BAB 4

Sudah pukul satu malam, Ayuna gelisah tak karuan, badannya terasa lelah, matanya mengantuk, namun dia tak dapat tertidur. Pikirannya benar-benar berkecamuk dengan ilmu-ilmu yang di amalkan Emaknya. Dia mencari cara agar Emaknya bisa lepas dari Kungkungan ilmu hitam itu.

Tidak lama berselang, suara kepakan sayap terdengar lagi. Ayuna tersentak, dia memasang pendengarannya baik-baik, memastikan suara kepakan sayap itu memang berasal dari belakang rumahnya. Ayuna yang ingin membuktikan bergegas ke dalam dapur, sembari membawa senter, dia mengintip di kamar Dira, adiknya itu sudah tertidur pulas, berlanjut lagi di kamar Emaknya, tetapi wanita yang melahirkannya itu tak ada di kamar.

Ayuna ingin membuktikan rasa penasarannya terhadap makhluk itu, dia memberanikan diri mengintip di luar rumahnya. Betapa terkejutnya dia melihat mahkluk itu sedang mengisap air comberan yang ada dibelakang rumahnya. Wanita itu tetap telanjang bulat dengan rambut acak-acakan. Seperti malam kemarin, cahaya bak lampu senter tepat di ubun-ubun makhluk itu.

Untuk memastikan wajahnya, Ayuna perlahan membuka pintu lalu menyalakan senternya menyorot wajah mahkluk itu.

"Hahk! Astaghfirullah!" Ayuna terkejut mendapatkan kebenaran itu, sosok mahkluk yang bak siluman ternyata Emaknya.

"Ahrggggggg!" Emaknya mengeluarkan suara kemarahannya.

Karena terkejut, Emaknya itu berlari kencang lalu terbang ke udara, kepakan sayapnya menyala dengan sinar bulan.

Ayuna menjatuhkan senternya berlari kembali masuk ke dalam rumahnya. Seluruh

tubuhnya berkeringat dingin, dia menahan suara tangisnya agar tak terdengar oleh Dira.

"Ya Allah, kenapa Emak ku seperti itu .." lirihnya yang malu pada dirinya sendiri. Emaknya adalah mahkluk yang sudah menjelma setan.

Ayuna menyelimuti tubuhnya dengan selimut, dia melirik ke jendela yang hanya tertutupi gorden, Ayuna takut jika Emaknya muncul sebagai makhluk itu.

Dia mencoba mencari di sejarah di provinsi Sulawesi Selatan lewat cerita mistis di blog-blog, ada banyak cerita bertebaran, dari Parakang hingga jelmaan Poppo. Ayuna mencocok bentuk dan ciri-ciri makhluk siluman dengan segala yang dia lihat. Ternyata Emaknya termasuk jelmaan Poppo, seorang yang mencari rezeki lewat melancarkan Ilmunya.

Dari cerita yang ia dapatkan, Poppo adalah sejenis makhluk yang berasal dari turunan, nenek moyang mereka pernah mendapatkan Ilmu hitam tanpa sengaja. Poppo makhluk tidak yang berbahaya, hanya saja Poppo berkelana setiap malam-malam tertentu untuk menambah Sukma. Meminum air yang dari sisa tinja manusia, lalu berkeliaran untuk mencari rezekinya, berupa tanaman buah dan ikan agar menambah jualan mereka.

"Pantas saja dagangan buah Emak selama ini banyak," gumam Ayuna mengingat setiap bulannya buah dari kebun Emaknya cukup melimpah, padahal kebunnya itu hanya seluar dua ratus meter, di tumbuhi jeruk dan sayuran lainnya saja.

Namun rezeki itu hanya dapat menyambung hidup, tak dapat membuat penganutnya kaya raya karena tak memberikan tumbal seperti lainnya. Ayuna terkejut dengan informasi di bagian akhir cerita itu, bahwa keturunan Poppo tak dapat lepas dari hukum karma. Mereka akan menyalurkan ilmunya secara turun-temurun pada keturunannya. Aliran darah keturunan akan membuat mereka menjelma sebagai Poppo bila waktunya tiba.

"Ya Allah, aku tidak mau, aku tidak ingin jadi makhluk seperti ini," kata Ayuna dengan suara bergetar.

Ayuna menangis, dia tak ingin menjadi penganut ilmu hitam, dia tak ingin meneruskan hukum karma yang Emaknya jalankan juga saat ini.

Suara terdengar lagi di dapur, Ayuna mendengar suara Dira sedang menyalakan keran air. Ayuna berlari menemui adiknya itu, dia membelalakkan mata melihat ada Emaknya juga sudah ada di dapur dengan penampilan seperti manusia biasa.

"Mau tahajud juga, Kak?" tanya Dira.

Emaknya itu sedang membuat teh untuk adiknya.

"Iya, kamu duluan saja," sahut Ayuna yang tak melepaskan pandangan dari Emaknya.

Usai berwudhu, Dira kembali ke kamarnya. Meninggalkan Ayuna dan Emaknya di dapur. Ayuna beranjak ke Emaknya.

"Emak dari mana? Apa yang Emak lakukan jika pergi seperti itu? Mencari tumbal?" tanya Ayuna tanpa basa-basi lagi.

Emaknya memasang wajah terheran. Dia terlihat kebingungan.

"Maksudnya apa, Nak? Emak baru bangun tidur," jawab Emaknya.

"Jangan bohong, Mak. Jangan menutupi lagi, Emak tadi jadi Poppo 'kan?!" Ayuna berusaha mengontrol suaranya agar tak terdengar oleh tetangga ataupun Dira.

Emaknya masih bingung, dia tertunduk berusaha mengingat-ingat, di ingatan Emaknya, dia baru saja bangun dari tidur, terdengar suara Dira membangunkannya untuk sholat tahajud sehingga Emaknya terbangun.

"Emak, Ayuna mohon, hentikan, berhentilah!" Ayuna menangis dengan amarah yang tertahan pula.

Emaknya menyadari, bahwa yang dilihat anaknya adalah jelmaannya bila sudah menjalani hukum karma dari nenek moyangnya terdahulu. Dia tahu, hukuman itu seringkali ia jalankan tanpa sadar, bangun dari tidurnya dengan menjelma sebagai Poppo.

"Jadi kau melihat Emak tadi? Kau sudah melihat hukum turunan kita," tanya Emaknya pasrah.

"Berhentilah, Mak. Jangan lakukan itu lagi," pinta Ayuna.

"Sampai matipun Emak tidak akan bisa berhenti, ini sudah ketentuan takdir, kakek-nenek moyang kita di hukum sampai keturunannya, kita tak bisa lepas dari hukuman ini," papar Emaknya.

"Awalnya Emak juga tidak ingin menerima ini dari nenekmu, tetapi inilah takdir, kita harus menjalaninya," sambung Emaknya.

"Tidak, Ayuna tidak ingin!" Ayuna menolak.

"Tidak bisa, darahmu mengalir darah Poppo, Dira juga begitu, mau tidak mau kau akan menjalani kehidupan seperti Emak, itu sudah takdir anakku," jelas Emaknya yang juga kasihan pada anak-anaknya.

"Tidak! Tidak!" Ayuna menolak dengan keras.

Tiba-tiba Emaknya mengeluarkan air liur ditangannya, lalu dibekuk leher anaknya, dimasukkan air liurnya itu ke dalam mulut anaknya.

"Telan, Nak. Telan," pinta Emaknya memaksa Ayuna menelan air liur itu.

Ayuna berusaha lepas dari Emaknya, namun karena ketakutan, tenaganya tak sebanding dengan tubuh Emaknya yang gempal. Air Iiur itu ditelannya dengan terpaksa. Ayuna menangis sejadi-jadinya.

"Ini agar kamu bisa mengontrol diri, kamu sudah dewasa, cepat atau lambat kamu akan menjelma juga nantinya," ujar Emaknya yang juga ikut menangis.

Suara Ayuna terdengar oleh Dira. Adiknya itu berlari ke dapur melihat keadaan kakaknya.

"Ada apa, Kak, Mak?" tanyanya. Dira menyeka rambut Kakaknya, wajah Ayuna sangat pucat.

"Bawa Kakak mu masuk ke dalam kamarnya, sepertinya dia kurang sehat, Emak buatkan obat ramuan dulu," sahut Emaknya berkelit dari Dira. Itu cara agar anak bungsunya itu tak terkejut sebab Dira masih terlalu muda untuk mengetahui itu.

Ayuna di bawa Dira ke kamarnya. Kayaknya itu tak henti menangis, dia ketakutan, marah, sekaligus malu.

"Kakak kenapa?" tanyanya khawatir.

"Perbanyak Sholat, Dir. Itu pesan Kakak," sahut Ayuna. Dia tak ingin membuat adiknya itu shock.

Ayuna mual, dia membayang air liur yang di teguknya tadi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!