Akhirnya, tanpa banyak bicara lagi, Danu lalu mengarahkan mobilnya pulang.
Jam setengah empat, akhirnya mobil mencapai area pekarangan rumah yang luas itu.
Di depan, dekat pintu masuk utama rumah, terlihat sebuah mobil pajero hitam sudah terparkir. Secara tidak sengaja, kening keduanya berkerut bersamaan melihatnya. Bisa ditebak, dua-duanya palingan berpikir... Mobil siapa itu? Tapi tentu reaksi berikutnya tidak akan sama.
Bagi Rara, pertanyaan itu hanya sekedar kebiasaan saja, untuk reaksi atas ketidak-tahuannya pada sesuatu.
Pertanyaan... Mobil siapa itu? Sudah cukup menjadi pertanyaan saja. Mau ada jawabannya syukur... enggak ada juga enggak masalah kan?
Untuk Danu... Pertanyaan itu bagaikan perintah tidak langsung dari otaknya, agar menggali ingatan... Danu sadar, mereka tidak tinggal di kota besar yang membuat pemandangan atas mobil serupa pajero itu menjadi pemandangan umum dan lumrah.
Di tempat ini, hanya beberapa orang saja yang punya mobil seperti itu. Makanya, dia langsung menebak-nebak, siapa kira-kira, orang yang punya mobil seperti itu, dan mempunyai urusan dengan keluarga mereka, hingga datang ke kediaman mereka ini.
Setelah melakukan analisis cukup cepat... (enggak sampai lima detik!), Danu langsung memutuskan untuk batal berhenti di sana dan langsung bablas ke pekarangan belakang. Rara yang sudah meraba kokot seat beltnya dan siap melepaskan, sampai sedikit bingung dibuatnya.
Lah, kok bablas?
Spontan dia menatap Danu tidak mengerti. Tapi enggak ada pertanyaan apapun dari mulutnya. Danu yang merasakan tatapan Rara cuma menoleh sepintas sambil nyengir dan langsung melempar pandangan kembali ke depan. Dan kamu tahu.. melihat cengiran Danu membuat Rara seketika lupa, kenapa dia tadi menatap Danu.
Beneran deh... senyuman Danu itu bagaikan suatu hipnotis untuknya. Rasanya apapun perintah Danu, kalau sambil tersenyum begitu, pasti bakal dia lakukan. Meski perintahnya itu disuruh nyemplung sumur sekalipun ... 😅
Setelah sedikit memutar, Danu memarkirkan mobilnya di dekat pintu masuk belakang.
"Udah sampe... " Kata Danu sambil mematikan mesin mobil.
"Oh... iya. Makasih ya, tuan... " Ucap Rara sambil melepaskan seat beltnya dan bergerak turun. Maunya dia tanya, 'Kenapa enggak jadi parkir di depan?' Tapi rasanya dia enggak punya hak sejauh itu untuk bertanya. Karena itu mengabaikan sedikit rasa penasarannya dia melangkah menuju pintu.
Pintu belakang rumah itu lebar dan jarang sekali di tutup. Banyak para pegawai dan pelayan rumah ini yang duduk-duduk disekitar sana. Karenanya, kedatangan mobil Danu di situ pasti menarik perhatian mereka.
"Kok lewat sini?" Tanya Rini, salah seorang pelayan yang sedang duduk di sana.
"Lah... aku mah apa kata bos lah... namanya juga nunut... " Sahut Rara sambil terkekeh.
Sementara Pramono, seorang pelayan pria segera mendekat.
"Tuan, mobilnya mau dicuci ta?" Tanyanya langsung tembak.
Ya, Kadang-kadang mobil yang mau dicuci memang di bawa ke pekarangan belakang ini sama sopirnya... sopirnya ya... bukan pemiliknya. Tapi berhubung Danu ini salah satu pemilik mobil yang enggak punya sopir, makanya, kadang dia bawa sendiri mobilnya ke situ untuk minta dicuci kan. Atau kalau enggak, dia tinggal bilang, 'Mobilnya bawa kebelakang...' Biasanya itu sudah berarti perintah untuk mencuci mobilnya.
"Iya... tolong ya, mas..." Jawab Danu sambil tersenyum.
"Siap tuan..." Sahut Pramono riang.
Inilah salah satu kelebihan Danu, yang membuat Rara dan kawan-kawan sesama pekerja di rumah itu menyukainya.
Danu itu selalu ramah dan sopan pada siapapun. Membuat para pelayan itu justru semakin sungkan dan hormat padanya.
Dia membiasakan dirinya memanggil para pelayan itu mas atau embak alih-alih namanya langsung. Dan dia juga tidak pernah lupa mengucapkan kata "tolong" serta "terima kasih" jika pekerjaan mereka sudah selesai.
"Oh iya, mas... Bagian dalamnya biarkan saja, sampean bersihkan luarnya saja!" Ucap Danu setengah berseru saat dia sudah hampir mencapai pintu.
Pramono yang sudah menarik slang dari dekat kran segera menoleh dan mengangguk.
"Oh... inggih tuan." Katanya paham. Danu mengangguk dan kembali melanjutkan langkahnya. Masih tetap dengan senyuman di bibir, membuat para pelayan wanita yang dilewatinya seketika terbungkam mulutnya. Terkesima atas kharisma sang tuan muda.
Rara berdiri di ambang jendela, dekat meja besar yang biasanya digunakan para pekerja dirumah itu untuk meja kerja dan meja makan. Tangannya meraih sebungkus nagasari yang tersaji di atas piring, di meja itu.
"Masih lapar?" Tanya Danu iseng saat melihat Rara meraih panganan itu.
Rara mengangguk dan menunduk sopan. Dia tidak berani menatap Danu yang tersenyum tipis saat melaluinya.
Disini, di rumah ini, aturan masih berlaku ketat. Atasan dan bawahan ada garis tak kasat mata yang membatasi mereka. Kalau di kampus Rara masih bisa cengar-cengir dan bergurau dengan Danu. Jangan berani-berani dia lakukan itu di rumah ini. Bisa 'dihajar' dia nanti oleh sang nenek. Mbok Darmi.
Wajah Rara menunduk, seakan sedang berkonsentrasi pada makanan berbungkus daun pisang itu. Dia membuka dan mulai menggigitnya. Sementara menikmati panganan itu, diam-diam dia mengerahkan seluruh panca indranya mengikuti Danu, hingga sosok itu hilang dari jangkauan radarnya.
"Beuhh... itu orang seperti dewa ya... udah ganteng, sopan pula..." Gumam salah satu pelayan memecah keheningan, yang langsung diangguki oleh temannya. Lalu obrolan seputar Danu pun bergulir.
Duh, kalau ngomongin sosok Danu mah, enggak bakal kehabisan tema rasanya. Dia itu sumber inspirasi khayalan para hawa di sini... (yang pasti enggak termasuk anggota keluarganya ya). Apapun tentang dia, pasti asik untuk diomongin. 😂
Oh iya... mau gambaran tentang sosok Danu? Dia itu ... badannya tinggi dan enggak kekar, cenderung kurus malah, tapi dia kuat loh. Kalau lagi nganggur gitu, Danu suka latihan pakai barbel. Bukan barbel gede kayak punya binaragawan gitu. Cuma barbel kecil, ya... palingan sekitar satu atau dua kiloan beratnya. Tapi kalau kamu pakai itu selama sepuluh menit aja udah sanggup bikin tanganmu kram loh, kalau enggak biasa...
Kulitnya kuning kecoklatan dan bersih. Rambutnya... kalau sekarang kelihatan agak gondrong sih, mungkin dia belum sempat cukuran. sampai-sampai kelihatan seperti punya poni. Tapi buat dia mah, gimanapun gaya rambutnya tetep aja keren. Dengan gondrongnya ini malah bikin dia kelihatan tambah cool. 🤭
"Ayo... sambil ngomong tangannya sambil kerja... Sudah sore ini... "
Terdengar sebuah suara dari arah pintu lain. Seketika orang-orang disana menoleh kearah asal suara.
"Eh, mbok Darmi... " Gumam beberapa orang yang ada di sana. Serta merta mereka langsung kembali pada kesibukannya masing-masing.
"Baru pulang, kamu..." Tegur mbok Darmi pada Rara. Rara mengangguk dan bergerak mendekat untuk mencium punggung tangan wanita sepuh itu.
"Ayo segera bersih-bersih... masih ada pekerjaan yang bisa kamu lakukan." Perintah mbok Darmi lagi.
"Iya, mbok..." Sahut Rara. Setelah itu, dia pergi ke kamarnya untuk bersih-bersih, seperti yang disampaikan oleh neneknya tadi.
Sementara itu...
Danu menyempatkan diri untuk melongok diam-diam ke ruang tamu, memastikan dugaannya tentang tamu yang datang ke rumahnya sore ini.
Nah, kan bener...
Pikirnya sambil langsung masuk ke kamarnya.
Danu meletakkan ranselnya di atas kasur begitu saja. Setelah itu dia mengambil kotak rokoknya, dan duduk di kursi kerjanya yang menghadap jendela. Dia menarik tuas, hingga kaca nako di samping mejanya itu terbuka. Setelah itu dengan posisi bersandar dan kaki lurus diatas meja. Dia mulai menyalakan rokoknya.
Sekali... dua kali... dia menghembuskan asap rokok yang dia hisap. tidak pasti dengan yang ada di kepalanya, sampai suara ring tone HP nya terdengar memanggil. Dia meletakkan rokoknya di asbak sebelum bergerak meraih HP di saku celananya.
"Halo... " Salamnya spontan setelah menarik tombol hijau ke atas.
...❤️bersambung ❤️...
To my all reader
Please, do like it...
🤭 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus bahagia
2023-04-12
0
Om Rudi
semangat Yani
2023-01-02
0