Inayah berwajah cemberut ketika keluar dari kamar mandi matanya tak mau melihat Ramzi. Dia sangat acuh walaupun suaminya masih berada di dalam kamar. Inayah membuka pintu kamar lalu keluar begitu saja.
Melihat Inayah sangat marah membuat Ramzi berpikir, "Apa tadi aku berkata sembarangan yah tentang profesinya."
Inayah duduk di taman, dia termangu memandangi tanaman dan berbunga-bunga ummi Laila yang sangat cantik.
"Wah kebetulan ada mantu Ummi di sini," tegur Ummi Laila.
"Eh Ummi, aku lagi ngadem aja. Suntuk Ummi hanya di dalam kamar. Tanaman Ummi bagus-bagus yah. Aku suka melihatnya," ucap Inayah.
"Ummi senang menanam Ina, merawat tanaman itu seperti merawat anak. Kita harus tahu cara merawatnya. Jika tidak tahu maka tanaman itu akan mati," ucap Ummi Laila.
"Aku mau bantu Ummi untuk merawatnya, tapi ketika aku mulai praktik lagi waktu aku gak menentu Ummi," ucap Inayah.
"Iya Ummi paham, seorang dokter itu waktunya kebanyakan untuk pasien," ucap Ummi Laila.
"Hehe, iya Ummi benar karena aku sebagai dokter punya tanggung jawab besar kepada pasienku. Ketika mereka keluar dari rumah sakit dalam keadaan sehat rasanya sangat bahagia sekali Ummi hati Ina," ucap Inayah.
"Masya Allah, mantu Ummi komplet banget. Sholehah, berwajah cantik, dokter yang bertanggung jawab, jago masak lagi. Ramzi putra Ummi beruntung mendapatkan kamu Ning Inayah," ucap Ummi Laila.
"Ah Ummi aku jadi malu nih," ucap Inayah.
Menantu dan mertua terlihat akur, Inayah memang menantu paling diimpikan.
Ramzi keluar dari kamarnya melihat keakraban antara istri dan Umminya.
'Apa yang mereka bicarakan yah?' batin Ramzi.
Ramzi mulai mau tahu apa yang Inayah dan Umminya bicarakan, perlahan dia menghampiri istrinya.
"Ummi..." Ramzi memegang pundak ummi Laila dari belakang.
Sontak Inayah menengokan kepalanya dan menatap malas ketika Ramzi datang.
"Sudah ada Ramzi, Ummi kedalam dulu yah," ucap ummi Laila.
Kini di taman tinggal Ramzi dan Inayah. Ramzi mulai duduk di sebelah Inayah, dia memperhatikan wajah Inayah yang tampak marah kepadanya.
Karena Inayah malas dekat dengan suamimya, ia bergegas untuk meninggalkan suaminya sendiri di taman, ketika Inayah melangkah melewati depan Ramzi, tiba-tiba tangan Inayah ditarik dan Inayah terjatuh tepat dipangkuan Ramzi.
"Gus, lepaskan tangan aku," ucap Inayah.
Ramzi melepaskan tangan Inayah.
"Tunggu, jangan pergi dulu. Apa kamu marah?" tanya Ramzi.
Inayah tidak mau menanggapi ucapan Ramzi, ia terus berjalan menuju kamar. Ramzi malah mengikuti Inayah dari belakang.
Inayah merebahkan tubuhnya di ranjang, memiringkan tubuhnya membelakangi Ramzi. Sedangkan Ramzi sedang berdiri di depan ranjang menatap tubuh Inayah.
"Jika suami bertanya harus di jawab," ucap Ramzi.
"Memang kamu anggap aku istri kamu?" tanya Inayah.
"Memangnya kemarin pas ijab qobul, aku sebut nama siapa? yah kamu lah," jawab Ramzi.
"Iya ijab qobul kamu sebut namaku, tapi di hatimu tidak ada namaku," ucap Inayah.
"Tapi kamu sudah menjadi istriku sah di mata agama dan negara," ucap Ramzi.
"Anggap aku istri kok tidak pernah di sentuh," ucap Inayah pelan tetapi Ramzi masih bisa mendengarnya.
Ramzi mendekati ranjang, dan dia duduk di tepi ranjang, Inayah merasakan ranjang sedikit bergoyang.
'Mau apa dia?' batin Inayah.
Hatinya ketar ketir kini dia bisa merasakan deru nafas Ramzi yang hangat. Ramzi membelai kepala Inayah yang masih menggunakan hijab instan, dia mulai membelai pipi Inayah. Mata Inayah membulat, ia langsung memposisikan tubuhnya menjadi duduk.
"Mau apa kamu Gus gendeng, sentuh-sentuh aku," ucap Inayah dengan sedikit rasa was-was.
"Kan kamu bilang mau disentuh. Aku sentuh kamu malah gak mau. Bagaimana sih?" tanya Ramzi.
"A...aku mau disentuh ketika hatimu ada cinta untukku," jawab Inayah.
"Dokter sableng, semua orang juga tahu. Ketika sudah menikah semuanya halal, cinta akan datang ketika ada sentuhan fisik." Ramzi mendekatkan wajahnya, dia memegang pipi Inayah dengan kedua tangannya. Wajah Ramzi semakin dekat... dekat...bibirnya hampir mengenai bibir Inayah. Tapi Inayah langsung menutup bibirnya dengan tangan kanannya. Ramzi mencium tangan kanan Inayah. Ketika wajah Ramzi agak menjauh dari bibirnya dia langsung melepaskan kedua tangan Ramzi dengan kedua tangannya lalu dia pergi dari ranjang tersebut dan berdiri.
"Jangan berharap mengambil ciuman pertama aku yah, aku mau melakukannya dengan orang yang mencintai ku," ucap Inayah dengan tegas.
Ramzi langsung bangun dari ranjang dan berdiri, menatap Inayah dengan tatapan elangnya. Seperti ingin menerkam Inayah.
"Apa kamu bilang, mau melakukan ciuman pertamamu dengan laki-laki yang kamu cintai? bukan dengan suamimu yang sudah halal?" ucap Ramzi.
Ramzi mendekati Inayah, yang membuat kaki Inayah mundur perlahan-lahan sampai kakinya terhenti karena sudah terpojok di tembok. Inayah meremmmass kedua tangannya, wajahnya menunduk sudah pucat. Ramzi menyudutkan tubuh Inayah, kedua tangannya menyentuh tembok. Dia lihat lekat wajah Inayah yang sudah terlihat pucat, lalu ia membisikkan sesuatu di telinga Inayah, "Bahkan aku bisa meminta hakku sekarang juga."
Sontak perkataan Ramzi tersebut, mengakibatkan tenggorokan Inayah mengering, jantung berdebar dengan cepat, telapak tangan sudah berkeringat, wajahnya sudah tertunduk lemas.
'Apa ini akan menjadi malam pertama? ah ini masih siang, jadi siang pertama. Aku akan memberikan mahkotaku kepadanya? suami yang tidak mencintaiku? Ya Allah, jika aku menolak, akupun berdosa,' batin Inayah.
Hembusan nafas Ramzi yang terasa hangat di telinga Inayah, Ramzi mulai mencium pipi Inayah.
Cup
Sontak tubuh Inayah mematung, mata membulat tapi wajah masih ditundukkan, tak berani menatap mata suaminya.
"Tatap aku!" titah Ramzi.
Inayah masih saja menunduk. Ramzi mengulangi perkataannya lagi.
"Tatap aku!" titah Ramzi kembali.
Inayah perlahan menuruti perkataan dari Ramzi, tangannya gemetar, detak jantungnya berdetak sudah tidak karuan. Inayah mencoba mengangkat wajahnya lalu menatap mata suaminya.
"Hanya aku yang boleh mengambil ciuman pertamamu, karena aku suamimu," ucap Ramzi, suara terdengar tersulut emosi.
Ramzi memegang tengkuk leher Inayah dengan tangan kanannya dan tangan kirinya menyentuh pinggang Inayah agar bisa mendorong tubuh Inayah mendekat kepadanya. Lalu ia mulai mengentuh bibir Inayah dengan bibirnya. Bibir mereka sesaat menempel, Ramzi mulai memainkannya, dia membuat mulut Inayah sedikit membuka agar Ramzi bisa mencium setiap inci dari bibir istrinya tersebut. Tubuh Inayah kini mematung karena aksi suaminya yang tiba-tiba. Ramzi tidak mau menjauhkan bibirnya dari bibir Inayah, dia masih bermain-main sampai bibir Inayah sudah basah karena perbuatan Ramzi.
Akhirnya Ramzi melepaskan bibirnya. Inayah menangis, tubuhnya kini duduk dengan menekuk ke dua kakinya. Wajahnya menunduk dan tertutup oleh kedua kakinya yang ditekuk. Isak tangis Inayah di dalam kamar pecah.
'Apa aku sudah keterlaluan yah?' batin Ramzi.
Ramzi kini ikut berjongkok.
"Ning, maafkan aku," ucap Ramzi, penuh penyesalan.
"Pergilah Gus, aku ingin sendirian di kamar ini," suara lirih Inayah.
"Ning Inayah..." panggil Ramzi, dengan suara lembut.
"Gus, aku mohon. Tinggalkan kamar ini. Maaf aku sudah melawanmu, aku bukan istri yang baik untukmu." Perkataan Inayah membuat hati Ramzi seperti ada cubitan, terasa sakit ketika Inayah berkata seperti itu. Ramzi mulai berdiri dan meninggalkan Inayah menangis sendiri di dalam kamar.
Bersambung
***
Hai teman-teman
Bantu jempolnya yah, love, komen, dan follow aku juga.
Mampir juga di novelku yang berjudul 5 tahun menikah tanpa cinta. Tidak kalah seru loh.
I love you semua...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Marlina 81
aq suka ceritanya Thor...aq juga sdh add favourite dan like d setiap bab Thor...
2023-09-17
0
Ummi Alfa
Kamu Ndak bisa menghargai Inayah sedikit aja, dia ingin ciuman pertamanya dia berikan pada laki2 yang mencintainya bukan pada suami yang mencintai wanita lain.
2023-02-03
1
Umi Hanik
mana ada istri yg tak sakit hati kalau suami nya mengatakan tidak mencintai istrinya dimalam pertama 😔 Ramzi keterlaluan 😒
2022-12-17
3