“Lho, Shell. Kok lu sudah sampai aja di ruangan operasi. Bukannya tadi siang lu bilang ke restoran favorite lu buat melamar si Lalisa?”
Kevin menatap Anshell dengan wajah dingin dan datarnya, kali ini dokter tampan itu terlihat aneh. Penasaran dengans ahabatnya, Kevin pun menarik kursi kayu tersebut dan duduk saling berhadapan dengan pria yang sibuk dengan layar iPadnya.
“Wajah lu dah kaya bongkahan es saja sih Shell. Sumpah ini lebih dingin dari biasanya. Lu ada apa lagi hah?”
Kevin sebenarnya sudah tau meski sahabatnya itu tidak menjawab. Dari ekspresi wajahnya sudah jelas pria itu ditolak lagi oleh super model dunia itu.
Sengaja saja, pria yang sama-sama dokter bedah itu pun berpura-pura bodoh dan tidak tahu agar sahabatnya mau bercerita. Rasanya tidak seru membuat pria itu marah dan kesal.
“Shell….” Panggil Kevin lirih.
Anshell mendengus pelan. “Berisik lu, Vin! Lu kalau mau duduk ya duduk aja, nggak usah banyak tanya!” decak Anshell tak ingin di ganggu. Pria itu menjawab pun sama sekali tak melirik si lawan bicara yang duduk saling berhadapan itu.
Sumpah demi apa, sekalipun Kevin sebenarnya kesal dengan jawaban Anshell tapi dia ingin sekali menyiram wajah kanebo kering putra dari Pewaris Stone Company itu.
Dokter muda dengan gelar Prof. dr. Anshell Damarion Stone, Sp. Jp. Selalu bersikap dingin pada semua teman-teman sejawatnya di rumah sakit begitu juga pada semua staf karyawan di kantor milik Anshell sendiri.
“Haish. Lu ambekan banget sih Shell. Dah kaya kucing dah kelamaan nggak kawin-kawin,” goda Kevin.
Anshell kembali bungkam tanpa memutuskan kedua matanya pada layar iPadnya. “Lamaran lu di tolak lagi sama super model dunia itu?”
Kevin memberikan sebotol air mineral dingin untuk Anshell agar hati sahabatnya dingin tidak panas dan marah-marah meski terlihat seru.
“Lu ditolak lagi sama si LaLisa, Shell?” ulang Kevin bertanya lagi.
Lagi, Anshell menghela nafas panjang lalu menghembuskan perlahan. Sedikit, hatinya mulai terbiasa dengan kekecewaan yang selalu didapat perihal masalah cinta. Bodohnya, Anshell masih ingin berjuang mendapatkan Lalisanya.
Cinta Anshell yang besar pada Lalisa sekalipun beberapa kali disakiti, pria itu tak ingin mencari pelarian bahkan pria itu pun tak ingin melupakan Lalisa. Tidak sama sekali.
Lalisanya tetap sebagai pemilik hati sekalipun di luaran sana masih banyak wanita yang berdatangan dan terang-terangan ingin menjadi kekasihnya hingga menawarkan tubuhnya untuk di cicipi oleh pewaris Stone itu.
Anshell diam tak menjawab pertanyaan Kevin. Kedua telinganya sengaja tuli, dia sudah tidak ingin mendengarkan apa-apa lagi tentang Lalisa.
“Sudah sepuluh tahun lu mencintai si Lisa. Tapi Lisa enggak, Shell! Lisa nggak cinta sama lu.”
“Terus lu mau sampai kapan menunggu wanita itu? Move on, Shell. Si Lisa itu nggak cinta sama lu.
“Dia cuma memanfaatkan lu doang kalau dia beneran cinta sama lu, nggak harus menunggu sepuluh tahun. Pasti lamaran lu di terima dan lu sudah menikah sama dia dan hidup bahagia. Lima kali, Shell!”
Kevin menunjuk satu tangannya dengan lima jarinya di depan wajah Anshell yang tak menatapnya.
“Lu sudah di tolak mentah-mentah kelima kalinya oleh wanita yang teramat lu cintai dan lu masih mau menunggu wanita itu?” kata Kevin seraya mengingatkan dan membuka kedua mata sahabatnya itu dengan selebar-lebarnya kalau Lalisa bukanlah wanita yang baik untuknya.
Anshell diam dengan rahang yang mengetat. “Ikhlasin dia Shell. Lu mau berkorban sampai titik darah penghabisan buat menyadarkan Lalisa. Nggak akan bisa! Dasarnya dia nggak cinta sama lu!”
Kevin menatap Anshell dengan ekspresi tenang. “Ikhlasin dia Shell. Dia bukan jodohmu,” sambung Kevin.
Lagi lagi Anshel bungkam dan tak menanggapi pembicaraan sahabatnya yang entah keberapa kali berbicara hal yang sama selama mereka bekerja di satu rumah sakit yang sama.
“Lupakan Lisa Shell. Lu berhak bahagia,” kata Kevin seraya menepuk bahu Anshell yang masih bergeming.
Pria itu pun berlalu pergi meninggalkan Anshell seorang diri, agar Anshell berpikir dan mencermati perkataannya itu. Di sini Kevin bukan meminta Anshell untuk membenci Lisa, tidak sama sekali.
Namun, menyadarkan sahabatnya akan sikap Lisa yang selama ini masih mempermainkan sahabatnya. Bila tidak cinta, kenapa wanita bernama lengkap Lalisa Handoko itu terus menempel bak perangko pada Anshell dan memberikan harapan palsu.
Getaran ponsel menyadarkan Anshell dari lamunannya. Pria itu pun meraih benda pipih itu dan membuka notifikasi dari nomor tak dikenal.
Ketika menekan tombol play, kedua mata Anshell membulat dan memanas ketika melihat seseorang di dalam video tersebut yang berdurasi dua puluh lima detik itu.
Di dalam video itu, terlihat jelas bagaimana wanita itu tersenyum senang menerima sebuah pinangan. Sayangnya, pria yang berdiri itu bukan dirinya melainkan pria yang menyematkan cincin berlian di jari manis si wanita itu adalah rivalnya.
‘Brengsek,’ umpat keras dalam hati.
Wajahnya yang dingin kini nampak memerah menyala. Anshell dikuasai amarah yang besar ketika melihat Lalisa dilamar oleh pria bernama Gavin Mahendra.
“Lupakan Lisa Shell. Lu berhak bahagia.”
Penthouse Mr Lukman, Jakarta
“Arghtt….” Aretha merintih kesakitan. Sebelah tangannya mengusap pinggangnya yang sakit karena tubuhnya didorong lalu dilempar hingga mendarat tepat di atas lantai dingin.
“Pakai ini!” Pria bertubuh besar itu melemparkan pakaian tepat di muka Aretha.
“Berdandanlah yang cantik!” titahnya
Pria bertubuh besar itu melemparkan pakaian tepat di wajah Aretha. Gadis polos itu melotot ketika melihat pakaian kurang bahan yang dilemparkan ke wajahnya.
“Astaga yang benar saja saya harus memakai pakaian haram kayak gini? Saya nggak mau!” seru Aretha membuang lingerie berwarna hitam itu di sembarang tempat.
Pria bertubuh besar itu tidak terima dengan perkataan gadis polos di depannya, dengan gerak cepat pria itu meremas dagu Aretha membuat wanita itu mau tidak mau menatap pria tersebut.
“Ah, sakit. Tolong lepaskan,” rintih Aretha pada pria yang entah siapa namanya.
“Aku peringatkan kepadamu, Jallang! Kau itu sudah dijual oleh si Udin pada Mr Lukman!” ucapnya dengan mata melotot dan gigi bergemeretak.
Aretha bergerdiki ketakutan dengan ekspresi wajah pria itu yang terlihat marah padanya. “Jadi demi keselamatanmu, suka tidak suka dan mau tidak mau kau harus memakainya. Kalau tidak—”
Pandangan pria itu semakin dekat hingga hembusan napas dengan bau tembakau itu menusuk indra penciumannya. Kedua mata si pria tersebut turun ke bawah dengan sebelah tangan menarik paksa lengan kemeja panjang yang dikenakan gadis polos di depannya hingga robek.
Sebelah tubuh bagian atas Aretha pun terekspos memperlihatkan bra hitamnya. “Aku sendirilah yang akan memakaikan pakaian itu pada tubuhmu yang mulus ini,” ucap si pria dengan tawa pelan lalu menghempaskan kepalanya membuat tubuh Aretha terjelambak ke belakang.
Aretha dengan cepat menutupi tubuh bagian atasnya yang terbuka. Pria itu kembali mendekat menatap tajam pada wanita yang baru dibeli Mr Lukman.
“Kau harus berdandan lebih cantik lagi. Kalau tidak—” ada jeda kata di sana. Pria itu tak lepas menatap Aretha lekat membuat tubuh Aretha semakin bergetar.
“Aku sendiri yang akan merubahmu lebih bitchy.”
Pria itu kembali berdiri masih dengan mata menatap Aretha. “Pukul tujuh, kau harus siap dengan pakaian itu dan juga harus terlihat cantik. Ingat, kaulah disini wanita satu-satunya yang dibeli Mr Lukman dengan harga tinggi!”
“So, jangan pernah kecewakan tuanku!”
“Tuan. Apa boleh saya tahu. Berapa Mang Udin menjualku pada Mr Lukman?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Aditya HP/bunda lia
bejat si Udin .... 😡😡
2023-01-09
0