Hasrat Tuan Majikan | 5

Sepertinya tidur Green terlalu nyenyak hingga ia bangun kesiangan. Sebenarnya malas untuk bertemu dengan Biru yang membuat hatinya semakin kesal, tetapi Green harus tetap bangun untuk pergi ke kampus.

Hidupnya hanya menghitung hari lagi saat Green membuka isi dompet. Hanya sebuah KTP dan dua lembar uang gambar pak Proklamator yang tengah tersenyum seolah dia bahagia berada di dompet tebal milik sang empu.

"200 ribu sampai mana?" keluh Green.

Di luar sana Green mendengar suara ribut-ribut lagi. Seperti suara Biru yang sedang beradu dengan seseorang. Green segera berlari ke luar. Ia sudah memastikan, itu adalah para rentenir yang hendak menagih utang Biru. Sampai kapan Biru akan berhenti berulah lagi.

"Ada apa lagi ini?" Setengah berteriak Green menatap Biru dan seseorang sedang merebutkan sebuah kantong plastik berlogo ayam tumbuk.

Mata Green pun melebar dua kali lipat.

"Apa yang sedang kalian perebutkan?" tanya Green sambil melipat tangannya di depan dada.

"Maaf, Mbak, Mas ini sudah memesan makanan via online tetapi tidak mau membayarnya," ujar seorang ojol.

"Bukan tidak mau bayar. Aku hanya ingin mengutang saja," sanggah Biru.

"Halo Mas … Mas masih sehat, kan? Sejak kapan pesan makanan online bisa ngutang? Kalau gak punya uang gak usah sok-sokan pesan!"

"Udah … udah! Pagi-pagi udah ribut bikin gak selera mau hidup! Berapa?" Green memijit pelipisnya dengan kasar.

Mau tidak mau Green harus mengeluarkan salah satu kertas gambar proklamator yang mengisi dompetnya. Dengan perasaan berat, Green menyerahkan kepada sang kurir delivery.

Hanya tiga puluh ribu. Harga yang sangat murah bagi orang yang bergelimangan harta tidak seperti dirinya. Tiga puluh ribu jika dibelanjakan di pasar sudah cukup untuk stok sayur tiga hari ke depan. Namun, sekarang akibat ulah Biru, Green harus kehilangan tiga puluh ribunya untuk sekali kunyah saja.

"Puas, Bang?" Green berteriak kemudian masuk ke dalam rumah lagi dengan perasaan kesal sepuluh kali lipat.

Biru benar benar manusia tak berguna. Jika saja Biru bukan satu-satunya keluarga yang tersisa mungkin Green akan segera menendangnya ke laut agar menjadi santapan bintang laut dari pada hidup selalu membuat masalah.

Biru mengejar langkah Green sambil membawa pesanan di tangannya.

"Green, tunggu! Niat gue kan baik. Elu bangun kesiangan dan gue mencoba untuk memesan makanan buat elu, biar elu gak masak."

"Tapi gak gini juga caranya, Bang! Gue udah gak ada duit lagi. Gimana nasib gue selanjutnya?" Green benar benar ingin menyerah saat menghadapi ulah Biru.

"Ya udah, kan udah dibayar. Makan gih, terus ke kampus. Gue juga mau cari kerjaan."

Mata Green lagi-lagi membulat sempurna sambil tersenyum sinis. Apakah Green salah dengar? Biru mau mencari pekerjaan? Yang benar saja, lelaki pemalas seperti Biru mau bekerja.

"Sayangnya gak lucu. Pagi-pagi dah ngelawak aja."

Biru yang terlihat cuek mengambilkan piring untuk Green. Katakan saja dia sudah sangat keterlaluan, tetapi di relung hatinya Biru menyayangi Green setulus hati. Buktinya tanpa sepengetahuan dari Green, Biru telah membayar uang semester Green yang nunggak dua bulan serta memperbaiki motor matic yang sedikit-sedikit ngambek dan harus nginep di bengkel.

Biru yang tak sudah berusaha mencari pekerjaan tetapi selalu gagal, tanpa pikir panjang meminjam uang kepada renternir demi Green agar bisa kuliah dengan tenang.

"Serah elu aja!" Biru mulai menikmati sarapan paginya, begitu juga dengan Green yang terpaksa menyantap makanan yang telah berada di hadapannya. Sayang dibuang, cari duit gak gampang.

***

Setelah pulang kuliah, Green memikirkan ulang tawaran dari sang pemilik mobil kemarin. Mungkin tidak ada salahnya jika dia mencoba menghubungi nomor yang telah diberikan. Siapa tahu kerjanya enak, gajinya juga besar mengingat mobil yang dikendarai kemarin adalah mobil mewah.

"Coba dulu deh. Siapa tahu emang orang baik."

Green merasa bahagia saat orang tersebut menyuruh untuk langsung datang ke rumahnya, karena ternyata pekerjaan Green hanya mengurusi majikan saja. Gadis itu berpikir bahwa majikan itu sudah tua yang sedang lumpuh atau sedang sakit struk.

"Rejeki emang gak kemana."

Riang hati mengiringi langkah Green menuju tempat di mana ia akan bekerja. Semoga saja majikannya kelak adalah orang yang baik.

Sesampai di alamat yang dituju, mata Green takjub atas istana megah yang bertengger di hadapan saat ini.

"Waoow … amazing! Istana ratu Elizabeth mah lewat," kekeh Green.

Pita menemui pak Hari, lelaki yang menawarkan pekerjaan kepada Green.

Setelah berbincang bincang dan menjelaskan apa saja tugas Green, pak Hari juga memperlihatkan beberapa pelayan yang memiliki tugas masing masing tetapi mereka semua sudah terlihat berumur dan sepertinya sudah berkeluarga. Hanya Green yang masih daun muda, itu sebabnya tugas Green hanya melayani majikan seperti menyiapkan baju kerja, makanan dan harus siap siaga saat dibutuhkan.

"Pak Hari, majikannya sudah tua ya? Kira-kira dia mesum tidak?" bisik Green.

Pak Hari menahan senyumnya. "Tidak terlalu tua, dia duda dan tidak mesum, tapi … rajanya mesum. Jadi kamu hati-hati saja," bisik pak Hari lagi.

Green menelan kasar ludahnya. Jika tidak tergiur oleh gaji yang disebutkan oleh pak Hari tadi, Green ingin mundur tapi gadis yatim piatu itu ingat kembali akan hutang Biru yang akan jatuh tempo beberapa hari lagi.

'Tidak apa apa mesum. Kalau macam-macam racun aja, kan beres.' Green tertawa dalam hati.

Setelah melakukan kesepakatan, Green pun akhirnya merasa lega. Setidaknya dia tidak akan menjadi gelandangan cantik di jalanan.

Begitu juga dengan pak Hari yang segera menghubungi Anyer bahwa telah mendapatkan pengganti Susi Similikiti dan jauh lebih cantik dari pembantu yang dulu itu. Terlebih, penggantinya kini masih kinyis-kinyis.

"Yes! Akhirnya gue dapet juga kerjaan yang enak. Anggap saja pengasuh tuan jompo." Lagi-lagi Green tertawa puas.

Mengingat akan Jingga sahabatnya, Green pun berencana untuk menemui Jingga di tempat kerjanya karena mengingat Jingga tidak punya waktu untuk menemuinya. Sama-sama berjuang dari bawah, keduanya saling mendukung meskipun sekarang sudah tidak berada dalam 1 tempat kerja.

Green menghentikan langkah. Lagi-lagi Green harus melihat sosok yang sangat dibencinya. Namun, kali ini bukan bersama dengan seorang wanita, melainkan bersama dengan beberapa orang berseragam hitam sedang masuk ke dalam sebuah kamar hotel.

Green menangkup mulutnya dengan kedua telapak tangan. "Astaga … apa yang akan dia lakukan? Masa iya terong makan terong?"

Tak ingin memikirkan hal itu terlalu dalam, Green melanjutkan langkah untuk menuju ruang karyawan yang ada di bagian belakang hotel. Saat hendak ke sana, Green berpapasan dengan Willi yang tak percaya bahwa Green berada di hotel ini. Apakah Green akan kembali bekerja lagi?

"Green?" sapa Wily

"Pak Wily," balas Green.

"Mau ke mana kok ke belakang. Kerja di sini lagi?"

Wily yang kepo terlalu banyak pertanyaan membuat Green merasa risih.

"Mau ketemu Jingga sebentar. Bisa kan, Pak? Kalau gak bisa, aku sumpahi hotelnya meledak," canda Green.

"Tentu boleh dong. Mau diantar? Mana tau lupa arah," tawar Wily.

"Gak usah, Pak. Terima kasih banyak."

.

.

.

.

...BERSAMBUNG...

Terpopuler

Comments

Roroazzahra

Roroazzahra

perempuan yg tangguh 👍

2022-12-24

0

ArgaNov

ArgaNov

Hai Kak, aku singgah sampai bab ini dulu ya, nanti aku singgah lagi.

Aku tunggu kedatangannya di Tukar Jiwa🥰

2022-11-16

1

Nani kusmiati

Nani kusmiati

lanjut author.

2022-11-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!