Setelah mengancam akan melukai Datiyah. Akhirnya Jihan setuju membicarakan semuanya di rumah Anton.
Dalam fikiran Jihan, dia sedang berusaha mencari jalan, bagaimana dia bisa melindungi Datiyah dari laki-laki ini.
Begitu tiba di rumahnya, Datiyah langsung di bawa ke dapur oleh Jun dan meminta pelayan menyiapkan cemilan.
Sementara itu, di ruang tengah.
"Anton, sebenarnya apa yang kamu inginkan dariku?" tanya Jihan pada Anton
"Lahirkan anakku, karena tanpa keturunan langsung dari Gunawan, aku tidak akan bisa sepenuhnya mengambil hartamu. Selain itu juga bisa membuatmu terikat padaku."
"Jangan mimpi, bukankah sudah kukatakan. Aku tak ingin berurusan denganmu lagi." Jihan berjalan ke arah Jun membawa anaknya.
"Apa kamu akan membiarkan anakmu hidup jadi gelandangan?"
"Iya, aku tidak perduli bahkan jika harus hidup sebagai gelandangan. Dan aku tahu, Tiyah akan mengerti suatu hari nanti."
"Apa kamu lupa apa yang kukatakan tadi? Aku mungkin tidak bisa dan tidak mau menyakitimu tapi aku bisa menyakiti anakmu!" langkah Jihan pun terhenti.
Kemudian Anton meraih pergelangan tangan Jihan. Jihan ingin meronta, tapi ia mengingat putrinya. Meninggalkan putrinya bersama Jun.
Dia dan Anton, memasuki sebuah ruangan. Anton menciumnya dengan paksa.
"Anton, berhenti aku tak mau melakukannya. Kau pikir aku wanita murahan?" Jihan menampar wajah Anton dengan keras.
"Tidak, aku tidak berfikir kamu wanita murahan. Kamu adalah calon ibu dari anakku." Anton memegang baju Jihan.
Jihan mendorong Anton dengan keras.
"Hentikan!"
Anton mulai merasa jengah, diapun mendorong Jihan ke atas tempat tidur.
Masih memaksa Jihan.
Jihan tiba-tiba terbayang wajah ayah dan suaminya. "Meskipun harus mati, aku tidak akan menyerahkan hidupku untuk laki-laki ini" batinnya.
Anton masih menggenggam kedua tangan Jihan di atas kepalanya. Dia menggeliat berusaha lepas dari cengkraman Anton.
Berhasil lepas, Jihan lalu mendorong Anton sekeras-kerasnya. Dan dengan cepat ia menyambar lampu tidur di samping tempat tidur.
"Jihan, kamu harus berfikir dengan matang. Fikirkan masa depan anakmu."
"Aku berfikir sangat matang sekarang. Sampai mati, aku tak akan menyerahkan diriku padamu. Meski aku dan Tiyah akan jadi gelandangan sekalipun. Itu lebih baik daripada harus seatap denganmu."
Jihan kemudian memukul kepala Anton dengan lampu itu. Membuat darah keluar dari pelipisnya.
Melihat Anton, yang goyah Jihan mulai berlari, tapi Anton beehasil menarik bajunya dari belakang dan ia tersungkur ke belakang.
Karena kondisi Anton yang lemah, Jihan dengan mudah menendang Anton.
Darahnya sudah mengenai tubuh Jihan.
Baju Jihan sudah sobek dan compang camping, Dia berhasil membuat Anton tersungkur lemah.
Dia berlari dengan kencang keluar kamar, sambil berteriak.
"Tiyah....!!Tiyah!!" Dia melihat anaknya yang duduk di meja makan. Jun yang melihat Jihan langsung memegang lengan Tiyah.
Sementara Tiyah melihat mamanya dengan ketakutan, "mama....?"
Jihan berjalan ke arah putrinya dengan cepat
dan mendorong Jun dengan keras hingga ia tersungkur,
"jangan sentuh anakku!" berteriak.
Untung saja genggamannya pada Tiyah tidak erat.
Kemudian Jihan mengajak anaknya berlari.
Tiyah yang ketakutan itu, hanya mengikuti kata ibunya.
"Sayang, lari sekencang-kencangnya"
Mereka berdua berlari sangat kencang. Tentu saja Jihan harus menunggu dan menyesuaikan kecepatan dengan Tiyah. Akhirnya dia menggendong Tiyah sambil berlari.
Sementara di belakang mereka, orang sudah berteriak.
"Tangkap Mereka, jangan biarkan mereka kabur!"
Gerbang yang masih terbuka lebar itupun tak bisa menjadi harapan, karena penjaga sudah berdiri menghalang.
Jihan menghentikan langkahnya, menurunkan Tiyah dari gendongannya. Sayang, apapun yang terjadi. Tiyah harus cepat lari dan keluar dari gerbang.
"Ma, Tiyah takut!" Tiyah merengek. Jihan menyembunyikan Tiyah di belakangnya, meskipun menyembunyikan Tiyah adalah hal percuma. Karena dia sudah di kelilingi dari berbagai arah.
Sementara orang-orang di depan sudah mulai maju ke arah mereka.
"Jangan sentuh wanita itu, tangkap anaknya saja," berbalik Jihan mendengar suara teriakan itu, Anton yang berdiri dengan kain penuh darah di kepalanya.
Mendengar perintah Tuannya, mereka hanya mengejar Tiyah. Jihan berusaha melindunginya sekuat tenaga. Menghalangi mereka menyentuh Tiyah.
Percuma, mereka terlalu banyak.
Anton yang tadi masih berdiri di depan pintu yang berjarak 30 meter dari gerbang, sekarang sudah berdiri di belakang Jihan.
Tak melihat Anton mendekat, Jihan masih berusaha melindungi Datiyah di belakangnya.
"aaaarrrhhh..Mama....!!" teriak Tiyah kesakitan rambutnya di cambak dengan kasar dan terlempar ke arah belakang, untung saja Jun sempat menangkapnya.
Horor, Jihan melihat anaknya diperlakukan seperti itu. Jihan memukul dada Anton dengan kencang tentu saja laki-laki bertubuh kekar itu tak bergeming.
"Bawa anak itu ke dalam!" perintah Anton dan berbalik ke arah rumah.
Jihan kemudian berlutut memegang dan menarik kaki Anton sambil menangis.
"Ton, maafin aku. Jangan, jangan bawa anakku. Aku akan melahirkan anakmu. biarkan dia keluar dari sini!"
Anton menunduk dan mendekatkan wajahnya ke wajah Jihan. "Bukan anakku, tapi anak kita."
Jihan mengangguk cepat, "iya, anak kita."
Setelah masuk ke dalam rumah, Anton memanggil pelayan untuk membantu Jihan membersihkan diri dan berganti pakaian.
Jihan berjalan ke kamar atas, sambil terus berbalik melihat ke arah putrinya yang ketakutan. Duduk di sebuah kursi kayu yang diletakkan di depan sofa di depan Anton. Dia menuruni tangga lagi mendekat pada Anton.
"Anton, biarkan aku membawa Datiyah membersihkan diri bersamaku," ucapnya memelas.
"Tidak, pergilah sendiri. Aku ingin bicara dengan calon anakku."
Jihan kembali berjalan ke lantai atas sesekali melirik anaknya.
"Jihan, ibu macam apa kamu?" batinnya menangis melihat anaknya yang ketakutan di depan Anton.
Tiyah tangannya gemetar, keringat dingin di sekujur tubuhnya. Lutut dan sikunya lecet karena kejadian tadi.
"Datiyah" ucap Anton pelan. Datiyah yang sangat ketakutan tidak bisa menjawab. Suaranya, bahkan pandanganya. Tubuhnya seperti membeku.
"Datiyaaahh" teriak Anton.
Datiyah kaget mengangkat wajahnya yang sudah penuh air mata dan ingus.
Ia menahan suara tangisnya, sehingga tubuhnya berguncang karena berusaha menahan tangis. Nafasnya tak beraturan.
"Kamu boleh menangis sekencang-kencangnya," tentu saja mana ada yang berani menangis meski seseorang mengatakan itu.
Sementara itu, Jihan menangis di kamar mandi. Ia memohon bantuan pada pelayan-pelayan yang sedang membantunya membersihkan diri. Mereka hanya bisa memberikan pandangan iba pada Jihan.
"Datiyah, apa kamu mau jadi anak Om Anton?"
itulah panggilan kebiasaannya pada Anton, jika bertemu di suatu acara.
Tak menjawab. "Aahhh, seandainya Tiyah gak maupun. Tiyah bakalan jadi anak Om. Karena lusa om akan nikah sama Mama Jihan." ucap Anton.
Jihan mempercepat, mandi dan ganti baju. Tak ingin putrinya berlama-lama bersama laki-laki itu. Tapi apa yang ia tak ketahui adalah semakin cepat dia selesei semakin cepat anaknya akan mendapatkan hukuman.
"Duduklah, calon istriku," Anton mengarahkan Jihan duduk di sofa di depan Tiyah.
"Sekedar peringatan untukmu sayang, jangan mengeluarkan suara apapun!"
Anton kemudian berjalan ke arah Datiyah, Jihan ingin berdiri tapi di tahan oleh Jun yang menggelengkan kepalanya pada Jihan.
Anton mencengkram, kerah baju gadis kecil itu, mengangkatnya kemudian mendaratkan tamparan di wajah mungilnya.
"aaahh...mama....mama...sakiit" Datiyah kemudian menangis kencang memanggil ibunya dan meronta berusaha melepaskan diri dari Anton.
"Aaaaarrghhhh...hentikan Anton" Jihan berlari ke arah Anton dan menarik tangannya agar melepaskan anaknya.
Anton tersenyum, senyum yang mengerikan
"Bukankah aku sudah memperingatkanmu tadi?"
*bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Kadek
next kk
2020-07-10
1
seizy Kurniawan
aku datang lagi kak. maaf ya baru mampir lagi. semangat terus untuk berkarya nya kakak
2020-07-08
1
Jam Jam
Tiyah..
2020-06-15
1