Green harus bangun saat suara ribut mengganggu tidurnya. Padahal, Green baru saja tertidur beberapa jam yang lalu.
Dengan langkah tertatih sambil mengumpulkan sebagian nyawanya, Green membuka pintu kamar dan mencari asal muasal suara tersebut. Sekilas Green mendengar suara rintihan Biru, abang Green yang sering membuat masalah hingga Green kehabisan akal untuk memberi pelajaran kepada abangnya sendiri.
"Ada apa ini?" Green sangat terkejut saat melihat Biru tengah dikeroyok oleh tiga orang berseragam serba hitam dengan perawakan tinggi dan gagah. Sepertinya mereka bukanlah orang biasa.
"Kebetulan kau ada di sini. Hei Nona manis, bayar utang kakak tersayangmu ini atau kami akan patahkan kakinya sekarang juga!" teriak salah satu di antara mereka
Green menggeleng pelan. Sampai kapan Biru akan terus membuat masalah seperti ini.
"Berapa hutangnya?" ketus Green.
"Tidak banyak, hanya sepuluh juta."
Mata Green terbelalak tak percaya. Apa? 10 juta? Itu uang seberapa banyaknya. Boro-boro 10 juta, 1 juta saja Green tidak punya dan ini 10 juta, ngepet di mana agar dapat 10 juta?
"Apa!" teriak Green.
"Baiklah kami beri tempo selama satu minggu, jika dalam tempo seminggu kau tak bisa melunasi, maka dengan terpaksa kami akan menyita rumah ini."
Setelah mengucapkan kata tersebut ketiga orang itu melenggang pergi meninggalkan rumah Green.
Green segera menatap Biru. Bukan rasa kasihan yang Green berikan, tapi rasa kesal sampai ubun-ubun. Bagaimana bisa Biru berhutang uang dengan jumlah yang banyak tanpa sepengetahuan dirinya.
"Sekarang aku tanya. Mengapa Abang bisa berhutang tanpa sepengetahuanku?" tekan Green.
Biru berjalan terpincang karena tubuhnya sedikit ngilu akibat pukulan dari orang-orang tadi. Bukannya menjawab, Biru malah merebahkan diri di sofa panjang.
Setelah kematian orang tuanya sikap Biru berubah total. Biru yang dulu adalah seorang yang rajin bekerja dan penyayang. Namun, kini dia berubah menjadi sosok yang dingin nan acuh. Satu lagi, Biru menjadi lelaki pemalas yang hobi keluyuran.
"Bang Bir, aku lagi ngomong lho!" teriak Green tak terima saat tidak diacuhkan oleh Biru.
Biru menatap Green dengan malas dan meninggal adiknya yang sedang marah. Andaikan saja kedua orang tua mereka tidak meninggal, Biru tidak akan mengalami kesulitan hidup seperti ini. Bahkan hingga saat ini penyebab kematian orang tua mereka masih belum memiliki titik terang.
Sampai saat ini, Biru masih mencari tahu tentang kematian orang tuanya tetapi tak juga membuahkan hasil.
🥕🥕🥕
Bulan ini cuaca tidak menentu, siang panas tiba-tiba sorenya hujan. Siapa yang bisa memprediksi cuaca? Bahkan ramalan cuaca saja tidak selalu benar. Bagaimana Green bisa mempercayai prediksi cuaca?
Seperti biasa, sepulang kuliah Green segera menuju Hotel "Selalu Rame" milik salah satu pengusaha tersohor di kota tersebut. Meski begitu, Green sendiri tidak tahu siapa sosok itu karena yang penting bagi dirinya adalah bekerja, gajian, lalu beli jajan. Begitu prinsip hidup Green.
Green memarkirkan motor di tempat biasa. Sebelum masuk ke dalam hotel, mata Green menangkap mobil hitam yang ia labrak kemarin. Namun, sayang tidak ada sang pemilik di sana.
Tiba-tiba saja langkah Green terhenti saat ia menemukan cara untuk membalas rasa kesalnya kemarin. Gadis itu berjalan mengendap-endap hingga tangan nakalnya telah menemukan kenop untuk mengempeskan ban mobil tersebut.
"Rasain," lirih Green.
Green berjalan santai seperti biasa. Karena hari ini masih sore, suasana hotel masih terlihat sepi hanya satu dua dan lima yang keluar masuk kamar. Ia memencet tombol lift karena harus membersihkan lantai 11.
Bertepatan dengan itu masuklah dua orang yang membuat Green merasa risih dan geli. Bagaimana bisa kedua makhluk bangsut ini bercumbu di depan Green yang jelas-jelas matanya masih suci belum pernah ternodai oleh pemandangan yang tidak senonoh.
Kali ini tanpa sensor Green melihat dengan mata telanjangnya bagaimana dua orang saling bertukar saliva. Suara decakan yang mereka ciptakan bergema hingga ke daun telinga Green. Gadis itu hanya memejamkan mata menepis, pendengarannya yang telah ternoda.
Namun, tiba tiba saja Green naik tensi saat desa.han kecil keluar dari mulut wanita tersebut. Ingin rasanya Green menjambak rambut dan mencakar seluruh tubuh wanita itu.
"Berhenti!" teriak Green.
Hal itu membuat lelaki yang tak lain adalah Anyer mengernyit heran.
"Kalian bener bener ya manusia bangsut! Dan Anda, Tuan! Seharusnya Anda malu dengan umur Anda yang sudah tidak muda lagi tapi sering berganti wanita tiap malam. Insyaf, Tuan!" teriak Green dengan dada naik turun.
Sebenarnya Green sedikit merasa takut jika tamu tersebut akan mengadu kepada atasan hotel itu.
"Halo, Nona yang manis! Apakah kau juga ingin merasakannya? Bagaimana kalau aku bermain dengan dua wanita secara bersamaan? Sepertinya akan lebih menyenangkan," ujar Anyer.
Green bergidik ngeri. Dasar, bukannya ingat umur yang sudah tua tetapi terus saja bermain dengan wanita. Cih… Green tidak akan pernah sudi disentuh oleh lelaki seperti ini.
"Maaf, Tuan, saya tidak tertarik! Bisa saja bibir Anda sudah terkontaminasi oleh virus pergaulan bebas. Hei, Mbak! Gak takut ya kalau terkena virus dari lelaki bangsut seperti ini?" tekan Green.
Anyer merasa tidak terima atas penghinaan dari Green yang sudah kelewat batas.
"Kau!" geram Anyer.
"Kenapa? Salah? Emang bener kan kalau setiap malam Anda gonta ganti wanita, hah? Masih kurang pelayanan di rumah? Hei Om, kasihanilah istri Anda yang sudah menunggu di rumah. Ini malah mainin wanita gak jelas!" ujar Green dengan sangat kesal.
"Oh iya, Om. Sebaiknya Anda pulang sana!" usir Green.
Green merasa sangat puas setelah memaki Anyer. Selama ini, Green hanya bisa memendam unek-uneknya saat melihat Anyer keluar dari sebuah kamar. Tentu saja Anyer telah nananunu di dalam sana bersama dengan wanita bayarannya.
Green pun kadang merasa sangat miris dengan wanita panggilan tersebut. Hanya demi rupiah, mereka rela menggadaikan tubuh dan kesuciannya.
Anyer memperhatikan Green dari ujung kaki hingga ujung rambut. Pandangannya berhenti di aset berharga milik Green yang tidak terlalu mencolok.
Anyer tersenyum sinis. "Tapi ... sayangnya aku tidak tertarik oleh tubuh yang rata seperti ini. Tak ada bentuk sama sekali," ledek Anyer.
"Honey ... mari kita lanjutkan lagi di kamar," bisik Anyer.
Anyer meninggalkan Green yang masih terpaku di dalam lift. Hal itu membuat Green semakin muak terhadap Anyer.
"Aku rasa lelaki itu harus di-ruqyah agar jin yang nempel pada kepanasan," gerutu Green.
Tak peduli dengan apa yang akan dilakukan oleh Anyer, Green memilih fokus saja dengan pekerjaan. Saat ini Green sedang butuh uang dengan jumlah yang cukup banyak.
Bisa saja, dia mengikuti langkah wanita malam dengan menjajakan tubuh kepada lelaki hidung belang, tetapi Green masih sadar dan waras. Harga diri seorang wanita harus dijunjung hingga kapan pun. Kesucian diri itu hanya akan Green berikan kepada suaminya kelak.
"Gue sumpahin lo kena virus kelamin." Sumpah serapah mengalir begitu saja mengiringi kekesalan hati Green.
...BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Rena utami
mana ada yg begitu..green benar2 berlebihan, ga punya etika
2023-12-31
0
ian machmud
gadis bar-bar beruntung anyer ga mempersulitmu 🤭
2022-12-06
0
Santi Liana
ky ny seru nih
2022-11-19
0