Penasaran Tentang Dia

Ana sudah sampai rumah. Ia segera membersihkan dirinya, lalu merebahkan tubuhnya di kasur. Ia mengingat bayangan tentang Anton. Pria dingin yang terkadang membuatnya penasaran.

Ana memejamkan matanya. Namun bayangan Anton masih berlarian dalam pikirannya. Sesekali Ana membayangkan bagaimana jadinya jika Anton lebih ramah lagi padanya. Menebarkan senyuman manis yang pasti akan melelehkan hati wanita manapun.

Sementara di tempat lain, Anton duduk sendirian di balkon kamarnya. Sesekali menyesap rokok di tangannya. Ia menerawang jauh ke depan. Melihat bayangan Alana tengah bersenda gurau dengan kakaknya, Arga. Sungguh, ia sangat terluka.

Mungkin bagi kebanyakan orang yang dekat dengan Alana, Alana adalah pribadi yang sombong. Namun tidak dengan Anton. Bagi Anton, Alana adalah gadis manja yang menyenangkan. Ia jatuh cinta pada Alana sejak mereka masih duduk di bangku SMP. Kebetulan mereka bersekolah di tempat yang sama.

Tiba-tiba Arga memasuki kamar Anton. Ia langsung menepuk bahu Anton. Anton hanya tersenyum kecut menyambut kedatangan kakaknya.

"Masih belum tidur, Bro?" tanya Arga.

"Belum. Kakak sendiri belum tidur?" Anton balik tanya.

"Belum Bro. Masih kepikiran tentang Alana. Kami sepakat mau nikah dalam waktu dekat. Aku nggak nyangka banget bakal secepat ini. Kamu tau kan, dia adalah satu-satunya wanita yang aku kenalin ke keluarga kita? Aku cinta banhet sama dia." jawab Arga berbinar.

"Lalu apa masalahnya? Tinggal nikah aja!" ujar Anton datar.

Hati Anton berasa ditusuk jarum saat mendengar Arga dan Alana akan menikah dalam waktu dekat. Dia tak berencana untuk merebut Alana atau semacamnya. Tapi tentu saja, rasanya sulit menerima kenyataan bahwa orang yang dicintai akan menikah dengan orang lain. Parahnya, orang lain itu adalah kakak kandungnya sendiri.

"Apa Mama dan Papa sudah setuju dengan rencana kalian?" tanya Anton.

"Sudah jauh-jauh hari aku berdiskusi masalah ini dengan Papa. Papa mendukung saja. Aku hanya perlu konfirmasi ulang. Kalau Mama kan kamu tau sendiri. Mama sangat mendukungku. Kamu bisa lihat bagaimana perhatiannya Mama pada Alana setiap Alana datang ke rumah kita." jawab Arga.

"Bagus deh. Semoga rencana kalian lancar!" seru Anton.

Anton kembali menyesap rokoknya. Sebenarnya ia bukan seorang yang candu rokok. Hanya saja, saat ia mulai kehilangan arah dan tak tau harus apa, rokok adalah pelampiasannya.

"Kamu lagi ada masalah ya? Kok raut wajahmu datar banget!" ucap Arga.

Arga mengambil sebatang rokok yang masih tersisa. Ia menyulutkan api di rokok itu dan menyesapnya perlahan.

"Kak Arga tak perlu memikirkan apa masalahku. Aku baik-baik saja. Aku hanya perlu sedikit berjuang untuk bisa sesukses Kakak!" kata Anton.

"Aku tak sesukses yang kamu bayangkan. Aku masih dalam kendali Papa kita. Kamu tau kan, betapa hebat dan handalnya Papa Mirza? Aku masih belum seberapa dibandingkan Papa. Jangan melemah soal Papa sering membandingkanmu dengan aku. Justru sebenarnya Papa lebih mengandalkanmu. Dia ingin kamu menjadi penerusnya." kata Arga serius.

"Kak, jika benar Kakak menikah dengan Alana, maka kalian harus berakhir bahagia." ujar Anton.

"Pasti!" seru Arga.

"Lihat itu, adik kesayanganmu masih sibuk berolahraga! Apa dia tidak lelah?" tanya Anton.

Anton melihat sang adik sedang bermain basket di lapangan. Dari balkon lantai dua kamarnya, sangat jelas apa yang dilakukan adiknya itu.

"Oh, Andre kan memang hobi main basket. Tidak seperti kita." jawab Arga.

"Aku juga pebasket, Kak! Akhir-akhir ini saja aku tak ikut latihan bareng Andre. Kakak nggak tau ya, Andre bisa sejago itu bergurunya pada siapa?" tanya Anton.

"Sama gurunya lah!" jawab Arga spontan.

"Bener sih. Tapi kan Anton yang sering ngajarin Andre!" seru Anton.

"Iya deh iya. Kamu jago dalam segala hal." kata Arga.

Anton tersenyum kecut dengan perkataan kakaknya. Ingin rasanya ia berkata bahwa salah satu hal yang tak bisa dilakukannya adalah merebut Alana dari kakaknya.

...****************...

Keesokan harinya, Anton sudah standby di rumah Ana. Anton akan mengantarkan Ana ke lokasi syuting. Ana bingung bagaimana harus menanggapinya. Harus senang atau sedih?

"Pa, Ana berangkat dulu ya? Papa ke kantornya juga hati-hati. Bilang sama Pak Budi, nyetirnya jangan ngebut-ngebut." kata Ana.

"Sudah berangkat sana! Kok kamu jadi ngajarin Papa. Pak Budi sudah tau kok bagaimana cara mengemudi yang baik dan benar. Dan kamu Anton, jaga baik-baik putriku. Aku titipkan dia padamu!" seru Pak Radit.

"Baik Om. Saya akan menjaga Ama dengan baik!" ujar Anton.

"Papa aku berangkat ya....!" kata Ana sembari memeluk Papanya.

Ana dan Anton berpamitan pada Pak Radit. Lalu mereka berjalan ke luar. Ana mencari keberadaan mobil Anton. Tapi tak ada mobil Anton. Hanya mobil Papanya yang berjejer di depan rumahnya. Namun ada sebuah motor sport yang terparkir.

"Mobilmu mana? Kok nggak ada? Apa jangan-jangan motor keren itu punyamu?" tanya Ana.

"Iya, ada masalah?"

Ana menggeleng. Lalu Anton menarik tangan Ana. Membawa Ana menuju motornya yang tengah terparkir.

"Pakai helm ini! Aku nggak mau kena tilang!" ujar Anton saat menyodorkan salah satu helm kepada Ana.

Ana memakai helm itu tanpa mengancingkan tali helm. Anton yang melihatnya, segera mengancingkan tali helm Ana tanpa diminta.

"Pakai helm dengan benar. Percuma pakai helm jika helm itu sendiri tak bisa melindungimu!" seru Anton.

"Tapi percuma juga ada, jika tak dianggap!" lirih Ana.

"Kamu bilang apa?" tanya Anton pura-pura tak mendengar.

"Ah tidak! Ayo kita berangkat!"

Akhirnya Ana dibonceng Anton naik motor sport milik Anton. Ana ragu apa harus berpegangan pada Anton atau tidak. Tapi demi keselamatan, ia tetap berpegangan pada Anton. Soal marah apa tidaknya, dia pikir akan memikirkannya nanti bagaimana cara mengatasi.

Dengan menggunakan motor, mereka lebih cepat sampai di tempat tujuan. Menurut Anton, dengan menggunakan motor, maka tugasnya akan cepat selesai dan bisa segera pergi ke kantor. Sedangkan menurut pemikiran Ana, menggunakan motor terasa lebih romantis layaknya orang pacaran pada umumnya.

"Sebelum kamu pergi, boleh aku tanya sesuatu?" tanya Ana seraya mencoba melepas kancing tali helm.

"Silakan!" jawab Anton.

"Tunggu, aku kesulitan membuka kancing tali helm ini." kata Ana.

Anton langsung membantu membuka kancing tali helm. Lalu menyoroti Ana yang akan mengajukan pertanyaan untuknya.

"Kenapa tatapanmu padaku setajam itu?" tanya Ana.

"Itu yang mau kamu tanyakan?" kata Anton balik tanya.

"Eh bukan! Aduh salah. Aku mau tanya apa yah tadi? Kok jadi lupa." Ana salah tingkah.

Anton menatap Ana yang gugup dan salah tingkah. Ana yang dalam posisi serba salah, akhirnya berkata jujur.

"Sebenarnya aku juga bertanya tentang sikapmu yang terlalu dingin padaku. Uhm, apa sebelum ini aku pernah berbuat salah padamu? Mengingat Om Mirza pernah bilang kalo dulu kita pernah akrab semasa kecil." ujar Ana.

Anton menghela nafas kasar.

"Aku sama sekali tak membencimu. Aku memang begini. Jika kamu bersiap menikah denganku, maka kamu harus bersiap menerimaku." kata Anton.

"iya, aku paham. Maaf sudah berprasangka buruk tentangmu." ujar Ana.

"Tak masalah. Itu hakmu berprasangka tentangku. Aku pun tak peduli. Oh iya, satu hal lagi. Hari ini aku tak bisa menjemputmu." ucap Anton.

"Yasudah." kata Ana.

Ana ingin sekali bertanya kenapa ia tak dijemput. Ia sudah terbiasa dijemput oleh Anton selama beberapa hari ini. Tapi karena tak enak hati, diurungkannya. Ia lebih memilih penasaran daripada mendapat jawaban yang menyakitkan. Jawaban semisal akan bertemu gadis lain.

Terpopuler

Comments

Qirana Putri

Qirana Putri

penasaran banget sumpah kelanjutan nya

2022-11-22

1

Qirana Putri

Qirana Putri

lanjut dong

2022-11-22

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!