Setelah satu Minggu tinggal dalam satu atap, Naina mulai beradaptasi. Tak mungkin dirinya akan terus mengurung diri hanya karena belum bisa menerima dirinya menjadi istri kedua di tambah Abi yang tak begitu memperdulikan dirinya, Naina harus memutar otak setidaknya agar dirinya di anggap ada di dalam rumah tersebut.
Sekitar pukul lima pagi Naina sudah bangun dan segera menuju dapur menghampiri bi Endang, yang sedang sibuk di dapur.
"Selamat pagi nyonya, sapa bi Endang dan Naina pun hanya mengangguk dan tetap berdiri di samping bi Endang, membuat bi Endang risih dan kembali bertanya. "Apa ada yang bisa saya bantu nyonya?"
"Tidak bi, aku Cuma mau tanya, mas Abi biasanya sarapan jam berapa dan siapa yang buat sarapannya?" tanya Naina malu-malu.
“Ooohhh, tuan biasanya sarapan jam tujuh pagi, dan siapa lagi yang buatkan sarapan kalau bukan pelayanan disini, nyonya Lisa kan gak pernah masuk dapur apa lagi masak.” Jawab bi Endang.
“Bi, boleh gak saya yang masak buat sarapan pagi ini, saya mau buatkan sarapan buat mas Abi.”
“Tapi nyonya, kalau ketahuan nyonya Lisa atau tuan Abi pasti akan marah dengan saya, lebih baik gak usah, biar saya saja yang masak dan nyonya tinggal menikmatinya saja.”
“Gak papa bi, sekarang kan aku juga majikan kamu, jadi kalau mereka memarahi mu, aku yang akan bela. Aku hanya mau buatkan sarapan mas Abi aja kok.”
"Kalau nyonya memaksa ya silakan.” Dengan mendapatkan persetujuan bi Endang selaku kepala pelayan, Naina pun segera menyiapkan bahan di bantu salah satu pelayan yang lain sedangkan bi Endang mengerjakan yang lainnya.
Dengan semangat Naina membuatkan sarapan pagi kesukaan Abi, yang di ketahui dari kakek Guntoro. Aroma yang wangi membuat pelayan yang membantu Naina memuji masakannya. Setelah selesai Naina segera pergi untuk membersihkan diri dan bersiap untuk pergi.
Saat sarapan, Abi terlihat sangat menikmati sarapannya begitu juga dengan Lisa, namun jika mereka tahu siapa yang buat mungkin akan segera memuntahkannya.
"Mas Abi, aku mau minta izin untuk pergi, aku mau melukis di luar sana.” Ucap Naina di sela sarapannya.
"Buat apa melukis, pekerjaan yang membuang-buang waktu, lebih baik di rumah dan bersihkan rumah.”Saut Lisa.
"Kamu tidak punya hak untuk melarang ku dan aku meminta izin dengan mas Abi bukan denganmu, lagian aku sudah mengerjakan tanggung jawabku dengan membuat sarapan untuk kalian, sedangkan kamu apa yang sudah kamu lakukan sebagai seorang istri.”Lisa langsung tersedak dan mengeluarkan makanan dari dalam mulut setelah mengetahui masakan tersebut di buat oleh Naina.
“Sarapan apa yang kamu buat, sangat tidak enak dan membuat perutku mual.”
“Benarkah? Aku perhatikan sedari tadi kamu begitu lahap menyantap sarapannya dan baru dengar aku yang masak baru kamu muntahkan, dasar munafik.”saut Naina sambil menyeringai.
"Kamu...”
"Sudah... Sudah... Pagi-pagi jangan bertengkar, apa sih yang kalian ributkan, Lisa siapapun yang masak, masakan ini sangat enak dan gak seharusnya kamu menghinanya dan kamu Naina lebih baik kamu tinggal di rumah, kamu bisa melukis dan mencari inspirasi di rumah kan.”
"Maaf mas, aku tidak bisa, mas bisa memberi kebebasan untuk Lisa bekerja di luar sana sedangkan aku hanya meminta beberapa jam waktu untuk mencari inspirasi di luar, kenapa larang, mana janjimu mas yang akan bersikap adil pada istrimu. Aku butuh keadilan sekarang dan keadilan itu adalah beri aku kebebasan karena itu tidak mengganggu pekerjaan atau apapun itu. Jadi aku harap mas mengizinkannya."
Abi terdiam sejenak untuk berfikir, lalu Abi pun mengiyakan permintaan Naina dengan syarat tidak boleh membuat masalah. Naina pun tersenyum mendengar Abi memberi izin.
Setelah drama yang terjadi saat sarapan, Abi pun segera pergi ke kantor sedangkan Naina mencari keramaian untuk mencari inspirasi melukis dan mencari rezeki dengan menjadi pelukis jalanan.
Kedekatannya Abi dan Naina membuat Lisa mulai gelisah, ia takut suaminya benar-benar akan membagi cintanya untuk wanita lain.
'Ini tidak bisa, mas Abi tidak boleh mencintai wanita itu, mas Abi harus tetap Menjadi milikku, aku harus bisa membuat mas Abi membenci dia dan menceraikannya sesegera mungkin aku secepatnya harus bertindak.' gumam Lisa.
Lisa pun segera menyusun rencananya dan memerintahkan seseorang untuk menjalankan rencananya.” Liat apa yang bisa aku lakukan untuk menghancurkan kamu, karena sudah berani masuk dalam hubunganku dan mas Abi," gumam Lisa disertai senyum menyeringai yang penuh rencana.
****
Dipinggir kota Naina menghentikan taksinya, ia merasa tempatnya sangat strategis untuk memajang beberapa lukisan yang ia buat dan untuk membuka jasa melukis sebagai hiburan.
Naina mengeluarkan barang miliknya dari dalam taksi dan dengan semangat empat lima Naina segera menyiapkan lapaknya. Tak hanya dirinya banyak pedagang kaki lima yang mangkal di sepanjang pinggiran kota. Walaupun termasuk ilegal dan sebenarnya dilarang namun tetap saja para pedagang kali lima kembali dan kembali lagi untuk mencari nafkah.
Baru saja Naina memajang lukisannya, sebuah mobil singgah di tepi jalan tepat di samping lapak Naina, seorang pria berjas menghampiri Naina dari belakang.
"Apa ini hasil lukisan mu?” tanya pria itu secara tiba-tiba, membuat Naina terperanjat karena terkejut. Naina membalikkan tubuhnya dan sedikit mendongak untuk melihat wajah seseorang yang bertanya padanya.
"Apa ini hasil lukisan mu?” pria itu sekali lagi bertanya, Naina yang sedari tadi memperhatikan pria tersebut tanpa berkedip akhirnya menjawab dengan gagap, “i- iya, ini lukisan saya, dan bisa di mahar seikhlasnya, tanpa menentukan nominal.” Jawab Naina lalu kembali fokus dengan pekerjaannya.
"Aku kan membeli lukisan mu semua tapi aku minta bonus untuk dilukis apa bisa?”
"Tuan mau membeli lukisan saya semua ini? Apa ini benar?" Naina tampak tak percaya dengan yang ia dengar, Sebab sebuah kebanggaan bisa bertemu dengan seseorang yang menyukai sebuah karya seni. Pria itu hanya mengangguk dan duduk di kursi yang disediakan Naina.
“Jika kamu setuju, maka sekarang lakukanlah, aku ingin tahu hasil karya yang kau buat, agar aku bisa memberi nominal yang sesuai untuk lukisan mu." Dengan senang hati Naina segera menunjukkan skill-nya dalam melukis.
“Apa kamu baru buka lapak di sini? Aku sering lewat sini dan baru kali ini ada yang buka jasa lukis seperti dirimu.” Tanya Jonathan, laki-laki yang Sedang menjadi objek lukisan Naina.
“Aku baru kali ini buka lapak di sini, kalau melukis memang hobi ku dari kecil. Aku buka jasa melukis hanya tidak menaruh nominal, berapapun orang membayarnya aku terima. Ya hitung-hitung sambil menyalurkan hobi.
Tak butuh waktu lama untuk menghasilkan karya lukisnya yang sangat luar biasa. Berkali-kali Jonathan memuji hasil karyanya dan akhirnya membayar lukisan milik Naina dengan harga yang lumayan. Sebelum pergi, pria itu tak lupa memberi kartu nama, dan berharap Naina mau berkunjung ke salah satu galery miliknya.
Baru saja Naina merasa senang tiba-tiba saja petugas keamanan datang untuk membubarkan para pelapak yang ada di sekitar pinggiran kota. Semua kalang kabut menyelamatkan dagangannya dan berhamburan ke segala arah, begitu juga dengan Naina, ini bukanlah kali pertama Naina berhadapan dengan dengan petugas, jika sebelumnya Naina selalu lolos dari kejaran mereka kali ini tidak bisa lagi. Naina yang belum siap kabur, akhirnya tertangkap bersama dengan beberapa pedagang lainnya, merekapun di bawa ke kantor dan bersiap mendapat sanksi.
To be continued ☺️☺️☺️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments