BAB 2

Ayuna bersiap-siap berangkat kerja, saat itu adiknya pun Dira akan berangkat pula ke sekolah. Seperti biasa, Emaknya di sedang di kebun kecil yang berada disamping rumah mereka. Ayuna saat itu sama sekali tak pamit, dia merasa emaknya aneh.

"Kok gak pamit sama emak, Kak?" tanya Dira yang baru saja pamit dari emaknya.

"Udah tadi, kakak juga buru-buru nih," sahut Ayuna.

Ayuna yang saat itu bekerja di salah satu butik ternama di kotanya. Setiba di butik, kedua rekan kerja lainnya menyambutnya dengan deretan pertanyaan.

"Yun, bener kata tetanggaku Tante kamu meninggal karena di ganggu mahluk halus?" tanya Ririn dengan segala rasa keingintahuannya.

Deg!

Ayuna terperanjat, bagaimana bisa kecurigaannya itu sudah ditebak oleh temannya, dan menyebar luas hingga di kampung sebelah?

"Kok diam sih? jawab dong .." seru Ica yang juga sedang menunggu jawaban Ayuna.

Ayuna yang takut memberi jawaban salah memilih enyah dari hadapan kedua sahabatnya itu.

"Jangan omongin orang yang meninggal, gak baik, takutnya tanteku gak tenang nantinya," sahut Ayuna mengalikan pembicaraan.

Ririn dan Ica saat itu manggut-manggut saja. Mereka lupa bahwa Ayuna termasuk wanita solehah. Ia tak mungkin membicarakan sesuatu yang belum tentu kebenarannya.

Sementara itu, Ayuna masuk ke dalam ruangan ganti. Entah mengapa ia tiada henti gelisah dengan berita yang sudah menggemparkan seluruh pelosok Desa.

"Apakah aku harus diam-diam menguntit Emak?" batin Ayuna.

"Kalian berkumpul dulu, ada yang ingin saya sampaikan." Suara Bos mereka memanggilnya.

Ririn dan Ica terlebih dulu masuk ke ruang Bu Fatimah. Di dalam raungan itu ada anak Bu Fatimah bersama pengasuhnya. Saat Ayuna masuk ke dalam ruangan juga, anak Bu Fatimah malah menjerit-jerit histeris.

"Setan, Setan, pergi! Setan ada sayapnya, pergi!" Jerit bocah tujuh tahun itu seraya menunjuk ke Ayuna.

Bu Fatimah menyuruh pengasuhnya untuk membawa Abidzar keluar dari ruangan itu.

"Dasar Abidzar, wanita secantik ini dibilang setan," ketus Bu Fatimah.

Ayuna meraba tubuhnya sendiri, kekhawatiran mulai menghinggapinya setelah Abidzar berkata demikian.

"Oh ya, anak aku sudah seminggu sakit, Abidzar tidak.mau makan, bawaannya muntah-muntah dan demam, saya sudah bawa ke dokter dan melakukan perawatan tapi tak ada perubahan, kata keluarga Abidzar butuh obat kampung," papar bos mereka dengan raut wajah sedihnya.

Ketiga karyawannya itu melirik ke satu sama lainnya, Ririn yang selalu polos dalam segala hal menyampaikan pada bos mereka tentang apa yang ia ketahui.

"Bos, Emak Ayuna bisa dibilang tabib di kampung, orang-orang selalu datang ke rumahnya untuk berobat, apalagi kalau itu berbau gangguan jin," jelas Ririn.

Ayuna saat itu terkesiap, dia tak menyangka Ririn mengungkapkan itu pada bos-nya. Ia tahu, selama ini emaknya pandai mengobati orang-orang yang sakit, itu sudah tak di ragukan lagi, tapi setelah kejadian malam kemarin, Ayuna was-was akan hal itu.

"Ayuna? apa benar yang dikatakan Ririn?" tanya bosnya penuh harap agar semua itu benar.

Ayuna melirik ke Ririn, wajah polos sahabatnya itu tersenyum, bahagia telah membuat Ayuna bisa bermanfaat bagi bos mereka.

"Benar, Bu." Ayuna pasrah. Dia tak mampu memberikan alasan penolakan. Jika ia mengemukakan berbagai alasan, tentu Ririn dan Ica curiga padanya.

"Alhamdulillah, syukurlah kalau begitu, aku janji, jika anakku sembuh, gaji kalian akan ku naikkan dua kali lipat, jadi tolong, bolehkah aku membawa Abidzar ke rumah mu Ayuna?"

Ayuna mengangguk, "Tentu saja, Bu."

Ayuna keluar dari ruangan itu dengan wajah memelas. Kegusarannya kian menjadi-jadi. Ia bahkan tak tahu harus berbuat apalagi agar Emaknya berhenti menjadi tabib. Ayunan takut jika pekerjaan Emaknya itu adalah musabab dari makhluk yang dilihatnya.

****

Usai maghrib, mereka semua bergegas pulang ke rumah masing-masing. Ayuna sudah mendapat info dari bosnya bahwa esok hari bosnya akan membawa Abidzar berobat ke rumahnya. Ayuna hanya mengiyakan saja.

Diperjalanan menuju dusunnya, Ayuna melihat mobil yang sedang mogok dijalan. Terlihat ada seseorang yang sangat ia kenali, Pak Ridwan selaku ketua RT saat itu sedang membantu mendorong mobil itu. Ayuna bergegas menghampiri untuk menyapa Pak Ridwan yang sudah ia anggap seperti paman sendiri.

"Pakde, dari tadi mobil ini mogok?" tanyanya.

Dengan suara terengah-engah, Pak Ridwan menjawab, "Iya, Yun. Pakde lagi nungguin warga-warga untuk datang membantu," sahutnya penuh harap.

Seseorang sedang berusaha mengemudi itu keluar dari mobil. Pria tampan itu menuju ke Pak Ridwan dengan raut kesal.

"Pakde, kayaknya mobilku ditinggal aja dulu deh, aku sudah lelah diperjalanan tadi, masa iya, harus melanjutkan ini lagi," keluhnya.

Ayuna melirik ke pria tampan itu, garis wajahnya tidak asing, tetapi lirikannya tertangkap oleh mata pria itu. Seketika Ayuna membuang pandangannya.

"Kamu Ayuna, ya?" tanya pria itu mengamati Ayuna dengan seksama.

Ayuna yang terkejut memalingkan wajah ke pria itu, "Iya, maaf kenal aku?" tanya Ayuna bingung.

Pak Ridwan menepuk pundak Ayuna lalu berkata, " Eh, itu Athar, anaknya kepala Desa kita."

Ayuna terdiam sejenak, Athar teman masa kecilnya saat di sekolah dasar, mereka terpisah karena Athar dipindahkan ke Jakarta bersama Kakek-neneknya kala itu.

"Ah, kamu lupa. Aku ingat kamu, tapi kamu malah lupa, ya wajarlah sudah lima belas tahun," ujar Athar ramah. Pria itu memang tak berubah, pembawaannya selalu rendah hati meski ia termasuk anak saudagar sapi dan sekaligus kepala Desa.

Ayyan yang sudah mengingat mengulurkan tangan untuk bersalaman.

"Maaf ya, aku sudah ingat kok, Athar Abdillah." Setelah perbincangan yang beberapa menit terlewati, Pak Ridwan memberi usul agar Ayuna mengantarkan Athar ke rumahnya.

"Kamu mau 'kan, Yun? Pak Kades dan Bu Kades udah nungguin anaknya dari tadi," kata Pak Ridwan.

"Iya, Pakde. Saya akan mengantar Athar pulang," sahutnya.

Saat itu Athar membonceng Ayuna dengan menggunakan sepeda motor Ayuna. Mereka berdua meninggalkan Pak Ridwan yang menjaga mobil itu sampai orang suruhan Pak Kades datang menemaninya.

"Kamu sekarang kegiatannya apa, Yun?" tanya Athar sembari mengemudikan motor itu secara perlahan.

"Aku kerja di butik," jawab Ayuna yang saat itu gemetaran karena baru kali ini di bonceng oleh pria apalagi itu Athar, sahabat kecilnya yang sudah lama tak bertemu.

"Wah, aku kangen banget suasana kampung, banyak perubahan ya," kata Athar menikmati pemandangan kampungnya malam ini.

Ayuna hanya bisa tersenyum, aroma parfum Athar menusuk ke hidungnya, pria itu sangat wangi. Ayuna bahkan diam-diam melirik wajah Athar yang samar-samar di kaca spion. Athar tumbuh dewasa dengan postur yang nyaris sempurna, batin Ayuna memuji.

"Bapak dan Emak kamu sehat?" tanya Athar.

"Bapak ku udah lama meninggal, Thar. Emak ku Alhamdulillah saat ini sehat," jawab Ayuna. Pertanyaan Athar mengingatkannya lagi dengan makhluk yang mirip Emaknya itu.

Ayuna seketika kembali gusar, entah mengapa jika memikirkan emaknya, tak ada ketenangan jika ia belum membuktikan bahwa mahluk itu tidak ada hubungan dengan emaknya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!