...4...
"Selamat pagi semua!" seru suara wanita paruh baya dengan pakaian guru masuk ke dalam kelas. Membuat seluruh mata kini tertuju pada guru wanita tersebut.
Di belakang guru wanita dengan wajah judes dan terkesan tegas, terlihat seorang pria dengan penampilan culun yang mengekor. Seluruh mata siswa maupun siswi memutar malas.
Berbeda dengan ekspresi pria dengan kacamata itu yang malah melebarkan senyumnya, selebar dunia.
Mangsa baru lagi yang pasti akan bernasib sama sepertiku. Batin Alena menekan kacamata di hidungnya.
"Ck, murid baru, tapi kok penampilannya culun si. Gue kan maunya lihat yang bening-bening."
"Kalau model kayak gitu, rasanya pengen muntah."
"Lumayan ganteng sih, tapi ngak banget sama kacamata besarnya."
"Putri culun kita kayaknya punya sekutu sekarang."
Ujar beberapa murid mengomentari penampilan pria yang kini berdiri dengan kepala tertunduk di depan kelas. Bisa dilihat, senyum merekah saat dia masuk seketika luntur mendengar celotehan-celotehan para murid yang begitu membanting hatinya.
Alena yang mendengar celotehan-celotehan yang sama memilih untuk menutup kedua telinganya. Ia sudah sangat kebal dengan perkataan pedas para murid, yang selalu mendiskriminasi murid dengan penampilan seperti dirinya.
Mungkin, jika seluruh siswa maupun siswi tahu siapa dirinya. Maka ia bisa pastikan, banyak siswa-siswi akan menempel di sekitarnya. Namun sayang, ia sama sekali tidak membutuhkan para penjilat.
"Sudah cukup mulut kalian berkomentar, sekarang diam!" sarkas guru wanita dengan nametag Anggrek di bagian dada kirinya.
Mendengar suara tegas dan terkesan menusuk, seluruh murid langsung bungkam. Mereka tidak ingin seluruh nilai yang sudah mereka kumpulkan dengan susah payah dipotong habis oleh Bu Anggrek.
Bu Anggrek duduk di meja guru, lalu mempersilahkan murid baru di sampingnya untuk memperkenalkan diri.
"Silahkan perkenalkan dirimu."
"Namaku, Vans Dirgantara. Kalian bisa memanggilku Vans, aku siswa pindahan. Aku berharap kalian visa menerimaku dan kita bisa berteman dengan baik," ujar Vans memperkenalkan diri dengan suara serak terkesan di paksakan. Sementara kepalanya masih setia menunduk. Ia sama sekali tidak berani menatap teman-teman sekelasnya setelah mendengar pendapat mereka akan dirinya.
"Vans, kamu bisa duduk di bangku yang kosong!" seru Bu Anggrek, yang langsung di angguki oleh Vans. Dengan cepat Vans berjalan menuju pada meja barisan ketiga. Ia duduk di sebelah siswa pria yang menatap dirinya dengan jijik.
"Baiklah semua, sekarang serahkan tugas kalian dan letakkan di meja guru. Setelah itu kalian bisa mencatat materi di papan tulis!" seru Bu Anggrek lagi dengan nada dingin, lalu mulai menuliskan materi di papan tulis. Sementara para murid mulai menyerahkan tugas mereka.
"Hei, lo, seharusnya lo ngak duduk disini tapi disana," celetuk pria yang duduk sebangku dengan Vans. Bisa Vans lihat wajah pria itu terlihat tidak menyukai dirinya.
"Maksud lo apa?" tanya Vans dengan polos. Jujur, ia begitu merasa kecil di dalam ruangan ini. Seakan semua orang memusuhi dan membenci dirinya. Bahkan untuk bernafas terasa begitu sulit.
"Emang ya, murid culun kayak lo itu otaknya minus. Seharusnya lo tahu kedudukan lo. Lo itu ngak setara duduk sama gue, seharusnya lo duduk sama si putri cupu karena spesies kalian sama. Sama-sama nol besar alias culun," hina pria tersebut dengan seringgai merendahkan.
Vans meremas jari-jemarinya satu sama lain. Kepalanya semakin menunduk dalam. Perkataan teman sebangku yang bahkan belum ia kenal begitu menyakitkan, menusuk hingga relung terdalam.
Sejenak, Vans mengingat apa yang dikatakan Vihan tadi pagi. Ternyata sekolah di tempat baru ini, sungguh sangat berbeda. Semua murid memang terlihat begitu keren dengan penampilan mereka yang serba Trandy dan Glamour tidak seperti dirinya yang berpenampilan dengan begitu sederhana dan terkesan norak. Namun, pantaskah ia mendapat penghinaan semenyakitkan ini?
Pria tersebut merasa sangat puas, melihat ekspresi menyedihkan Vans. Baginya, murid seperti Vans tidak pantas berada di sekolah Elite ini.
Jam pelajaran berjalan dengan lancar. Sebelum menyelesaikan jam pelajaran, Bu Anggrek memberikan tugas kelompok bagi para murid. Tanpa diduga, Vans dan Alena berada dalam kelompok yang sama.
Akan tetapi, keduanya masih tetap diam dan cuek. Vans larut dengan sakit hatinya atas penghinaan dari teman sebangkunya yang bernama Fero. Sementara Alena memilih tidak peduli, meski bisik-bisik serta celoteh-celotoh menyakitkan dari para murid terdengar begitu jelas.
Tenggg!
Bel istirahat berbunyi, semua murid segera berhamburan keluar kelas. Mereka berlarian dengan begitu semangat, seolah-olah baru terbebas dari penjara yang mengurung mereka.
Murid yang mengantuk dan hampir tertidur di kelas, langsung berbinar dan kembali bersemangat. Rasa kantuk mereka seakan lenyap saat mendengar bunyi bel istirahat.
Bu Anggrek segera keluar dari kelas. Alena segera merapikan semua alat tulisnya dan memasukkan ke dalam tas. Ia ingin segera pergi ke kantin karena cacing-cacing di perutnya menggedor minta jatah.
Namun, langkah Alena terhenti saat tangannya di cekal oleh seseorang. Untuk sesaat aliran darah Alena terasa berdesir hebat, seperti ada aliran listrik yang menyetrum dirinya.
Dengan cepat, Alena menghempas tangan tersebut hingga cekalan di tangannya terlepas. Alena berbalik dan mendapati Vans dengan kepala tertunduk.
"Maaf, gue ngak bermaksud untuk nyentuh lo," cicit Vans dengan suara bergetar.
"Gue cuma ingin menanyakan tentang tugas kelompok yang akan kita kerjakan. Kedua murid yang ada di kelompok kita menyerahkan tugas ini ke gue. Apa lo juga akan melakukan hal yang sama?" lanjut Vans dengan nada sedih.
"Lo, ngak usah mikir kayak gitu. Gue akan tetep ngerjain bagian gue," timpal Alena dengan suara lembut, yang langsung membuat Vans mengangkat wajahnya.
Hati Vans terasa menghangat saat mendengar suara lembut Alena. Gadis di depannya tidak memperlakukan dirinya seperti murid yang lain. Seluruh murid berbicara ketus dan terkesan jijik terhadap dirinya.
Tanpa sadar, kedua sudut bibir Vans terangkat. Menciptakan senyum indah bak pelangi. Untuk sejenak Alena terpaku dengan senyum pria di hadapanya. Senyum pria tersebut terlalu indah meski terhalang kacamata besar di hidung mancung miliknya.
"Gue bener-bener seneng. Seenggaknya ada orang yang ngak ketus dan sinis sama gue. Kalau boleh tahu nama lo siapa?" tanya Vans antusias.
Alena tersentak saat mendengar perkataan Vans. Tidak ingin meladeni pria di hadapanya terlalu jauh. Alena memilih untuk segera pergi.
"Hei, tunggu," sergah Vans berusaha mengejar Alena. Namun, gadis itu sudah berlalu pergi keluar kelas.
Vans menghela nafasnya panjang. Ia merasa sangat kecewa, di hari pertama sekolah ia sama sekali tidak mendapatkan satupun seorang teman yang menerima ia apa adanya.
Sebenarnya apa salah aku sama mereka semua. Mereka semua sekaan melihat kotoran yang begitu menjijikkan. Apa karena penampilan ku? Batin Vans menyugar rambutnya kasar.
...----------------...
...****************...
Oke... jangan lupa like
komentar
givt
vote
tambah ke rak favorit kalian😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments