Bayangan dua orang bangsut itu tidak bisa hilang dari pikiran Green. Setiap dia ingin menepis, suara de.sahan wanita itu terngiang-ngiang di gendang telinganya. Pekerjaan Green pun menjadi terganggu hingga tanpa sengaja Green menabrak seseorang.
Green yang sedang ingin mengantarkan minuman ke sebuah kamar tersentak saat air yang ia bawa menyiram baju orang tersebut.
"Astaga," pekik Green panik.
Namun, lebih panik lagi saat manik mata tajam menyorot matanya. Green hanya bisa menunduk dan meminta maaf karena tidak sengaja menumpahkan minuman tersebut.
"Apa kau memang sengaja, Nona?" tekan lelaki tersebut yang tak lain adalah Anyer.
Green menggeleng dengan cepat. "Tidak! Aku benar-benar tidak sengaja, Om. Lagian mata Om di mana, sudah tahu ada orang lewat main nyelonong aja!" protes Green.
Ya, Anyer memang sedang terburu-buru hingga tak memperhatikan jalannya.
"Aku tidak mau tahu! Aku heran kenapa manajer bisa mempekerjakan gadis ceroboh seperti ini," ujar Anyer.
Green merasa terpancing oleh ucapan Anyer. Enak saja dia dikatakan gadis ceroboh. Selama Green bekerja di sini, Green belum pernah membuat masalah.
"Kalau ngomong dijaga dong, Om! Om sendiri jalan gak pakai mata malah nyalahin orang. Kenapa, udah ditunggu wanita lain lagi?" ledek Green.
Anyer makin lama tidak bisa menahan emosi. "Kau!" Anyer mengacungkan jari telunjuk ke arah Green, tapi gadis room service itu segera menepisnya.
"Turunkan tangan Anda!" ketus Green.
Anyer merasa geram, ia mengepalkan tangan. Kesabarannya sudah habis untuk menghadapi tikus kecil seperti Green.
"Awas kau!" ancam Anyer yang memilih meninggalkan Green karena memang dia sedang buru-buru.
Green menatap punggung tegap itu hingga menghilang. Setelah tersadar, dia segera membersihkan bekas air yang tumpah di lantai sebelum ada orang yang terpeleset.
🥕🥕🥕
Wajah lelah Green terlihat lebih jelas. Saat melihat jam dinding, dia mendesah karena ternyata baru pukul 2 dini hari, dan jadwal shift masih panjang hingga pukul 5 subuh nanti.
Green harus siap siaga menyambut kedatangan tamu, bahkan kadang Green juga harus mengantar tamu tersebut hingga ke kamarnya.
Saat Green hendak menuju ke loker, langkahnya tertahan oleh Wily, manager hotel tersebut. Wily datang dengan wajah lesu. Dirinya terlihat sedang memikul beban pikiran.
"Ada apa, Pak?" tanya Green.
Wily mengambil nafas dalam-dalam. Mau tidak mau Wily harus mengatakan ini kepada Green karena itu sudah permintaan dari pemilik hotel ini. Entah apa yang dilakukan oleh Green hingga membuat marah pemilik hotel.
Padahal setahu Wily,, Green bekerja dengan baik dan tidak pernah ada yang komplain dengan pelayanan gadis itu. Namun, mengapa tiba tiba Anyer menunjukkan sebuah rekaman CCTV yang seolah menyudutkan Green sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
"Pak," ulang Green.
Wily tersadar. "Green … sebelumnya, aku minta maaf dengan berat hati kamu diberhentikan dari hotel."
Green membeku, berharap ia salah dengar atau saat ini Wily sedang ngeprank dirinya. Tidak mungkin Green dipecat tanpa memiliki kesalahan.
"Bapak bercanda." Suara Green melemah, tapi Wily menggeleng pelan.
"Maaf Green, aku tidak tahu kamu memiliki masalah apa dengan Tuan Anyer sehingga beliau memutuskan untuk memecatmu," terang Wily.
Green masih terpaku dan mengingat salah apa yang telah diperbuat hari ini. Green hanya mengingat kejadian saat memakai Anyer dan tidak sengaja menumpahkan minuman ke bajunya.
Jadi … lelaki itu adalah pemilik hotel ini. Green benar-benar bodoh hingga tak mengenali Anyer sebagai pemilik hotel ini mengingat dirinya hampir setiap malam menggandeng wanita yang berbeda ke dalam kamar.
Pantas saja dia tidak memiliki sopan santun di dalam lift tadi.
Green sadar akan kesalahannya. Ia tertunduk lesu. Meski berat, Green harus menerima kenyataan pahit yang harus dihadapi saat ini. Dia menerima kenyataan bahwa dia telah dipecat!
Pukul 3 dini hari, Green keluar dari hotel tempatnya bekerja. Sebelum ia benar-benar meninggalkan hotel tersebut, Green menatap lekat pada bangunan itu. Bangunan hotel inilah yang telah berjasa selama 2 tahun terakhir.
Green mulai menghidupkan motornya. Di ujung jalan sana sebuah mobil sudah menunggu Green keluar dari hotel tersebut. Anyer tersenyum puas. Akhirnya gadis yang telah berani memaki dirinya telah benar-benar dipecat. Siapa suruh mempekerjakan seorang gadis yang ceroboh seperti itu.
Green membuka pintu kamar dengan lesu. Ia benar-benar merasa galau. Bagaimana dia akan membayar uang semester, biaya listrik, biaya air, biaya makan dirinya dan juga Biru. Sedangkan Biru tidak bekerja sama sekali, hanya luntang-lantung tidak jelas dan bisanya hanya berutang sana-sini. Green sendiri tidak tahu untuk apa uang yang dipinjam oleh Biru.
Green menjatuhkan kasar tubuhnya di ranjang dengan penuh sesak di dada.
Mungkin di balik semua ini ada hikmah yang belum ia ketahui. Bisa jadi hilang satu tumbuh dua ribu, kan bisa untung banyak.
Pagi ini Green, sengaja bangun siang karena tidak ada jadwal kuliah lagi. Sebenarnya ia punya niatan untuk mencari pekerjaan lagi, tetapi Green masih sangat malas untuk beranjak dari ranjang hingga suara dering ponselnya memaksa Green untuk bangkit.
Sebuah panggilan telepon dari Jingga, sahabat Green. Jingga yang tadi malam tidak kebagian shift malam merasa sangat terkejut saat mendengar kabar bahwa Green sudah dipecat. Ia pun segera menghubungi Green pagi ini.
Jingga merasa iba terhadap nasib yang menimpa sahabatnya. Dia diharuskan banting tulang sendiri agar tetap bertahan hidup. Dia memiliki seorang kakak yang seharusnya melindungi, tapi malah merepotkan. Kakaknya itu memang menambah beban hidup Green saja.
[Yang sabar ya, Green. Kamu jangan sedih, nanti aku bantu kamu cari pekerjaan baru]
Green hanya mengiyakan saja kata-kata dari Jingga. Memang Green harus segera mencari pekerjaan lagi apalagi saat mengingat seorang rentenir tempo hari. Dari mana Green bisa mendapatkan uang 10 juta. Semua ini gara-gara Biru!
Setelah mematikan sambungan telepon, Green segera mencari keberadaan Biru. Dalam rumah yang cukup luas peninggalan orang tuanya, Green memanggil nama Biru.
Green segera mendobrak pintu kamar Biru yang memperlihatkan sang kakak yang sedang terlelap dalam tidurnya.
"Bener-bener nih anak," geram Green.
Green segera menyibakkan selimut tebal yang membungkus tubuh Biru.
"Bangun, Bang!" teriak Green dengan keras.
Biru hanya menggeliat dan membenahkan lagi selimutnya. Green hanya bisa menggeleng atas sikap kakaknya yang sangat tak acuh.
"Bang Bir ... gue dipecat! Dan lo masih bisa tidur dengan nyenyak?" teriak Green lagi.
Biru melirik adiknya yang sedang naik tensi. Begitulah wanita, siapa yang salah semua akan kena imbas.
"Terus salahku di mana? Lo sih kerja gak becus makanya dipecat!"
Green membulatkan matanya. Sungguh kakak durjahim. Pakai ngatain gak becus. Memang selama ini siapa yang membiayai hidup keduanya? Ingin rasanya Green menjambak rambut Biru.
"Bang Bir, lo bisa mikir gak sih? Kalau gue dipecat, itu berarti gue gak bisa bayar utang lo, dan rumah ini bakalan disita. Kalau itu terjadi kita akan tinggal di mana? Gue gak mau jadi gelandangan. Mana gue skripsi gak kelar-kelar. Bisa-bisa gelar gue ntar sarjana gelandang dong!"
Ingin rasanya Green meraung-raung di depan Biru agar dia tahu betapa menyedihkan keadaannya saat ini.
"Gue juga gak mau kali jadi gelandangan. Cari kerja baru sana! Ganggu orang tidur aja."
What? Lagi-lagi Green tak percaya dengan sikap Biru yang sangat tak acuh. Green hanya bisa menghentakkan kakinya lalu beranjak pergi dengan segudang dongkol di dalam dadanya.
.
.
.
...🥕🥕BERSAMBUNG 🥕🥕...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
est
ndak usah urus kakak kampret tu
2024-03-31
0
Rena utami
green, udh..cari kerja baik2...skripsimu selesaiin...kkmu ga usah kau urusin..biar aja dia cari makan ndiri.
2023-12-31
0
Nur Syah
aduhhhh
2023-01-01
0