Pria Dingin itu Jodohku?

Siang mulai terik. Panas matahari semakin menyengat mengenai kulit. Ana yang telah menyelesaikan syutingnya, segera ke ruang wardrobe untuk ganti baju. Ia ingat akan janji makan siangnya bersama Papa tercinta.

"Kamu nggak ikut acara makan siang yang sudah dijadwalkan Sutradara? Semuanya ikut loh, Alana bahkan juga menyempatkan untuk ikut." kata Hendra, salah satu kru film.

"Oh maaf, aku nggak bisa ikut. Aku sudah ada janji dengan keluargaku. Lain kali kalo ada kesempatan lagi, aku pastikan ikut. Yaudah, selamat makan siang dan bersenang-senang. Aku pergi dulu!" ujar Ana.

Ana meninggalkan lokasi syuting. Ia sempat mendengar bisik-bisik yang membicarakannya karena tak ikut makan siang bersama dan pulang duluan. Tapi diabaikannya, karena ia sudah ada janji dengan sang Papa.

Ia berjalan sembari mencari mobil jemputannya. Ia ingat bahwa supir Papanya akan menjemputnya. Dan benar, mobilnya sudah terparkir di bahu jalan. Agak jauh dari lokasi syuting berada.

Pak Budi, supir Pak Radit membukakan pintu mobil untuk Ana. Sebelum masuk, Ana mengamati keadaan sekitar. Setelah aman, ia segera masuk ke dalam mobil. Lalu menyuruh Pak Budi segera melajukan mobilnya menuju lokasi makan siang yang sudah ditentukan oleh Papanya.

"Kita kemana ini Pak?" tanya Ana.

"Kita ke kantor Novero, Non Ana." jawab Pak Budi.

"Bukan ke restoran atau kantor Papa ya Pak?" tanya Ana lagi.

"Bukan Non. Tadi Tuan Besar menyuruh saya mengantar Non Ana ke sana. Apa Non mau konfirmasi dulu ke Tuan Besar?"

"Ah tidak usah, Pak. Bapak antarkan saja saya ke tempat yang Papa tentukan!" seru Ana.

Ana mengambil ponselnya di tas. Ia mencari tau tentang silsilah keluarga Novero. Termasuk siapa pria yang akan dijodohkan dengannya. Yapi berkali-kali mencari di internet, ia tak menemukan informasi terkait putra kedua dari keluarga Novero.

"Apa ini? Masa tak ada informasi sama sekali tentang orang ini? Putra pertama saja yang bisa dilacak. Itupun hanya informasi nama saja. Tak ada informasi lainnya. Tertutup sekali. Apa Papa salah memberikan informasi?" lirih Ana sambil memegangi ponselnya.

Lima belas menit, mobil yang ditumpangi Ana telah sampai di lobby kantor Novero. Ia segera menemui resepsionis untuk menanyakan dimana ia harus bertemu dengan Papanya. Lalu ia segera menuju ke ruang pertemuan rapat, sesuai informasi dari sang resepsionis.

Sebelum memasuki ruang pertemuan rapat, Ana menuju toilet terlebih dahulu. Ia merapikan penampilannya, termasuk berganti pakaian yang lebih sesuai untuk pertemuan penting. Mengingat Papanya adalah orang penting dan terhormat, tak mungkin ia hanya berpakaian asal seperti saat ia berangkat ke lokasi syuting.

Berbalut dress lengan panjang selutut dengan aksen pita besar di bagian belakang, ia terlihat berbeda dari sebelumnya. Tampak mewah. Terlebih dengan make up natural yang semakin menambah kecantikannya.

"Permisi!" seru Ana saat mengetuk pintu ruang pertemuan rapat.

"Masuk!" seru seseorang dari dalam.

Ana pun memasuki ruangan itu. Ia membungkukkan sedikit badannya seraya tersenyum. Ia melihat ada Papanya, seorang pria paruh baya yang seumuran dengan Papanya, dan seorang lagi yang seumuran dengannya. Jelas Ana mengenal siapa pria yang seumuran dengannya itu. Dialah Anton Novero. Pria dingin yang pernah ia temui di lokasi syuting, sahabat Alana. Ana berpura-pura tak mengenal Anton.

Ana langsung menyalami Papanya, teman Papanya, dan pria bernama Anton. Lalu ia memilih duduk di sebelah Papanya.

"Kamu Ananda Ranita? Wah, sudah berubah menjadi gadis yang sangat cantik yah? Dulu seingat Om tuh, kamu masih TK kalo nggak salah. Oh iya, ini putra kedua Om. Namanya Anton Novero. Dulu kalian itu sempat akrab pas masih kecil. Uhm, saat itu Anton kelas 2 SD pas kamu masih TK." kata Pak Mirza Novero.

"Iya Om. Tapi maaf, Ana tak ingat pernah akrab dengan anak Om." ujar Ana.

Ana melirik ke arah Anton yang juga menatapnya tajam. Ana berasa ngeri ditatap setajam itu oleh Anton. Ia penasaran apakah dulunya ia pernah berbuat salah pada Anton hingga diperlakukan sedingin itu. Tanpa sepatah kata pun, sudah mampu membuat Ana bergidik ngeri.

"Nak, dialah gadis pilihan Papa yang akan menjadi calon istrimu. Calon yang sudah Papa tetapkan buatmu, bukanlah orang sembarangan. Bibit bobot dan bebetnya sudah jelas, bukan? Dia berasal dari keluarga baik-baik. Bahkan Papanya pun adalah sahabat Papa juga." bisik Pak Mirza pada Anton.

Sejatinya Anton ingin menolak mentah-mentah perjodohan yang dibuat Papanya secara sepihak untuknya. Tapi ia tak punya kuasa. Bisa mati jika ia sampai dicoret dari Kartu Keluarga. Lain ceritanya jika ia sudah punya segalanya seperti sang kakak. Sudah pasti bisa melakukan apa saja sesuai keinginan.

"Anton!" kata Anton sembari menjulurkan tangannya kepada Ana.

Dengan senang hati, Ana membalas uluran tangan Anton.

"Ana!" balas Ana dengan senyum manisnya.

"Jadi bagaimana, Mirza?" tanya Pak Radit.

"Aku serahkan keputusan akhirnya pada putraku dan putri cantikmu itu." jawab Pak Mirza.

Sesaat Ana dan Anton terdiam. Saling memandang tanpa kata.

"Aku setuju, Pa!" seru Anton.

"Apa?" tanya Ana tak percaya.

Pasalnya Ana berpikir bahwa Anton pasti akan menolaknya. Secara, pandangan mata terhadap dirinya sangatlah dingin. Seperti sedang menahan kekesalan yang berakhir dendam.

"Nak, Anton setuju untuk menikah denganmu!" kata Pak Mirza menegaskan jawaban Anton.

"Apa tidak..."

Belum selesai Ana bicara, sudah dipotong oleh Anton.

"Kami akan menikah sesuai rencana Papa dan Om Radit." kata Anton serius.

Kali ini tatapan mata Anton pada Ana tidak sedingin sebelumnya. Anton lebih terlihat santai dan ramah.

"Ana, maukah kau menikah denganku?" tanya Anton.

Ana gelagapan dengan pertanyaan Anton. Ia terkejut sekaligus bingung harus menjawab apa.

"Baiklah. Aku mau!" jawab Ana setelah melihat Papanya menganggukkan kepalanya.

"Oke. Berarti kalian sama-sama mau ya? Jadi kapan sebaiknya kalian akan menikah?" tanya Pak Radit.

"Iya, kapan kalian akan menikah?" tanya Pak Mirza.

"Cepat atau lambat, rencana pernikahan kami sudah diatur. Jadi tak masalah jika dilakukan dalam waktu dekat. Bukan begitu, Ana?" tanya Anton pada Ana.

"Ya, kamu benar." jawab Ana.

'Aku rasa dia gila. Semudah itu menyegerakan pernikahan. Padahal sudah jelas ia menolakku mentah-mentah jika diperhatikan dari caranya menatapku. Dan aku pun, kenapa membenarkannya begitu saja. Bodoh!' batin Ana.

"Ana, mulai sekarang kamu harus sering-sering bertemu dengan Anton yah! Ada banyak hal yang akan kalian lakukan bersama menjelang pernikahan. Dengan begitu, selain kalian lebih akrab, kemungkinan besar tumbuhnya cinta akan semakin cepat. Om harap kamu tak keberatan. Dan Anton, mulai sekarang kamu harus antar jemput Ana kemanapun dia pergi. Kalo perlu untuk syuting, kamu juga yang harus antar jemput. Bisa kan?" tanya Pak Radit.

"Bisa Om!" jawab Ana.

"Iya Pa." jawab Anton.

Pembicaraan pernikahan sudah mencapai kesepakatan dan tinggal menjalankan proses serta hasil akhirnya. Selanjutnya mereka menikmati hidangan yang sudah tersaji di meja itu.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!