Setelah beberapa lama dalam mobil, melihat putrinya teringat lagi akan suaminya.
"Tidak! Bagaimana bisa aku berfikir untuk mengalah pada orang yang sudah membunuh ayah dan suamiku?" bathinnya.
"Pak, hentikan mobilnya." Mobil pun berhenti. Ia menggendong putrinya keluar dari mobil dan kembali ke hotel.
Sesampainya di hotel. Ia memeriksa semua uangnya.
"Uang ini akan cukup untuk sekolah Tyah, kalau aku memindahkannya ke sekolah biasa. Setelah itu aku akan cari kerja."
Jihan lulusan S1 keperawatan. Setelah lulus ia langsung menikah. Ia fikir keahliannya akan ia kerahkan untuk keluarganya. Tetapi sekarang, hanya Ia dan Tiyah yang tersisa.
Keesokan harinya, ia membawa Tiyah mencari kos-kosan karena biaya bulanannya akan lebih ringan.
Ia mengurus surat-surat untuk keperluan daftar sekolah Tiyah.
"Jadi Tiyah, gak akan balik ke sekolah lama?" tanya Tiyah dengan nada sedih pada ibunya.
"iya sayang, untuk sementara Tiyah di sekolah Negeri dulu yah? Nanti kalau semuanya sduah kembali normal. Tiyah bakalan mama sekolahin di sekolah lama lagi."
Tiyah, yang melihat wajah ibunya yang bertambah tua dalam 12 hari itu hanya mengangguk mengerti.
Mereka sudah mengengelilingi semua tempat dalam 12 hari, mencari seseorang yang mau membantu mereka.
Wajah wanita yang putih, terawat itu telah sirna digantikan kulit kusam, merah dan terbakar.
Meski masih terlihat garis kecantikan di wajahnya.
Setelah 2 hari berlalu, Jihan mengabaikan telpon dari Anton dan mengirim pesan terakhirnya
"Ambil saja semuanya, aku sudah tak perduli. Yang ku butuhkan sekarang adalah menjauh darimu dan aku tidak akan pernah memaafkan apa yang sudah kamu lakukan. Tapi aku akan melupakan semuanya."
QUOTE: CARA PALING AMPUH MEMBALAS DENDAM ADALAH MOVE ON by Anonim.
Setelah itu, ia memblokir nomor Anton.
"Aku bisa bertahan, di dunia ini ada banyak orang yang lebih susah daripada aku.
Aku hanya harus bekerja lebih keras lagi." Hibur Jihan pada dirinya di depan cermin.
Tiyah pun ikut menyemangati dirinya setelah melihat Mamanya. "Tiyah pasti juga bisa sekuat Mama," mengepal tangan di depan wajahnya, tanda semangat. Jihan tersenyum melihat putrinya.
Jihan sudah mengajukan lamaran, ke hampir seluruh rumah sakit dan klinik tapi semuanya menolaknya. Dengan alasan Jihan tak punya pengalaman.
Tentu saja wanita itu tidak setuju. Dia melakukan kerja sosial, dan pergi ke berbagai daerah menolong dokter dengan pasiennya. Dia hanya tak berpengalaman di tempat resmi.
Hari ini ia akan mendaftarkan Tiyah ke sekolah dasar negeri. Tapi, sekolah tidak bisa menerima dengan alasan yang tak jelas.
Meminta biaya yang tak masuk akal jumlahnya. Dengan kesal Jihan keluar dari sekolah itu.
Menatap kesal ke arah sekolah dan berbalik meninggalkan sekolah itu bersama dengan putrinya.
Tiba-tiba ada yang memanggilnya.
"Nona Jihan!!" teriak wanita yang kebetulan seorang guru.
"Ada apa lagi?" tanya Jihan kesal.
"Saya istrinya Budi, dulu suami saya sering bersama Tuan Gunawan. Saya hanya ingin memberitahu. Kemanapun Nona akan pergi mendaftarkam Nona Tiyah untuk sekolah. Semua sekolah itu tidak akan ada yang berani menerimanya." Jelas wanita itu.
"Apa maksudmu?"
"Saya dengar, tadi suruhan Anton Sugesti datang lalu memberikan ultimatum. Apapun alasannya, Datiyah Gunawan tidak boleh sekolah di sini.
Saya menelpon beberapa teman dari sekolah lain, mereka juga diancam, selain sekolah, mereka juga mengancam kehidupan pribadi guru-guru dan kepala sekolah," bisik wanita itu lirih.
"Lantas aku harus bagaimana?aku tentu saja bisa mengajarkannya. Tapi dia juga butuh pendidikan formal," berbisik pada dirinya sendiri.
Guru wanita tadi hanya diam dan sedih melihatnya. Tak bisa berbuat banyak untuk keluarga Tuan besar yang pernah membantu keluarganya.
"Terima kasih sudah memberitahuku. Setidaknya, tenagaku tidak terbuang sia-sia dan memohon tak jelas." Jawab Jihan sepositif mungkin.
Dengan emosi yang marah, Jihan pergi ke kantor Anton tanpa membuat janji atau menelponnya.
"Anton, aku ingin bertemu dengan Anton!" mengucap marah pada wanita di meja resepsionis.
Kaget, wanita itu memasang senyum 1000 watt yang nyata kepalsuannya.
"Maaf, apa anda sudah membuat janji?"
"Katakan saja padanya, Jihan ada disini!"
"Maaf, jika anda tid..."
memukul meja resepsionis.
"Beritahu saja. Jangan sampe aku buat kamu menyesal!"
Wanita itu langsung memanggil sekuriti. Tiyah yang melihat ibunya hanya merasa takut. Pertama kali, ia lihat ibunya segusar ini.
"Ma..."teriak Tiyah menggenggam tangan mamanya.
Jihan yang tersadar mendengar suara putrinya. "Maafin Mama sayang, mama gak sengaja. Tiyah pasti kaget. Mama cuma marah sebentar," berlutut memeluk putrinya yang ketakutan.
Saat sekuriti akan membawa Jihan. seseorang memarahi mereka.
"Apa yang kalian lakukan? Apa kalian tak tahu siapa dia? Dia adalah calon istri Tuan Anton. Jaga sikap kalian." Ucap laki-laki yang merupakan tangan kanan Anton.
Jihan mengenalinya, karena dia adalah adik kelas mereka ketika SMA.
"Maaf Nyonya, silahkan," mempersilahkan Jihan dan Tiyah berjalan lebih dulu.
Ia tidak perduli apa yang dimaksudkan Jun dengan mengatakan bahwa dia adalah calon istri Anton.
Setelah di dalam lift
"Apa yang kamu lakukan,Jun? Sejak kapan kamu bersama Anton?
Jun, kamu bisa kan bujuk Anton supaya membiarkan Datiyah bersekolah. Aku tidak meminta banyak. Hanya biarkan dia sekolah."
Memohon pada Jun, sambil memegang lengannya.
"Maaf Nyonya, saya tidak bisa melakukan apa-apa."
"Jun? kenapa kamu tega sih? kenapa kamu malah ngikutin Anton? Apa kamu lupa yang sudah dia lakuin ke kamu?"
"Nyonya, say....."
"Nyonya, nyonya, nyonya! Apakah kamu sudah gila? Berhenti memanggilku Nyonya. Dan kamu sudah sering diperlakukan seperti sampah olehnya. Menyiksamu dan banyak hal buruk lainnya yang ia lakukan."
"Mbak Jihan, ini akan jadi terakhir kali saya memanggil mbak dengan sebutan itu. Apa yang Tuan Anton lakukan adalah menyadarkan saya.
Bahwa jika kamu memiliki kekayaan dan kekuasaan kamu akan bebas melakukan apapun.
Saya akan selalu berterimakasih pada Mbak Jihan dan Kak Fuad yang sering melindungi saya."
Fuad adalah suami Jihan dan Ayah Datiyah.
Berkali-kali Jihan memohon bantuan Jun, tapi ia tak menghiraukannya. Iya, hanya sedikit orang yang benar-benar bertahan ketika mengalami penyiksaan dan tak memiliki apa-apa dan sadar betapa menggiurkannya kekuasaan dan kekayaan.
"Saya akan menjaga Nona Datiyah, lebih baik Nyonya masuk sendiri saja."
Jihan langsung membungkuk dan bicara pada anaknya.
"Datiyah sama om Jun dulu, mama mau bicara di dalam sebentar."
Tiyah hanya mengangguk.
Di dalam ruang kantor Anton.
Begitu masuk ke dalam, Jihan langsung menampar Anton yang berdiri menyambut Jihan.
Anton langsung tersenyum. "Sudah lama tanganmu tak bersentuhan dengan kulitku. Meski itu tamparan kebencian. Entah kenapa rasanya aku bahagia," tutur Anton yang tersenyum memegang pipinya seperti orang gila.
"Aku sudah memberikan semuanya. Aku akan membiarkanmu...."
"sssstttt....." Anton meletakkan jari telunjuk di bibir Jihan menyuruhnya untuk berhenti bicara.
Jihan memundurkan tubuhnya dan melihat Anton dengan rasa jijik.
Tersenyum, "Ayo kita selseikan pembicaraan kita di rumahku, disini terlalu banyak yang mendengar. Bagaimana nanti kalau kita menikah mereka tak menghargaimu sebagai istriku."
"Jangan mimpi!! Aku tidak akan pernah menikah dengan seorang pembunuh sepertimu!"
"Kamu tahu, walaupun aku tidak akan melukaimu sedikitpun, tapi aku bisa melukai anakmu? Dia adalah bukti bahwa kamu meninggalkanku dan bercinta dengan laki-laki lain," memegang kedua lengan Jihan.
Mendengar ancaman Anton, Jihan hanya berdiri lemas di depannya.
*bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Kadek
lnjutkan kk
2020-07-10
1
Mita Perbani
bkin penasaran 🥺
2020-06-19
1
Jam Jam
mantap.
2020-06-15
2