"Bukankah aku sudah memperingatkanmu tadi?"
Jihan menatap horor ke arah Anton yang sedang tersenyum dan Jihan melepaskan tangan Anton.
"Mama...sakitt" keluh Tiyah. Jihan sudah menunduk ingin menyentuh anaknya tiba-tiba
"Kembali ke tempat dudukmu!!" Anton bertriak kencang dan menggema di seluruh ruangan.
Kembali Anton meraih kerah baju gadis kecil itu, membuatnya berdiri dan wajahnya mendongak ke arah Anton. Menangis sejadi-sejadinya.
"Ampuuunn. Om. Ampun!" tangan mungilnya menyentuh tangan Anton yang berada di bajunya, berusaha melepaskan diri.
Sesak dada Jihan melihatnya. Air matanya yang mengalir sudah tak terbendung.
"Jihan, lindungi anakmu!" Lagi Jihan ingin mendekati Tiyah, Jun memegang pundaknya dengan wajah iba.
"Aku_sudah_memperingatkanmu_jangan_ bersuara. Setiap_suara_yang_kamu_keluarkan_ untuk_ membela_anakmu_itu_akan_jadi hukuman buatnya!"
Anton memukuli Tiyah di setiap kata yang diucapkan.
Membuat semua orang yang menyaksikan kebejatannya ini, berdoa agar dia mati dengan cara yang paling mengenaskan.
Jihan menutup mulutnya. Batinnya berteriak.
Gadis kecilnya, sudah pingsan wajahnya yang selalu terlihat ceria kini terkulai lemas. Wajahnya dipenuhi memar dan merah.
Darah keluar dari kedua sudut bibirnya.
"Bunuh laki-laki itu Jihan! Bagaimana bisa ia sekeji itu pada gadis kecil. Terlebih itu adalah putrimu" batinnya berteriak.
"Aku akan membunuhmu dalam tidurmu, Anton" hanya air mata yang bisa ia keluarkan untuk putrinya.
"Jangan bicara atau mendekati Datiyah lagi. Kamu akan sepenuhnya berbakti untukku.
Setiap kamu membela dia atau berusaha menyelamatkannya, dia akan menerima hukuman."
"Anton...." suara Jihan pelan.
Matanya sudah berlinang air mata. Sebagai seorang ibu yang tak bisa melindungi putrinya yang tersiksa di depan matanya.
"Mati, adalah kata yang cocok untuk kita berdua", batinnya.
"Apa aku boleh kembali ke kamarku?"
"Kamu!" tunjuk Anton kepada salah satu pelayan.
"Antarkan dia ke kamar anaknya, dia akan tidur di sana sampai besok."
Jihan menangis tanpa suara. Ia sudah tak mampu melihat putrinya yang tergeletak.
"Jun, bawa dia ke ruang hukuman. Jangan berikan makanan atau minuman sampai hari pernikahan."
Lemas kaki Jihan mendengar ucapan Anton. Dia berpegangan pada pegangan tangga. Jika tidak ia akan terguling karena tak mampu berdiri tegak.
Ingin rasanya membawa lari putrinya meskipun dengan resiko ia mati dalam proses. Tapi yang menjadi tumbal adalah putrinya.
Jun kemudian mengangkat tubuh mungil Tiyah.
"Ma... ma...." suara serak kecilnya memanggil mamanya.
Tak tahan ia berjalan turun,
"Saya mohon nyonya, apa yang akan nyonya lakukan sekarang.
Tidak akan membuat tuan berhenti menyiksa putri anda meskipun ia sedang pingsan," pinta pelayan dengan mata memohon.
Sesampainya di kamar yang disiapkan untuk Datiyah. Ia mengambil bantal dan berteriak sekencang-kencangnya, sampai ia tak mampu mengeluarkan suara lagi.
"Tolong, tolong obati Tiyah!" tangannya menggenggam tangan Pelayan tadi.
"Aku akan berdoa pada Tuhan untukmu setiap malam. Tolong selamatkan anakku. Aku akan berlutut dan bersujud padamu. Tolong selamatkan anakku!" Jihan berlutut dan menundukkan kepalanya pada pelayan itu.
Pelayan itu berlutut di hadapannya "Nyonya, saya mohon hentikan. Saya tidak bisa berbuat apa-apa."
Jihan menangis sejadi-jadinya. Dia memukul dadanya yang rasanya sesak.
"Ibu macam apa aku? harusnya aku tidak pernah datang ke sini!" batinnya terus meneriakkan kata itu sambil berulang memukul dadanya.
Dia membenturkan keningnya ke lantai berkali-kali. Pelayan itu melihatnya dengan ngeri. Lalu mencoba meletakkan tangannya antara kening Jihan dan lantai setiap kali ia membenturkannya.
"Nyonya, saya mohon hentikan!"
Ia hanya menangis. "Aku tak pantas hidup, aku membawa putriku ke dalam lubang neraka!"
Keningnya sudah mulai berdarah.
"Apa yang kamu lakukaaan?" teriak Anton dari depan pintu.
Jihan yang melihat Anton dengan darah antara kedua matanya.
Anton mendekatkan wajahnya ke depan wajah Jihan. Anton merasa sangat murka.
Tapi Jihan tiba-tiba menarik leher Anton dan berbisik padanya "Ayo kita mati dan ke neraka sama-sama!"
"Apa kamu tahu seberapa marahnya aku sekarang?" ucap Anton sambil menggertakkan giginya.
"Aku akan membuat luka yang sama di wajah anakmu!" Anton berdiri dan berjalan ke arah pintu.
"aahhh...ahhhh...jangan..jangann!!" memeluk kaki Anton dengan saat erat.
"Maafkan aku, aku tidak akan melakukannya lagi. Aku mohon, maafkan aku!" Pinta Jihan Pada Anton dengan wajah penuh air mata, darah dan ingus.
Lalu Anton kembali menyamakan posisi matanya dengan Jihan.
"Baiklah, anggap peringatan ini sebagai hadiah pernikahan kita untuk lusa.
Kalau sampai kamu sengaja melukai tubuhmu, maka luka yang sama akan ada di tubuh Tiyah.
Kalau kamu sampai mencoba kabur, aku akan menyiksanya seperti tadi dan tidak akan memberinya makan sampai ia hampir mati.
Kalau kamu mati, aku akan membunuh Tiyah berkali-kali.
Saat dia ada di ujung maut, aku akan menyelamatkannya untuk membunuhnya lagi.
Sampai dia berdoa, agar ibunya hidup kembali atau sampai dia mengutukmu dalam tidurnya karena mati lebih dulu." ucap Anton menatap Jihan.
Pelayan yang mendengar ucapan Tuannya hanya bisa menutup mulutnya. Jun yang berdiri hanya bisa menatap iba.
Lalu Anton berdiri hendak meninggalkan Jihan.
"Ah, satu lagi. Datiyah bukan lagi putrimu. Secara biologis dia putrimu. Anggap saja dia sebagai rantai yang mengikatmu saat ini.
Jangan mengajaknya bicara , menyapanya ataupun menghiraukannya."
"Bagaimana aku bisa melakukannya?" tangis Jihan dengan suara serak.
"Tentu saja kamu bisa, ingat saja hukuman apa yang ia dapatkan setiap kalau kamu bicara, menyapa atau menghiraukannya. Sebagai pengganti hukuman karena melukai tubuhmu sendiri."
Air matanya tak berhenti mengalir.
Satu-satunya jalan yang ia fikirkan adalah memusnahkan Iblis di hadapannya.
"Panggil dokter untuk melihat lukanya!" perintah Anton pada Jun.
"Baik Tuan"
Ketika dokter memeriksa lukanya Jihan memegang tangan dokter tua itu dengan erat.
"Tolong bantu saya, saya tidak perduli dengan luka saya. Tapi tolong bantu anak saya. Berikan saya obat untuk meredakan sakitnya."
Dokter itu hanya diam, tapi melihat wanita yang sedang di obatinya ini terlihat sangat menyedihkan.
"Maafkan saya, saya juga tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi nanti akan saya titipkan pada pelayan yang biasa meminta obat pada saya."
Sesegukan Jihan menjawab, "terima kasih dok"
Jun tiba-tiba masuk "cepat seleseikan dokter, apakah karena semakin tua anda semakin lamban?" Ucap jun yang susah menunggu kepala Jihan diobati.
Setelah dokter pergi, Jihan di suruh istirahat. Dia mencoba menutup matanya. Tapi bagaimana ia dapat tertidur ketika anaknya di kurung dalam suatu ruangan tanpa diberi makan dan minum.
Menangis lagi, hati, fikirannya tak dapat terpejam. Air matanya tidak mau berhenti mengalir. Sesak di dadanya tidak mau hilang.
Semalaman Jihan tidak tidur memikirkan Tiyah.
Dia hanya meringkuk di atas kasur yang harusnya menjadi tempat tidur putrinya seandainya dia menerima tawaran Anton dengan baik.
Nurani nya menolak. Anton bukanlah manusia di hadapannya.
Pembunuh dari Ayah dan suaminya. Dan penyiksa putrinya.
Keesokan harinya, seorang pelayan mengetuk pintu kamar membawakannya pakaian ganti.
"Nyonya, hari ini anda akan mencoba gaun pengantin anda. Mereka akan datang pukul 10."
"Anakku baik-baik saja kan?"
"Anda harus segera bersiap-siap untuk sarapan. Sarapan akan siap pukul 8 Nyonya" Pelayan itu mengabaikan pertanyaan Jihan.
karena mereka hanya diizinkan bicara sesuai tugasnya.
Jihan pun segera bersiap-siap dan menuruni tangga ke ruang makan. Matanya melirik ke sana kemari, melihat kemungkinan putrinya sudah dibebaskan.
Anton yang melihatnya, "Aku sudah menyuruh mengirimkan makanan ke ruangannya. Duduk dan nikmati sarapanmu!"
"Apa?menikmati? bagaimana bisa aku menikmati makananku, ketika ada iblis sepertimu di hadapanku?" batin Jihan.
*bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Kadek
jngan lupa mmpir ya kk
2020-07-10
1
seizy Kurniawan
sedih banget johannya.
salam my enemy is my love
2020-07-08
1
Muma
lagi
2020-07-08
1