Bab 3

"Jangan pakai toa bisa gak sih kalian berdua!" Seloroh Kia yang memukul keduanya dengan buku yang ia gulung kemudian membuang pandangannya dari kedua sahabatnya itu.

Karena pekikan keterkejutan kedua sahabatnya membuat mereka menjadi pusat perhatian seisi kelas yang sedang menunggu kehadiran guru mata pelajaran pertama mereka hari ini.

"Kia, lo lagi nggak ngehalu kan?" Tanya Dira yang masih tak percaya jika sahabatnya sudah disiapkan jodoh oleh kedua orangtuanya yang telah tiada.

"Nyesel gue cerita sama lo berdua, kalau ujung-ujungnya lo berdua gak percaya dan ngatain gue lagi ngehalu."

"Bukannya gak percaya sama Lo, masalahnya ini tuh udah zaman modernisasi bukan zaman Siti Nurbaya lagi, orang nyari jodoh aja udah pakai aplikasi nah ini lo, jodoh kok udah disediain." Sahut Nadya dengan pemikirannya.

"Tau ah, apa kata lo aja, yang pasti gue mau gak mau ya harus nikah sama Kak Aldo. Mau gimana lagi suratan nasib gue udah kaya gini dari sananya." Ujar Kia yang terlihat pasrah.

"Jadi karena ini Lo keliatan gak nafsu lagi sama kaum Adam?" Tanya Dira dengan tatapan penuh arti.

"Ya gitu deh Dir, habis mau gimana lagi. Gue cuma mau jaga hati gue biar gak kecewa. Gue takut jatuh cinta tapi gak bisa memiliki cinta gue karena suratan takdir gue yang sudah di tentukan ortu gue dan tinggal gue jalanin aja." Jawab Kia lagi-lagi dengan kepasrahannya.

"Kenapa sih lo pakai asal terima aja? Kenapa gak lo tolak aja sih Kia, lo kan manusia yang merdeka, lo berhak menentukan siapa pasangan hidup lo. Harusnya kalau gue jadi lo, gue gak akan langsung percaya sama omongan mereka, bisa jadi mereka itu bohong sama Lo. Gue akan percaya kalau gue ini udah di jodohin kalau nyokap bokap gue sendiri yang ngomong bukan dari mulut orang lain, mau siapapun itu." Seloroh Nadya yang terlihat emosi menanggapi kepasrahan Kia dengan jalan hidupnya.

"Eh Markonah, Nyokap Bokapnya Kia udah meninggal gimana dia mau ngomong sama Kia, si Kia pasti percayalah orang yang ngomong itu sahabat baiknya Nyokap dan Bokapnya, yang baiknya kebangetan itu." Protes Dira pada cara berfikir Nadya.

"Eh Tukijem, gue tau banget orang tuanya Kia udah ga ada, maksud gue kenapa orang tuanya Kia gak ngomong dari jauh hari sebelum mereka pergi gitu. Biasanya tuh kalau orang mau gak ada suka titip-titip pesan gitu buat orang yang mereka sayangi." Balas Nadya yang seakan mengajak Dira berdebat.

"Eh Markonah, lo tuh kalau ngomong jangan ikut oneng bisa gak sih?! Gaswat nih kalau ada perusahaan yang jadiin dia sekertaris bisa hancur tuh perusahaan sama keonengannya dia. Mana ada orang tahu kapan dia mau meninggal, supaya bisa titip-titip pesan kaya kata-kata lo tadi." Umpat Dira yang kesal dengan cara berfikir Nadya.

"Ya Adalah buktinya Kakek gue," balas Nadya yang tak mau kalah.

"Itu lain cerita Markonah, Kakek lo pakai sakit dulu kalau bokap nyokapnya si Kia kan ga pakai sakit dulu. Ahhh emosi gue ngomong sama lo." Dira memukul mejanya karena kesal dengan Nadya.

"Lo berdua kenapa sih kalau ngomong selalu pakai urat?" Tanya Kia yang melihat Dira sudah naik darah.

"Bakso kali urat Ki." Timpal Dira dengan bola mata memutar malas.

"Tuhkan lo mulai lagi manggil gue Ki, nama gue Kia, Dir bukan Ki." Ujar Kia yang kesal karena Dira kembali lagi memanggilnya dengan Ki tanpa A.

"Namanya juga Tukijem, kalau gak ngeselin bukan dia namanya. Eh cuy, berarti sahabat Bokap Nyokap lo itu baik sama lo karena ada maunya ya?"

"Ada maunya apa maksud lo?" Tanya Kia saling melihat satu sama lain dengan Dira dan Nadya.

"Iya ada maunya, mereka baik karena mau jadiin Lo menantunya. Gue harap yang namanya Kak Aldo itu gak mengecewakan. Cowok perfect no minust dan Dia harus lebih ganteng dari yayang Tomonya si Dira."

"Eh, iya bener juga apa kata lo, kok gue gak kepikiran ya Nad?!" Jawab Kia yang membenarkan apa kata yang baru saja di ucapkan oleh Nadya.

"Ya lah omongan gue pasti bener, yang gue khawatirin si Aldo ini banyak minustnya, makanya orang tuanya baik sama lo, karena buat perbaiki keturunan mereka, duh gak kebayang musibah banget deh buat wanita cantik kaya Lo Kia kalau dapat jodoh kaya pangeran kodok kaya si Kak Aldo lo itu."

"Eh doanya jangan gitu dong Nad! Terakhir gue ketemu Kak Aldo dia gak seburuk itu tapi ya sikapnya ke gue gak kaya dulu waktu kita masih kecil."

"Emang si Markonah dibalik ke onengannya ada secercah kecerdasan pemikiran disana selain kecerdasan dalam menggaet para lelaki dengan anu-anunya itu hahahaha... lagian Kia, sikap orang tuh gak akan selalu sama pasti akan berubah-ubah." Tambah Dira yang meledek Nadya dan sedikit mengingatkan Kia.

Tap tap tap... Suara derap langkah kaki mendekati kelas beserta dua bayangan pria terlihat dari bayangan kaca jendela kelas yang tak tembus pandang.

Brakkk... Suara pintu terbuka. Muncul dua sosok pria dari balik pintu. Pak Joko, selaku kepala sekolah bersama seorang pria tampan, bertubuh tinggi tegap dan dada bidang yang terlihat begitu menggoda tengah berdiri di muka kelas saat ini.

Semua seisi kelas yang semuanya wanita karena kelas Kia adalah Sekolah Menengah Kejuruan dengan jurusan Sekertaris atau biasa di sebut juga administrasi perkantoran, memfokuskan pandangan mereka pada satu mahluk Tuhan paling Indah dan sejuk di pandang mata yang tengah berdiri di samping Pak Joko.

"Selamat pagi anak-anak." Sapa Pak Joko.

"Selamat pagi Pak." Jawab seisi kelas dengan kompak dan bersemangat.

"Anak-anak pagi ini Pak Burhan tidak bisa mengajar kalian sebagaimana mestinya karena beliau sedang berhalangan hadir. Hari ini Bapak datang bersama guru baru untuk menggantikan jam mata pelajaran Pak Burhan hari ini dan dilanjutkan dengan mata pelajaran yang akan dibawakan guru baru kalian ini selama mengajar di sekolah ini."

"Huaaa...pritt....pritt..." Sorak seisi kelas yang kegirangan karena mendapatkan kesempatan di ajari guru baru dua mata pelajaran sekaligus, membuat mereka bisa lebih lama memandangi indahnya pahatan Tuhan pada wajah pria tampan yang tengah berdiri bersama Pak Joko .

Semua murid nampak bahagia terkecuali Kia. Dia nampak biasa saja datar seperti tak bergairah. Dia malah asyik memainkan alat tulisnya, Kia berhasil mencuri perhatian sang guru baru yang saat ini tengah menatapnya.

Setelah selesai dengan urusannya di kelas Pak Joko pun keluar dari kelas dan memberikan seluruh waktu pada guru baru itu untuk memulai pelajarannya.

"Selamat pagi anak-anak," sapa guru baru itu dengan senyum ramah yang kemudian dijawab antusias oleh seluruh murid di dalam kelas terkecuali Kia.

"Pagi Pak," jawab murid-murid serempak.

"Perkenalkan nama saya Arka Wijaya, saya guru mata pelajaran Kewirausahaan. Senang bisa bertemu dengan kalian semua. Saya harap kita bisa kerja sama dalam proses belajar mengajar dalam mata pelajaran saya."

"Kita juga senang pak, bapak mau ngajarin kita disini." Sahut salah satu siswi yang berani menyahuti ucapan Arka.

"Terimakasih karena sudah menerima kehadiran saya di kelas ini. Sekarang sebelum kita mulai pelajaran kita ada baiknya kita berkenalan dulu. Apa ada buku absen? Boleh saya minta buku absennya?" Pinta Arka kepada semua murid, ia menatap meja yang kosong tanpa ada buku absen di sana.

"Ki...Kia buku absen!" Pekik hampir semua teman-teman Kia yang menyadarkan Kia dari aktivitasnya mencoret-coret kertas dengan gambar-gambar yang tidak jelas yang ia warnai dengan pensil warna.

"Ah i-iya apa? Kenapa manggil?" Tanya Kia yang menoleh kebelakang kearah semua temannya yang memanggilnya.

"Buku absen Kia." Jawab mereka yang hanya di jawab dengan mulut Kia yang membentuk huruf O tanpa suara.

Ia segera membuka laci mejanya dan mengeluarkan buku absen kelas yang ada di dalam meja belajarnya. Kia adalah sekertaris di kelasnya itu, sedang Dira adalah ketua kelasnya dan Nadya adalah bendahara keuangan kelasnya. Merdeka bersahabat sejak masuk sekolah ini karena sama-sama menjabat menjadi pengurus kelas sejak kelas 1 dan tak pernah ada yang menggantikan posisi mereka bertiga.

Setelah mengeluarkan buku absen Kia berjalan menghampiri meja guru, ia memberikan buku absen tersebut kepada Arka.

"Maaf Pak, ini buku absennya." Ucap Kia ketika memberikan buku absen itu kepada Arka.

Arka menerimanya tanpa di sengaja tangan mereka bersentuhan.

Deg! Serrr! Jantung Kia tiba-tiba berdebar saat bersentuhan dengan tangan Arka begitu pula dengan Arka.

"Aduh sial, kenapa nih jantung gue kaya mau copot cuma nyentuh dikit tangan Pak Arka." Keluh Kia di dalam hatinya.

"Haduh kenapa jantungku jadi berdebar hanya karena bersentuhan dengan tangan anak ini tanpa sengaja?" Tanya Arka di dalam hatinya yang malah membuatnya menatap dalam manik mata Kia yang tengah menunduk, seakan mencari jawaban dengan apa yang sedang dia rasakan.

Deg! Lagi-lagi jantung mereka makin berdebar saat manik mata mereka saling bertemu.

Kia segera memutuskan tatapannya pada Arka dan kembali duduk ke kursinya yang ada di baris meja paling depan ke dua dari meja Arka.

Setelah Kia duduk Arka mengabsen nama murid-murid satu persatu hingga nama Kia di panggil dan lagi-lagi Kia tidak langsung menyahuti membuat Arka berjalan menghampiri meja belajarnya.

"Kamu sedang apa Humm?! Di panggil tidak menyahut? Kenapa kamu sejak saya datang seperti tidak bisa berkonsentrasi seperti teman kamu yang lain humm?" Tanya Arka pada Kia sambil mengetuk - ngetuk meja belajar Kia.

Terpopuler

Comments

@𝐂𝐋𝐈𝐅𝐅❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸

@𝐂𝐋𝐈𝐅𝐅❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸

lg ngelamun pak

2023-07-16

0

@𝐂𝐋𝐈𝐅𝐅❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸

@𝐂𝐋𝐈𝐅𝐅❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸

jdi aki aki donk

2023-07-16

0

@🎻ⒻͬⒺͧⒷᷤⒷͧⓎͪ🥑⃟🎻

@🎻ⒻͬⒺͧⒷᷤⒷͧⓎͪ🥑⃟🎻

Ada cinta segitiga nih
sudah kita sekolah dulu lulus baru mikir nikah

2023-06-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!