"Mau kemana mas? kok tumben bawa tas segala?" Eca melihat Andra baru saja keluar kamar sambil menggendong tas ransel warna hitam.
"Mau nginep di rumah teman, mbak. Sekalian mau ngerjain tugas ada yang belum kelar juga" Jawab Andra sambil menutup pintu kamarnya.
Eca memicingkan mata "Emang tugasnya sebanyak itu ya? sampai setiap hari nginep di rumah teman. Kenapa tidak di kerjain di rumah saja, ajak saja mereka gantian belajar di sini"
"Kalau belajar di sini mana bisa dong, mbak? nanti yang ada malah nggak fokus. Udahlah aku mau keluar dulu"
"Tapi mas Andra sudah ijin sama ibu belum?"
"Alah....ngapain pamit sama ibu, dia itu udah nggak perduli sama aku, mbak." Sikap Andra mulai berubah saat Nar jarang sekali bersamanya. Andra merasa kurang di perhatikan bahkan cenderung di lupakan. Sejak kepergian Aska, Nara menjadi sedikit acuh padanya. Nara sendiri banyak menghabiskan waktu dengan berdagang dan juga kerap pulang kampung, dengan alasan rindu Aska. Kesedihan itulah yang membuat Andra kesal atas sikap sang ibu. Sebagai anak, dia juga masih butuh perhatian dan kasih sayang. Namun, baginya sang ibu acuh padanya. Sejak saat itu Andra memutuskan mencari kenyamanan di luar rumah.
"Maaf, ya buk boleh tunggu sebentar, saya mau bicara sama anak majikan saya sebantar" Ucap Eca pada seorang pembeli nasi bungkus.
"Oh silahkan, mbak. Saya juga tidak terburu buru kok" jawab ibu paruh baya.
Eca segera mendekati Andra "Mas....kamu nggak boleh bicara kaya gitu"
Ketika tangan Eca menyentuh lengan Andra segera Andra menepisnya "Udahlah, mbak. Aku nggak mau bahas ibu lagi. Aku mau berangkat..."
Kembali Eca menghentikan Andra "Kamu beluk makan, makanlah dulu. Tugas sekolah bisa di kerjakan nanti malam, kan?"
"Nggak mau. Nanti saja makan di luar." Andra pun langsung pergi begitu saja.
"Ya Allah, mas Andra sudah banyak berubah. Apa ini akibat dari perpecahan keluarga?" Lirih Eca sambil kembali melayani pembeli.
"Ngapaian gue di rumah kalau orang tua gue aja nggak ada yang peduli sama gue" Kesal Andra sambil menyalakan motor matic.
Eca tengah melayani pembeli hanya melihat sekilas Andra mengendarai motor keluar rumah "Anak jaman sekarang kalau di kasih tau malah marah" Lirih Eca.
"Eh mbak saya pernah melihat dia di tepi jalan dekat rumah saya. Waktu itu sekitar jam satu malam, waktu saya baru saja pulang sama suami dari rumah mertua. Kalau nggak salah dia ikut balap liar lho" Ujar ibu ibu pembeli tadi.
Seketika Eca tersentak "Ibu salah lihat kali, buk. Anak majikan saya nggak pernah keluar malam kok. Setiap hari saya selalu pastikan dia ada di rumah."
"Tapi mbak nggak mungkin tungguin dia di teras depan, kan? anak muda jaman sekarang paling bisa curi kesempatan, mbak. Apa lagi orang tuanya nggak ada di rumah, udah pasti banyak peluanh tuh" Wanita pruh baya tadi terus meyakinkan Eca kalau Andra sering keluar malam.
Sambil menenteng pesanan ibu tadi, Eca sempat terdiam sejenak. Beberapa orang pernah berkata hal serupa kepadanya. Awalnya dia tidak percaya, namun setelah banyak orang mengadu, timbul kecurigaan.
"Coba saja nanti malam mbak Eca datang ke taman pinggir kota, mereka biasa kumpul di sana. Tapi, saran saya mbak Eca jangan sendiri. Bahaya di sana banyak pemuda mabuk mabukan" Jelas beliau sambil meraih pesanan nasi bungkus "Kalau begitu ini uangnya, terima kasih"
Setelah beberapa saat kemudain. Andra baru saja sampai di depan sebuah kos tidak jauh dari rumahnya.
"Hey....kok baru datang sih" Seorang gadis muda langsung membuka pintu, kala mendengar suara motor Andra berhenti depan kosan. Dialah Ambika, kekasih Andra. Ambika tinggal di sebuah kos lumayan luas. Dia terpaksa ngekos supaya mempermudah akses menuju sekolah. Sebab, rumahnya terlalu jauh dengan sekolah.
Sambil melepas helm "Maaf sayang agak ada perdebatan kecil sama mbak Eca" Segera mendekati sang kekasih dan langsung meraih tangan sang gadis "Yang penting aku sudah datang"
"Ya sudah buruan ayo masuk, aku udah siapan kejutan buat kamu" Ambika tersenyum manis. Lesung pipi menambah aura kecantikan gadis 17 tahun tersebut.
"Kejutan? apa itu?" Seingat Andra hari ini tidak ada yang sepesial bagi dia dan sang kekasih.
"Dah ayo masuk" Menarik tangan Andra lalu menutup pintu kos.
"Baru pisah beberapa jam sama Nara, kok udah kepikiran aja sih" Meminat kening sambil menyetir. Prasetya tidak mengantar Nara sampai rumah, melainkan hanya mengantar sampai terminal saja. Setelah itu dia juga harus kembali ke kota, tempatnya tinggal saat ini. "Kalau saja ada kesempatan untukku, aku ingin membahagian dia sampai ajal memisahkan kami.(Menarik nafas panjang lalu menghembuskan perlahan) apa kesempatan itu masih tersisa untukku? mungkinkah dia mau menerimaku lagi? Tapi, bagaimana kalau sampai dia menolakku seperti dulu? mungkin aku nggak akan sanggup" Ucap Prasetya.
Di sisi lain Nara tengah duduk dalam bus sambil melihat kaca samping. Setelah sekian lama tidak bertemu dengan mantan suami, ternyata amarahnya masih berkobar. Semua terjadi berawal dari kesalahan Bagus. Perselingkuhan tidak hanya menghancurkan satu hati, dua hati, melainkan banyak hati. Andai perselingkuhan tidak pernah ada, hari ini pasti mereka hidup rukun bahagia.
Tuk, tuk, tuk....
Seseorang mengetuk kursi belakang Nara. Sontak Nara penasaran. Dia langsung menoleh "Ada apa ya? kenapa ketuk kursi saya?" Tanya Nara pada sepasang pasutri yang tengah duduk di belakangnya. Mereka juga membawa dua anak laki laki. Yang satu seumuran Aska dan yang satu berusia kisaran lima tahunan.
"Maaf, mbak. Tadi anak saya tidak sengaja mukul kursi" Ucap seorang wnaita tengah memengku buah hatinya berusia lima tahun. Di tangan anak kecil itu terdapat sebuah mainan gelembung sabun.
"Tadi adek aku tante, dia jahil banget orangnya. Adek ma gitu suka usil" Sang kakak langsung mencubit lengan sang adik sampai dia menangis keras.
"Aduh jangan di cubit dong adeknya. Tante nggak apa apa kok. Udah nak cup, jangan nangis ya sayang" Nara berusaha menenangkan balita tersebut namun tidak mudah baginya membuat sang balita cepat diam.
"Kakak, jangan begitu dong. Minta maaf sama adeknya" Pinta sang ayah.
"Lah kan emang adek salah, pa. Kata papa kalau orang salah itu harus di beri hukuman. Terus kenapa adek malah di belain?"
"Iya, papa tau. Tapi, adek masih kecil. Mana tau yang salah dan benar. Kakak sudah besar bisa membedakan mana salah mana benar, harusnya kakak ngerti dong kalau tindakan kakak ini salah?" tutur lembut seorang ayah langsung menyentuh hati Nara.
(Selama ini mas Bagus tidak pernah sebijak itu kepada anak anak. Melihat keluarga kecil ini membuatku iri) gumam Nara.
"Tapi...." Sang anak masih mau mengelak. Nara pun menyodorkan sebungkus permen kepada anak tersebut "Ambil permen ini, dulu anak tante suka sekali sama permen ini. Kamu boleh ambil kalau kamu mau..."
"Makasih tante..." Setelah mengambil sebungkus permen dari tangan Nara, anak tadi langsung membaginya kepada sang adik "Maafkan kakak ya dek, udah marahin kamu. Kakak janji nggak akan marah lagi sama adek. Kakak minta maaf ya" Ucapan sang kakak di sambut senyuman manis si adik. Dengan lucu snag adik langsung memeluk sang kakak.
Melihat kedua anak itu semakin mengiris hati Nara. Ingatan kebersamaan dengan kedua anaknya kembali terlintas di benaknya. Air mata perlahan jatuh, namun sigap Nara menyeka air matanya.
"Kalau begitu kalian nggak boleh ribut lagi ya"
"Iya, tante. Aku janji"
"Sekali lagi saya minta maaf ya mbak kalau sikap anak kami tadi membuat anda tidak nyaman" Sang ayah menundukkan kepala, pertanda meminta maaf dengan tulus.
"Tidak, saya tidak merasa terganggu. Saya juga maklum namanya anak anak."
"Terima kasih banyak, mbak. Atas pengertiannya" Sambung snag ibu sambil mengulurkan tangan. Tanpa sungkan Nara menjabat tangannya "Sama sama. Melihat mereka saya jadi ingat anak saya. Aduh jadi baper deh...." air mata hampir jatuh tapi masih bisa tertahan.
"Memang anak mbak kemana?"
Buru buru Nara menghadap depan "Mereka lagi sibuk belajar" Demi menutupi kesedihan di hati, Nara pun menjawab semampunya saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
@C͜͡R7🍾⃝ᴀͩnᷞnͧiᷠsͣa✰͜͡w⃠࿈⃟ࣧ
wah andra jadi anak yg Badung dan suka keluar malem
2022-11-17
0