Setelah terjaring razia penertiban, Naina bersama para pedagang yang lain, di beri bimbingan dan mendapat hukuman sosial untuk menyapu sekeliling kantor.
Satu persatu mereka diperbolehkan pulang setelah ada anggota keluarga yang menjamin mereka. Saat ini yang tertinggal hanya Naina yang sedari tadi tak ada yang ia hubungi.
“Nona, tolong hubungi keluarga anda untuk datang kemari dan menandatangani jaminan anda.” Ucap salah satu petugas.
“Eeemmm, bagaimana kalau tidak ada keluarga yang menjamin?” Tanya Naina yang masih ragu untuk menghubungi Abi.
“Silahkan bermalam disini. Kalian terlalu sering melanggar aturan, jadi tidak ada kelonggaran lagi untuk para PKL liar.” Jawabnya
Naina hanya tertunduk dan berfikir, jika dirinya tak menghubungi Abi, dia tak bisa pulang dan jika menghubunginya mungkin Abi akan marah. Naina pun mengambil keputusan kedua dengan menghubungi Abi, dirinya sudah siap jika mendapat marah dari suaminya.
Dengan ragu-ragu Naina menghubungi Abi, dan menceritakan permasalahannya, dan berharap Abi bisa menolongnya.
“Bagaimana nona? Apa kapan kelurga Anda akan datang?”
“Sebentar lagi, dia akan datang.” Jawab Naina.
Setelah tiga puluh menit berlalu, akhirnya yang ditunggu Naina pun datang. Dengan mengenakan pakaian formal Abi memasuki kantor tempat Naina berada.
“Pak Abi, kesini ingin bertemu siapa?” tanya salah satu pegawai di kantor.
Belum sempat Abi menjawab, Naina yang sudah mengetahui kedatangan Abi langsung memanggil namanya, “ mas Abi!” panggil Naina lalu menghampirinya.
“Aku kesini, untuk menjamin sepupu ku Naina ini, Sebelumnya aku minta maaf, sepupu ku ini baru tinggal di kota ini, jadi dia tak tahu aturan di kota.” Jelas Abi pada petugas yang ada di kantor. Hati Naina terasa sakit, mendengar suaminya tak mengakui dirinya. Bagi Abi, Naina bukanlah siapa-siapa, jika bukan karena kakeknya, Abi tak akan mau menikahi Naina dan ia pun tak akan bisa menceraikan Naina selama kakeknya masih hidup.
Setelah menandatangani surat jaminan pembebasan Naina, Abi segera membawa Naina pergi. Mobil mereka segera melaju meninggalkan tempat tersebut, mobil berjalan cukup jauh, Abi menghentikan laju mobilnya dan membuang semua peralatan lukis Naina ke dalam tong sampah. “ Mulai sekarang, aku tak akan mengizinkan kamu pergi keluar rumah dan tidak ada lagi kegiatan melukis. Kamu sudah mempermalukan aku sekali dan jangan pernah melakukannya lagi, kamu tahu kan pekerjaanku berhubungan dengan hukum, jika kamu terseret lagi dengan hal memalukan ini, aku pastikan aku tidak akan menolong kamu." Naina hanya bisa diam dan melihat semua barangnya yang di kembalikan dari penyitaan di masukan semuanya ke dalam sampah oleh Abi. Ingin sekali bulir-bulir air mata jatuh. Naina menengadah mencoba menahan air matanya agar tak jatuh. Ia tak ingin terlihat lemah dimata Abi.
Abi mencengkram dagu Naina, dan memberikan tatapan tajam. "Aku peringatkan sekali lagi, jika kamu ingin aku bersikap baik padamu, turuti semua perintah dan aturan yang aku buat, dan sekali kamu melawan aku bisa berbuat kasar padamu." Abi melepas cengkraman tangannya dari dagu Naina dengan kasar, lalu ia iya menarik Naina masuk kedalam mobil untuk pergi.
Perut Naina mulai merasakan lapar, setelah seharian ia tak makan. Cacing di perutnya meronta-ronta hingga mengeluarkan suara yang asing dari perutnya. Naina berkali-kali meremas perutnya untuk mengurangi kegelisahannya.
Abi sesekali melirik Naina yang gelisah, namun ia mengabaikannya dan masih fokus menyopir.
"Mas, aku lapar," Naina pun buka suara.
"Eeeemmm," Abi pun segera mencari restoran untuk memberi makan Naina yang kelaparan. Tanpa banyak bicara Abi membawa Naina ke sebuah restoran yang mereka lalui.
Naina merasa senang bisa makan berdua dengan Abi tanpa ada Lisa yang mengganggu. Rasa senang Naina hanya sekejap, dan tiba-tiba Abi menarik Naina keluar. " Ayo pergi dari sini, kamu makan saja di rumah." ucap Abi sambil menarik Naina dan membawanya kembali ke mobil.
Naina sempat menoleh ke dalam restoran sebelum mereka keluar lagi, ternyata di dalam restoran tersebut ada Lisa yang sedang makan bersama laki-laki lain.
Mungkin Abi cemburu, hingga ia melampiaskannya kemarahannya pada Naina yang tak tahu apa-apa. Selama perjalanan pulang, tak sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka berdua, hingga akhirnya mereka sampai di rumah.
"Masuk ke kamar dan jangan keluar sebelum aku menyuruhmu!" perintah Abi dalam kemarahan.
"Tapi aku ..." kata-kata Naina terputus, dan memilih untuk tak membantah suaminya.
Naina segera menumpahkan air mata yang sedari tadi menilik di sudut matanya, rasa lapar yang mendera sebelumnya hilang dalam sekejap berganti dengan rasa sakit yang teramat dan memilih menenggelamkannya dalam selimut dan memejamkan matanya.
Saat makan malam tiba, Abi menunggu kedua istrinya namun tak ada satupun yang menemani makan malam, "Bi.. di mana Lisa dan Naina?"
"Maaf tuan, nyonya Lisa belum pulang dan nyonya Naina belum ada keluar dari kamar sejak sore tadi." jelas bi Endang.
"Panggil Naina keluar untuk makan!"
Bi Endang segera menghampiri kamar Naina, "Nyonya, tuan Abi memanggil nyonya untuk makan malam bersama." ucap Endang saat masuk ke kamar Naina yang tidak di kunci.
"Aku gak mau keluar dari kamar, kalau bukan mas Abi sendiri yang memintaku keluar." jawab Naina yang saat ini berdiri di balkon menikmati bintang-bintang yang ada di langit.
Endang pun segera keluar dan melaporkan perkataan Naina. " Maaf tuan, nyonya Naina tak mau keluar, kalau bukan tuan sendiri yang memintanya."
Karena tak ada yang menemaninya, Abi pun makan malam sendiri dan membiarkan kedua wanitanya bersikap sesuka hatinya.
Tak lama Lisa pulang dan melewati Abi yang sedang makan malam dan langsung pergi ke kamar.
Baru saja Abi selesai makan, Naina keluar dari sarangnya dan duduk agak jauh dari Abi, melihat sajian makan malam yang ada di atas meja.
"Bukankan kamu tak ingin makan malam?" tanya Abi menyindir.
"Aku lapar, seharian belum makan, mas Abi keterlaluan, tak membiarkan aku makan dan langsung menghukum ku, jika aku mati kelaparan bagaimana? apa yang akan mas Abi jelaskan pada kakek, Aku yakin kakek akan segera mencabut hak ahli waris mas Abi dan kan memberikannya pada anak atau cucunya yang lain."
"Tak makan sehari tak mungkin akan membunuhmu, jangan melimpahkan kesalahan padaku, itu kesalahanmu sendiri, dan jangan sekali-kali kamu mengadu pada kakek, atau aku akan membuatmu menyesal."
Naina menggelengkan kepalanya, " aku tak janji, apakah aku bisa membungkam mulutku dalam waktu yang lama. Tapi aku bisa bungkam jika mas Abi mengembalikan semua barang-barang milikku." jawab singkat Naina dan memilih untuk makan malam.
Bagi Naina, peralatan melukis adalah barang berharga yang harus selalu ada di sisinya dan bagaimanapun juga Naina harus mendapatkannya kembali.
To be continued ☺️☺️☺️☺️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments