Fella masih menangis tersedu di kamarnya. Gadis itu masih larut dalam kekecewa pada keluarganya sendiri. Dia memproduksi masal air matanya yang kini tertutup oleh bantal.
Apakah mencintai memang sesakit ini?
Fella baru tahu bahwa Dylan mencintainya dari awal. Sama seperti perasaan yang dirinya rasakan pada sang kakak.
Namun, lagi-lagi kenyataan berhasil menampar wajahnya. Fella dan Dylan adalah saudara yang tidak akan mungkin bisa bersama.
Tunggu!
Fella menyingkirkan bantal boneka berbentuk hati itu dari wajahnya. Gadis itu lalu menatap figura besar di tembok kamar yang berisi foto masa kecilnya bersama Dylan. Jika dilihat dengan teliti, wajah mereka tidak mirip, dan itu berhasil mengukir senyum di wajah Fella.
“Aku sama Kak Dylan nggak ada mirip-miripnya, aku yakin kami bukan keluarga. Aku akan cari tahu semuanya. Kalaupun nanti kami benar-benar tidak bersaudara, Kak Dylan pasti akan kembali mencintaiku,” harap Fella sembari mengusap air mata.
Gadis itu bersikukuh memperjuangkan cinta yang mungkin akan berakhir sia-sia. Mungkin karena usianya yang terlalu labil, Fella tidak bisa menerima fakta yang tidak sesuai dengan kemauan hatinya.
Berbekal keyakinannya itu, Fella memberanikan diri untuk menemui sang ibu. Dia ingin mencari bukti bahwa dirinya dan Dylan bukan kakak adik kandung seperti dugaannya.
Setelah mengetuk pintu kamar sang ibu, Fella akhirnya diizinkan untuk masuk. Sang ibu yang sedang baru selesai mandi menyambut putrinya dengan senyum merekah.
“Sayang, kamu kenapa?” tanya Mama Larissa yang melihat wajah murung putrinya itu.
Fella berusaha menahan rasa sedihnya. Dia mengulas senyum untuk menyembunyikan luka hati yang sudah terlanjur terbaca oleh ibunya.
“Aku nggak apa-apa kok, Ma. Cuma lagi bete aja,” jawab Fella sembari menjatuhkan bokongnya di tempat tidur sang ibu.
Mama Larissa mendekap gadis itu dan mengusap rambut Fella yang terasa halus. “Kenapa, Sayang? Cerita sama mama, biar kamu lega!”
Fella mendongak, menatap wanita yang merupakan ibu kandung Dylan itu. “Mama, apa setelah Kak Dylan menikah, dia akan ninggalin Fella?” tanya Fella dengan wajah sendu.
Mendengar pertanyaan gadis itu, Mama Larissa mendadak gugup dan bingung. Dadanya berdebar keras karena merasa sesuatu yang selama ini ditakuti mungkin sedang terjadi. Apakah Fella menyukai Dylan?
“Kenapa kamu tanya seperti itu, Sayang? Kalau Kak Dylan menikah sama Kak Deliska, mereka pasti akan membangun keluarga baru. Jadi, mereka akan tinggal terpisah supaya bisa mandiri, Sayang. Tapi, bukan berarti kakakmu itu meninggalkan kita seperti yang kamu pikirkan!”
Mama Larissa berusaha memberi pengertian pada anak gadisnya yang masih remaja itu. Dia mengerti Fella masih dalam masa peralihan. Sejak kecil dia begitu dekat dengan kakaknya karena memang itu yang Mama Larissa harapkan. Sayangnya, Fella dan Dylan telah melewati batas hingga menumbuhkan rasa yang seharusnya tidak ada.
“Mama, apa aku dan Kak Dylan saudara kandung?”
Mata Fella berkaca-kaca saat memberanikan diri untuk bertanya mengenai kemungkinan yang sangat mengganggu pikirannya itu. Seandainya saja dia atau Dylan adalah anak angkat, pasti jalannya mendekati Dylan tidak akan serumit ini.
“A-apa yang kamu katakan Fella? Tentu saja kamu dan Dylan adalah saudara kandung.” Dada Mama Larissa seperti dihantam benda keras, tetapi sekuat hati wanita itu menyembunyikan perasaan gugupnya.
“Sebentar ya, Mama ada sesuatu yang mungkin belum pernah kamu lihat!” Mama Larissa mengurai pelukannya dan berjalan ke lemari untuk mengambil sebuah album kenangan.
Sementara itu, Fella jadi semakin tidak karuan. Dia terlalu berharap bahwa dia dan Dylan bukanlah saudara. Namun, jika seperti ini jadinya, apa yang bisa dia perbuat?
“Ini foto-foto waktu mama hamil Kak Dylan, ini juga foto-foto waktu mama hamil ... kamu!”
Tangan Fella meraih album lama yang terlihat usang. Di sana terlihat jelas masa kecil Dylan dan juga Fella.
Namun, mata Fella menangkap sesuatu yang aneh dari gambar kelahirannya. “Kenapa Mama kelihatan sedih banget waktu aku lahir? Apa Mama nggak senang sama kelahiran aku?” tanya Fella.
Napas Mama Larissa seakan tercekat di tenggorakan. Dadanya kian berdebar keras dengan mata terpejam. Wanita itu sedang memikirkan kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan gadis remaja itu.
“Em, bukan begitu, Sayang.” Mama Larissa berpindah posisi dan kini kembali duduk di samping Fella. “Waktu itu, Mama kan melahirkan kamu sama adik kembarmu yang akhirnya harus kembali pada Tuhan setelah kelahirannya.”
Air mata seorang ibu akhirnya luruh juga. Kematian darah dagingnya selalu menyisakan kesedihan yang menyayat hatinya. Meski kejadian itu telah lama berlalu, tapi tetap saja, Mama Larissa masih suka menangis saat mengingat putrinya yang telah meninngal.
Fella menghela napas berat. Dia merasa bersalah pada sang ibu karena dengan tega mengungkit luka yang mungkin belum mengering sempurna.
“Maaf, Ma.” Ucapan tulus itu keluar dari bibir Fella. Rasa bersalahnya membuat Fella harus menerima kenyataan bahwa dia dan Dylan sama-sama dilahirkan dari rahim yang sama.
“Fella, kamu anak Mama, sama seperti Kak Dylan. Kalian berdua sumber kebahagiaan mama, kekuatan mama. Jadi, jangan pernah lagi berpikir kalau kamu atau Kak Dylan itu bukan anak mama,” ungkap Mama Larissa sembari memeluk putrinya itu. Telihat sekali bahwa dia begitu takut kehilangan Fella dan Dylan.
Usai mendengar penjelasan ibunya itu, Fella harus meyakini hatinya bahwa dia dan Dylan memang bersaudara. Tidak ada cara lain yang bisa dia lakukan sekarang, kecuali melupakan perasaannya pada laki-laki itu.
***
Fella bermaksud menghibur diri dengan cara pergi jalan-jalan ke sebuah mall yang cukup ramai. Gadis itu juga sudah menghubungi dua saudaranya, Devina dan Fanny.
“Fella!”
Suara itu sangat tidak asing di telinga Fella. Gadis itu menyambut dua sahabatnya dengan senyum yang merekah.
“Akhirnya datang juga! Kalian lama banget sih!” seru Fella sembari merangkul dua sahabatnya itu.
Devina dan Fanny hanya bisa melayangkan protes mereka. “Ya, sory. Lagian ngajak ketemu dadakan banget!”
“Aku lagi sedih banget! Kita seru-seruan yuk!”
Fella dan teman-temannya akhirnya menghabiskan waktu dengan bermain di tempat hiburan berisi macam-macam permainan yang ada di mall itu.
Setelah puas bermain, Fella dan teman-temannya berkeliling untuk sekedar cuci mata. Para gadis itu melakukan apa pun yang mereka inginkan untuk melupakan rasa sakit yang mereka rasakan. Terutama bagi Fella.
Fella dan sahabatnya itu menikmati es krim sambil mencari aksesoris lucu untuk menunjang penampilan mereka. Tiba-tiba saja, Devina melihat seseorang yang tampak tidak asing.
“Fel, itu bukannya Kak Dylan? Sama siapa dia?” tunjuk Devina pada sepasang kekasih yang sedang berada di toko souvenir.
Mata Fella menangkap jelas kakaknya bersama Deliska. Keduanya sedang memilih souvenir untuk pernikahan mereka yang sudah direncanakan.
Kak Dylan! Apa benar wanita itu yang kamu cintai? Kenapa aku harus terluka sendiri dengan perasaan ini? Tidak! Bukankah cinta itu harus diperjuangkan? Aku akan melakukannya sampai titik darah penghabisan.
***
Kembang kopinya jangan lupa, yang mau nebak nebak boleh banget kok, kalau salah nggak akan dihukum 😂😂😂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
syahira alifa
seperti nya fella bukan anak kandungnya,,anak kandung mama Larissa meninggal dan mengangkat fella sebagai anaknya
2023-12-19
3
mama hanifah
kan udah di bilangin sama mamanya klu itu kakak kandungnya kok masih kekeh sih
2023-08-23
0
Eka Wahyudi
aku kok mikirnya adik kandung Dylan meninggal saat bru dilahirkan, llu org tua Dylan mengadopsi fella,,, itu pemikiran ku
2023-08-23
0