Bab 5

Pagi-pagi suara riuh tangisan tetangga di telinga Ayuna, semalaman ia tak dapat tidur karena menangis terus-menerus. Ayuna keluar mengecek sumber suara itu, rumah tetangga sebelah sudah dipenuhi warga kampungnya.

"Ada apa, Uwa?" tanya Ayuna pada salah satu Uwa-nya.

"Arsan, anak Bu Arsi meninggal dunia, tidak tahu sebabnya, katanya tiba-tiba saja," sahut Uwa-nya.

Suara Bu Arsi histeris menangis.

"Tapi, di tubuh Arsan banyak lebam-lebam hitam, banyak yang bilang, dia isap mahkluk jadi-jadian, Poppo atau bisa jadi Parakang," sambung Uwa-nya yang sempat mendengar cerita yang simpang-siur.

Deg!

Tubuh Ayuna seketika gemetaran, dia menjauh dari Uwa-nya. Menepi seorang diri memikirkan peristiwa malang menimpa anak kecil itu. Firasatnya mengarah bahwa kematian Arsan berhubungan dengan Emaknya.

Dari dalam rumah, ada Emaknya juga turut berdukacita di kerumunan warga. Melihat itu, Ayuna menggeleng kepalanya, menganggap Emaknya bak Monster bertopeng tabib. Ayuna yang merasa bersalah dengan korban-korban beranjak masuk ke dalam rumah. Dia menuju ke kamar Emaknya, menghancurkan segala peralatan tabib, mulai dupa hingga jimat-jimat.

"Ini semuanya setan!" Ayuna mengumpat seraya membanting alat tabib Emaknya.

Ayuna melirik ke kitab jaman dulu yang terletak di atas laci, dia yakin kitab itu berisi mantra-mantra yang diamalkan Emaknya untuk menyembuhkan orang-orang.

"Aku harus bakar kitab ini!"

Ayuna membawa kitab itu lalu meletakkan di tong sampah, di bakarnya dengan harapan karma Nenek moyang mereka lenyap bersama hangusnya kitab itu. Hanya hitungan menit, kitab dengan tulisan huruf Bugis itu sudah jadi abu. Ayuna duduk tersungkur karena kelelahan, entah mengapa tubuhnya seakan tak bertenaga.

"Aku kenapa, Ya Allah." Dia bertanya-tanya dalam hati.

Emaknya yang duduk berbaur dengan tetangga tiba-tiba berteriak histeris, dia merasakan kesakitan di dadanya.

"Ahhhhhh!" Emaknya menjerit-jerit kesakitan.

Para tetangga saat itu ketakutan, rambut Emaknya yang di tutupi kerudung tiba-tiba mekar juga acak-acakan. Emaknya histeris berlari ke rumahnya dengan berusaha melepaskan bajunya. Bahkan, Emaknya hanya mengenakan bra dan dalaman saja melewati warga setempat.

"Sumarni, kau kenapa?" tanya Kakak iparnya, tetapi Emak Ayuna malah mendorong Kakak iparnya itu hingga terpental.

"Panas ..Panas!" Emak Ayuna menjerit histeris.

Suasana duka itu berubah jadi ketegangan menyaksikan Emak Ayuna. Kasak-kusuk warga pun kiri-kanan berasumsi bahwa ada kelainan pada perempuan yang di kenal dukun penyembuh itu.

Emaknya berlari ke kamar, terkejut karena mendapati tempat ritualnya hancur berserakan. Kitab Nenek moyangnya pun sudah tak ada lagi di atas laci. Emaknya itu meyakini bahwa semua itu perbuatan anak sulungnya.

"Ayuna!" Teriaknya yang begitu murka.

Dia ke belakang rumah menemui Ayuna yang sedang tersungkur lemas, terlihat di Tong sampah kitab itu terbakar, hanya serpihan buku tersisa yang tak sempat di lalap api.

"Kau anak durhaka!"

Plak!

Tamparan keras mengenai pipi Ayuna, anak sulungnya itu terbaring di tanah karena tak memiliki tenaga lagi.

"Masuk rumah," Emaknya menyeret anaknya masuk ke dalam rumah.

Ayuna di siram air tanpa henti, Emaknya tak henti mencaci maki anaknya. Baginya, Ayuna telah melakukan kesalahan besar yang merugikan keluarga mereka. Ayuna pasrah mendapat hukuman seperti itu dari Emaknya, meskipun tubuhnya sudah kaku karena kedinginan.

"Kau dengar Emak, perbuatan mu ini merugikan kita sekeluarga, kau akan merasakan setiap malam menjadi Poppo," papar Emaknya dengan merendahkan suaranya.

Ayuna hanya dapat menangisi takdirnya. Emaknya membekap mulutnya dengan kuat, melampiaskan amarahnya akibat kelalaian anaknya.

Dari luar ada yang mengetuk pintu rumah mereka, terdengar suara Uwa Ayuna memanggil-manggil. Dia menyambangi rumah Adik Iparnya karena khawatir pada Emak Ayuna yang berlagak aneh tadi.

"Kau diam disini, jangan keluar!" Emaknya mengunci kamar mandi itu dari luar.

Emaknya keluar menemui Iparnya dengan menggunakan sarung saja.

"Kau kenapa tadi, Sumarni? Orang-orang di kampung khawatir sama kamu, Ndik."

"Kayaknya aku di kirimkan guna-guna, Daeng. Guna-guna orang yang marah karena menyembuhkan sasaran santetnya," jelas Emak Ayuna berbohong. Dia akan tetap berpura-pura sebagai tabib agar orang-orang menghargainya.

Kakak iparnya itu bernafas lega, akhirnya dia bisa menjelaskan kepada warga di kampungnya yang sempat berasumsi buruk pada Emak Ayuna.

Setelah Kakak Iparnya pamit pulang, dia kembali lagi menemui Ayuna yang masih terkunci di dalam kamar mandi.

"Bangun, bersihkan badanmu!"

Ayuna keluar dari kamar mandi, seluruh tubuhnya kesakitan karena efek dari kitab yang terbakar itu. Emaknya menitikkan air mata, dia pun tak ingin anaknya mengalami hal sepertinya, tetapi hukum karma tetaplah hukum karma, mereka tak dapat lepas dari semua hukuman itu.

Ayuna melihat pantulan wajahnya di cermin, wajahnya yang sangat cantik akan berubah menjadi siluman jadi-jadian pada malam-malam tertentu. Dia bukan manusia seutuhnya, di dalam darahnya mengalir keturunan mata hitam.

Dia merasa tak ada gunanya hidup dengan keadaan seperti itu. Namun Ayuna pun tak ingin bunuh diri, dia bukan manusia suci, tetapi untuk membunuh dirinya sendiri melanggar prinsip hidupnya.

"Ya Allah, aku ingin hidup normal," ucapnya penuh harap.

Ayuna mengamati wajahnya, kulitnya tiba-tiba mulus bercahaya, bekas jerawat diwajahnya lenyap seketika. Bahkan dia terlihat cantik bercahaya. Ayuna sempat berpikir itu hanya ilusinya semata, sehingga dia tak memiliki kecurigaan.

***

Pak Kades dan Bu Kades meminta agar aparatnya seluruh berkumpul di balai Desa. Mereka akan bermusyawarah dengan peristiwa-peristiwa mistis yang menimpa warganya.

"Kalau di biarkan terus-menerus, warga kita tidak akan tenang," ujar Pak Kades.

"Tapi firasat saya, Pak.Yang berbuat musyrik bukan berasal dari Desa kita, bisa saja dari kampung-kampung sebelah," salah satu pak RT bersuara.

Para warga membenarkan hal itu, mereka tetap yakin tak ada warga kampung Walang yang menjadi makhluk jadi-jadian.

"Tapi bagaimana kalau ada? Apa yang harus kita lakukan?" tanya Bu Kades yang tetap mencurigai masyarakatnya.

Para warga di balai Desa itu terdiam, mereka kembali kasak-kusuk berdiskusi pertanyaan Bu Kades.

"Sudah, sudah, kita berhak curiga, tetapi jangan menuduh sembarangan," timpal Pak Kades yang bijaksana.

"Bagaimana kalau kita meminta Bu Sumarni menerawang itu, Pak. Bukankah dia tabib handal di kampung kita," usul salah satu warga.

Usulan itu di serukan warga agar Pak Kades menyetujuinya, sementara di hati Bu Kades sangat tidak setuju, entah mengapa dia tak senang bila berkaitan dengan Emak Ayuna, selain Emak Ayuna selalu dielu-elukan warganya, Bu Kades juga tidak senang bila anaknya dekat dengan Ayuna.

"Baik, kita akan panggil Bu Sumarni nanti malam," ujar Pak Kades dengan keputusan mutlaknya.

Di antara warga bermusyawarah, ada Athar yang turut di pula mendengarkan. Dia berharap agar Emak Ayuna bisa menerawang orang yang memiliki ilmu hitam di Desanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!