...3...
Vans menuruni anak tangga dengan tubuh di balut seragam Sun Elite Internasional. Tidak ada yang berbeda dari tampilannya. Rambut yang disisir ke samping, serta kaca mata besar yang bertengger di hidung mancung remaja laki-laki itu.
Vihan yang sudah lebih dulu duduk di meja makan melirik malas ke arah sang adik, yang selalu berpenampilan sama. Ia berpikir jika Vans masuk di sekolah baru, adiknya itu akan mengubah sedikit penampilannya yang terkesan culun.
Lain halnya dengan Nyonya Hana sang ibu yang tersenyum lebar saat melihat putra bungsunya akhirnya turun.
"Vans, duduklah!" Nyonya Hana menarik kursi untuk Vans di samping Vihan.
Vans tersenyum ke arah Nyonya Hana sambil menekan kacamata di hidungnya. Terlihat dari sudut lain, seorang pria berumur 40 tahun dengan setelan jas formalnya melangkah dengan senyum mengembang.
Tatapan pria itu terlihat cukup tajam. Wajahnya terlihat mirip dengan Vans dan Vihan. Aura berwibawa menguar dari tubuhnya, ia adalah Tuan Ferdy Dirgantara ayah dari Vihan dan juga Vans.
"Dady, Dady kapan pulang?" ujar Vans terlihat sangat antusias melihat sang ayah ternyata suda pulang dari perjalanan bisnis. Begitu pula dengan Vihan yang juga sedikit kaget tapi juga senang.
"Hallo two boys, ternyata kalian sudah siap," balas Tuan Ferdy dengan kekehan kecil di sela bibirnya. Ke dua tangannya mengusap ke dua kepala putranya penuh kasih.
"Dady, pulang tadi malam sekitar jam dua malam. Kalian tidak tahu karna kalian sudah tidur," imbuh Tuan Ferdy dengan menarik kursi tepat di hadapan ke dua putranya. Begitu pula dengan Nyonya Hana yang duduk di samping suaminya, sementara ke dua tangan wanita itu segera meraih roti tawar dan mengolesi roti tersebut dengan Slay.
"Dad, katakan pada Vans untuk mengubah gaya stylenya. Atau dia akan menjadi bahan buliian di sekolah barunya," ujar Vihan dengan nada khawatir. Ia tidak ingin jika Vans menjadi bahan bullian di sekolah Elite itu karna ia tahu bagaimana pergaulan murid-murid di sana.
Bibir Vans langsung memberengut kesal, saat sang kakak malah mengomentari penampilannya. Tuan Ferdy menatap ke arah Vans yang sudah memasang wajah kesal.
"Vihan, jika adikmu nyaman dengan penampilannya biarkan saja. Dady tidak mau dia tertekan karna masalah penampilan," sanggah Tuan Ferdy.
"Memangnya apa yang salah dengan gayaku. Mereka tidak akan membulliku, sama seperti teman-teman lamaku," sela Vans dengan mengangkat wajahnya seolah menantang sang kakak.
"Kamu tidak tahu saja, jika di sekolah mewah seperti Sun Elite School pergaulan muridnya tidak sama dengan sekolah lamamu," jelas Vihan, mencoba membuat Vans mengerti jika bergaul dalam kalangan konglomerat sangatlah tidak mudah.
"Vihan, jangan menakuti adikmu seperti itu. Momy yakin jika anak Momy yang tampan ini bisa mendapatkan hati teman-teman barunya," sela Nyonya Hana memberi dukungan pada Vans, yang langsung mengangguk dengan gaya angkuh.
Vihan menghela nafasnya. Percuma saja ia memberi tahu apa yang ia tahu kepada adiknya yang keras kepala. Jika nanti ada yang membuli Vans, maka saat itu dirinya akan menertawakan anak manja itu.
Setelah sarapan, Tuan Ferdy berangkat untuk bekerja. Vihan berangkat kuliah dengan motor sport mewahnya. Sedangkan Vans memilih berangkat menggunakan sepeda. Jarak antara sekolah dengan rumah tempat ia tinggal tidak cukup jauh, hanya memerlukan waktu 25 menit jika mengendarai sepeda.
Vans mengayuh sepedanya dengan bersemangat. Ke dua kakinya terlihat kokoh menggerakkan pedal sepeda. Wajah Vans terlihat sumringah, dengan senyum lebar menghiasi bibirnya. Kacamata besar yang ia kenakan tidak membuat wajah tampannya memudar.
Bangunan kokoh dan megah menjulang tinggi. Terlihat papan nama besar bertuliskan Sun Elite School. Para murid terlihat memarkirkan kendaraan mewah mereka, lalu masuk melewati gerbang besi super kokoh.
Deretan tanaman hias tertata dengan begitu rapi di sepanjang jalan. Air mancur dengan patung perempuan menari terletak di tengah-tengah halaman depan gedung mewah tersebut.
Vans menganga melihat pemandangan di depannya. Sekolah barunya sungguh sangat luar biasa besar. Bahkan lebih besar dari sekolah lamanya.
Vans memarkirkan sepedanya di tengah-tengah deretan motor sport mewah dengan berbagai merek. Semua jenis motor dengan harga fantastis bisa di temukan di parkiran itu.
Kring!
Bel sekolah berbunyi, membuat seluruh murid segera berlarian ke sana-ke mari. Begitupula dengan Vans yang langsung mempercepat langkah kakinya untuk segera sampai di kelas.
Brukk!
"Auuu, ****." ringgis seorang gadis yang tersungkur di depan Vans. Tak bukan dan tak lain adalah Relin Hartawan.
Saking cepatnya Vans berjalan, tanpa sengaja ia menabrak Relin sang gadis populer di sekolah ini. Ke dua mata Vans terkunci seketika melihat gadis yang baru saja ia tabrak tanpa sengaja.
Waktu seakan berhenti sejenak. Hembusan angin menerpa rambut pirang gadis itu, sehingga membuat rambut gadis itu terbang dengan begitu elegan.
Bibir merah, ke dua mata lebar serta bola mata lentik, dipadukan dengan wajah tirus benar-benar membuat wajah gadis itu terlihat hampir sempurna.
"Heh lo, berani banget lo nabrak gue. Jalan tuh pake mata!" hardik Relin dengan tatapan penuh emosi.
Namun, Vans yang di bentak tidak bergeming. Ia menatap gadis tersebut dengan tatapan terpesona.
Bidadari yang sangat cantik. Batin Vans mengagumi gadis di depannya.
Nafas gadis itu semakin memburu dengan kekesalan yang sudah sampai di ubun-ubun, ketika melihat tatapan yang baginya sangat menjijikan.
"Dasar cupu," cela Relin lalu melenggang pergi sembari membersihkan seragamnya yang kotor.
Setelah kepergian Relin. Waktu seakan berputar ke belakang dengan cepat, seperti kaset yang rusak. Vans menghembuskan nafasnya kasar, menyentuh dada bagian kiri. dimana jantungnya kini berdetak dua kali lipat.
"Ada apa dengan jantungku? Jangan-jangan aku jatuh cinta dengan gadis itu," gumam Vans bermonolog.
"Hei kau, cepat masuk!" teriak petugas keamanan sekolah.
Vans segera bergegas untuk masuk ke kelas. Wajahnya terlihat memerah tersipu malu. Hatinya berbunga-bunga penuh bibit cinta. Vans yakin, jika dirinya sudah jatuh cinta dalam pandangan pertama.
Lain halnya dengan seorang gadis yang duduk di pojokan kelas, dengan tampilan rambut di kuncir kuda, tompel sebesar jempol di pipi kirinya, serta kacamata bulat yang bertengger di hidungya. Penampilan yang terkesan sangat culun, tapi jangan duga jika di balik kacamata bulat serta penampilan khas cupu itu dia adalah Alena Pradipta. Sang Balerina yang memenangkan ajang Internasional.
Ia berpenampilan seperti ini untuk menyembunyikan wajah asli dari Alena Pradipta. Ia hanya ingin melihat kehidupan luar dan memilih menjadi penonton alur kehidupan yang mungkin tidak akan pernah ia rasakan.
Takdir memilihnya haya untuk menjadi penonton, bukan menjadi pemeran dalam kisah kehidupan.
"Selamat pagi semua!" seru suara wanita paruh baya dengan pakaian guru masuk ke dalam kelas. Membuat seluruh mata kini tertuju pada guru wanita tersebut.
...----------------...
...****************...
Okeh gaes... Jangan lupa
LIKE
Koment
Gift
Vote
Othor maksa ya😅
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments