TERIMA KASIH, MANTAN!
Wangi berbagai aroma parfum wanita, telah memenuhi ruangan mess karyawan wanita, Moretta Fashion. Sekarang sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, waktunya bagi para karyawan bersiap-siap berangkat ke toko pakaian paling besar, yang berada di dalam pasar tradisional terbesar di kota ini.
Namun, suara dering ponsel membuat Anarawati menghentikan langkahnya. Gadis yang akrab disapa Nara itu mendesah ketika melihat nama yang terpampang di layar ponselnya.
"Assalamualaikum ... iya, Bu. Ada apa?" tanya Nara lembut saat panggilan telepon masuk itu sudah terhubung. Namun, wajah Nara terlihat muram ketika menerima panggilan telepon tersebut.
"Nara, cepat kirimkan uangnya sekarang! Sebab besok adalah tenggat waktu pembayaran semesternya Naufal!" perintah Siti, yang tidak perlu basa-basi menjawab salam Nara.
"Baik, Bu. Setelah pulang kerja nanti, aku akan mengirimkan uangnya."
"Iya, Ibu tunggu." Setelah mendengar itu, sambungan telepon itu langsung terputus.
Tidak ada kata terima kasih, atau sekedar basa-basi menanyakan bagaimana kabar anaknya, Siti hanya menelpon Nara ketika meminta uang saja.
"Setidaknya menanyakan 'sudah sarapan belum?' Padahal aku ingin sekali saja bisa mendengar kata-kata itu dari Ibu," gumam Nara seraya memandang ponselnya dengan perasaan sedih.
"Nara, buruan berangkat, nanti kita telat!" Terdengar suara teriakan Bunga dari luar.
"Iya ...." sahut Nara yang langsung keluar menyusul teman-temannya yang lain.
"Siapa yang nelpon? Ibumu?" tanya Bunga.
"Iya," sahut Nara seraya mensejajarkan langkahnya di samping Bunga.
"Apakah minta uang lagi?" tebak Bunga yang merasa simpati dengan kehidupan yang dilalui temannya ini.
Nara mengangguk. "Minggu depan Naufal semester, besok adalah tenggat waktunya."
Naufal adalah adik ke dua Nara, dia masih duduk di kelas satu SMP. Nara lima bersaudara, dan dia adalah anak pertama. Sebagai anak pertama, sudah sewajarnya jika Nara membantu adik-adiknya agar bisa melanjutkan sekolahnya.
Bunga mendesah. "Dan, satu tahun lagi Nadia lulus SMA, apakah kamu akan membantu uang kuliahnya juga? Lalu, bagaimana dengan Nelly dan Nizam. Nara, kamu adalah kakak yang paling hebat."
Bunga terdengar memuji, namun ia mengatakannya dengan nada kasihan. Lagi pula, siapa yang tidak kasihan melihat nasib Nara. Nara hanya mengenyam pendidikan hingga SMP saja, namun ia sudah harus bekerja di usianya yang masih di bawah umur, dan lalu membantu biaya pendidikan adik-adiknya.
Nara tersenyum. "Iya, doakan saja aku tetap sehat dan rezeki ku juga lancar, agar yang diinginkan kedua orang tuaku, bisa terpenuhi." Tiga tahun sudah Nara bekerja di Moretta Fashion, dan ia sudah sangat bersyukur sebab bisa membantu ekonomi keluarganya.
"Aamiin ...." Bunga sontak mengamini doa Nara, ia juga berharap semoga kelak Nara bisa selalu hidup bahagia.
Setelah selesai menjalankan rutinitas setelah toko dibuka, yaitu membersihkan lantai, kaca dan juga semua barang dagangan dari debu, Nara dan teman-temannya bergantian sarapan pagi.
Hingga giliran Nara untuk sarapan tiba, Nara tidak bisa melewatkan kesempatan ini untuk segera mengirim pesan kepada Kevin, pacarnya. Mereka sudah berpacaran hampir satu tahun lamanya.
Aturan di tempat kerja yang melarang bermain ponsel di saat bekerja, membuat para karyawan menggunakan kesempatan untuk bermain ponsel di jam istirahat, termasuk ketika sedang jam makan.
[Mas Kevin sudah sarapan?]
Centang dua, namun Kevin belum membacanya.
[Mumpung aku masih sarapan, kalau Mas tidak sibuk, kita telvonan ya?]
Melihat teman-temannya yang lain, yang sedang asyik menelpon pacarnya masing-masing, tentu saja membuat Nara iri dan ingin teleponan juga dengan Kevin. Namun, balasan yang ia dapatkan...
[Apakah tidak cukup hanya seperti ini saja? Jangan bilang kalau kamu sedang iri dengan teman-temanmu yang ditelvon pacarnya masing-masing.]
Di akhiri emoticon malas, lalu Kevin terlihat mengetik lagi.
[Nara, sudah berapa kali aku bilang, meskipun kita juga pacaran seperti yang lainnya, tapi tidak seharusnya kita mengikuti gaya pacaran orang lain. Masing-masing orang punya gaya sendiri, termasuk aku!]
[Nara, sumpah aku capek ngikutin kemauanmu yang kekanakan itu. Jika ingin hubungan kita langgeng, terima saja gaya pacaranku, bukan meniru orang lain!]
Nara hanya bisa mendesah, lalu kemudian ia membalas. [ Iya, maaf.]
Hanya centang satu, sepertinya Kevin marah dan mematikan data ponselnya.
Melihat teman-temannya masih sibuk menelepon, Nara hanya bisa fokus kembali menghabiskan sarapannya.
Padahal aku merindukan suaramu.
Hari ini Minggu, toko akan selalu ramai pengunjung. Kesedihan dan kekecewaan Nara perlahan menghilang sebab riuhnya pembeli yang menanyakan stok baju, atau menawar harga, padahal sudah tertera harganya pas.
Maklum, begitulah cara ibu-ibu berbasa-basi dengan para pedagang, namun mereka akan sangat senang jika mendapatkan potongan harga sungguhan.
"Beneran tidak bisa kurang ya, Mbak?" tanya seorang ibu bertubuh tambun, yang kembali mengulang pertanyaannya kepada Nara.
"Maaf, Bu. Tidak bisa, harganya pas," sahut Nara seraya tersenyum.
"Huh! Iya sudah. Kalau gitu, aku nggak jadi beli," balasnya seraya melempar baju yang di pegangnya ke atas gawang gantungan baju. Lalu ia pergi dengan wajah masam.
"Iihh dasar! Kalau nggak punya uang, nggak usah sok kayak orang mau beli baju. Udah dibilang harga pas, tetep aja ngeyel nawar!" ketus Bunga pelan, ia paling kesal jika melayani pembeli semacam ibu-ibu seperti itu.
"Sstt! Sudah-sudah, nggak perlu diambil hati, kan udah biasa nemuin orang semacam itu. Ayo, layani yang lain saja," ujar Nara seraya menepuk bahu Bunga menenangkan.
Lalu kemudian mereka melayani pembeli yang lain, hingga waktu istirahat tiba.
Hari sudah siang, Kevin sudah kembali online, namun ia tidak mau membalas pesan Nara.
"Apa aku begitu keterlaluan? Tapi, kalau nggak mau telvonan, seharusnya nggak perlu marah sampai seperti ini," gumam Nara pelan seraya menatap layar ponselnya.
"Ada apa? Berantem lagi dengan Kevin?" tanya Bunga yang melihat wajah Nara yang muram.
"Iya ... begitulah. Bunga, memang aku salah ya, jika menuntut lebih banyak perhatian darinya?"
"Halah, nggak sepenuhnya salah kok, memang dianya saja yang aneh. Punya pacar seperti itu lebih baik diganti saja. Kamu jangan khawatir, nanti aku kenalkan kamu dengan cowok yang lebih baik, dan yang bisa lebih perhatian denganmu," ujar Bunga seraya merangkul pundak Nara.
Bunga menganggap Kevin aneh, sebab Kevin jarang mau berbicara lewat telepon dengan Nara, mereka berdua hanya sering berbalas pesan saja. Dan juga, Nara lah yang sering terlihat perhatian dengan Kevin. Namun, Kevin hanya bersikap seperti layaknya teman saja.
Nara hanya menanggapinya dengan tertawa, lalu kemudian mereka kembali melanjutkan langkah mereka menuju warung makan terdekat.
Namun, saat mereka hendak menyeberang jalan, Bunga melihat seorang laki-laki yang sedang mengendarai motor dan dikenalnya.
"Nara, bukankah itu Kevin? Dia bonceng siapa?" tanya Bunga yang melihat Kevin membonceng seorang gadis cantik di belakangnya.
Nara segera mengikuti arah pandang Bunga, wajahnya semakin muram ketika melihat pemandangan yang ada di depannya. "Kevin, kenapa kamu selalu bersama dia?" batin Nara yang merasakan hatinya seperti tertusuk oleh ribuan duri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments