selama ini," ujar Yulia yang sedang mengungkapkan apa yang menjadi kerisauan hatinya selama ini.
Mendengar perkataan ibunya, Kevin sontak tertawa. "Ibu ini bicara apa sih? Mana mungkin aku dan Diana akan menikah, lagi pula hubungan kami juga sebatas kakak dan adik. Aku sudah menganggap Diana seperti adik kandung ku sendiri, jadi Ibu jangan mengkhawatirkan ini, karena sampai kapan pun Diana hanya akan menjadi adikku," jelas Kevin sungguh-sungguh.
Mendengar jawaban anaknya, Yulia merasa lega. "Baiklah. Tapi, tetap jangan terlalu dekat seperti tadi, karena tidak enak jika sampai dilihat tetangga," ujar Yulia mengingatkan.
"Iya, Bu. Baik, ke depannya kami akan lebih menjaga sikap," sahut Kevin meyakinkan.
Sedangkan di balik pintu yang masih terbuka sedikit, tanpa mereka berdua sadari, Diana mendengar semua pembicaraan mereka. Lalu kemudian tangannya mengetikkan sesuatu untuk dikirimkan kepada Nara, sebuah pesan yang mungkin akan menjadi akhir dari kisah hubungan Nara dan Kevin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments