Suamiku Penjahat Wanita (Part 2)

Suamiku Penjahat Wanita (Part 2)

Awal Hidup Baru

"Mbak Eca....." Panggil seorang pemuda berseragam putih abu abu. Baru saja sampai rumah lantas ia memanggil asisten rumah tangga yang membantu berjualan di warung makan milik Nara(ibu). Ada satu kardus penuh sembako dan satu jerigen benuh minyak goreng "Mbak....bantuin dong" lantangnya lagi.

Dari kejuhan Eca menjawab"Taruh situ dulu, mas. Nanti tak ambil...."ujar Eca sambil membawa sebakul nasi putih. Setelah selesai menaruh nasi pada pemanas, Eca langsung keluar "Lho mas itu tadi siapa?" Tanpa sengaja Eca melihat anak majikannya melambaikan tangan kepada seorang gadis berseragam sama. Tadinya si gadis berhenti di bawah pohon samping warung, namun ketika melihat Eca keluar, gadis tersebut buru buru pergi. Bukan rahasia umum lagi kalau Andra suka main cewek. Wajah tampan, kulit putih, tinggi badan ideal, dan penampilan cool, membuat para gadis tertarik dengan karismanya.

"Cewek barunya lagi, ya?"ujar Eca sedikit menggoda Sambil menyenggol lengan Andra. Hubungan Eca dengan Andra sudah seperti adik kakak. Tidak ada kecanggungan antara mereka, sebab Andra sendiri sangat menghargai Eca begutu pula dengan Eca.

Sambil melepas helm, Andra berkata"Bukan, mbak. Cuma adik kelas kok" Turun dari motor lalu membantu membawa barang belanjaan. Pagi sebelum berangkat sekolah Eca menitipkan catatan belanja kepadanya dan setelah pulang sekolah Andra langsung membawanya pulang. Begitulah keseharian Andra.

"Tapi lumayan cakep sih dari pada yang kemarin itu...."

"Masa sih, mbak? berarti kali ini aku nggak salah pilih lagi"

Eca langsung menepuk lengan Andra "Dasar play boy, awas lho nanti kena karma" Segera Eca membawa belanjaan masuk ke dalam rumah.

"Dih...karma? mana mempan sama aku" celetuk Aska sambil melangkah masuk mengikuti Eca.

"Ibuk belum pulang juga ya, mbak?" Andra melihat Eca masih jualan sendiri. Sudah dua hari sang ibu pulang kampung "Emang sampai berapa hari ibuk di kampung?"

"Nggak tau, mas. Ibuk nggak ada ngabari dari kemarin"

"Oh...." Setelah meletakkan jerigen minyak goreng, kemudian Andra masuk kamar. Tas punggung langsung di lempar ke atas ranjang "Setelah kepergian Aska, ibuk semakin acuh sama aku. Semua terjadi gara gara dia (Bapak)" seger badan terhempas ke atas ranjang. Setiap kali mengingat semua perlakuan kejam sang ayah, membuatnya emosi bukan main. Andai kata bisa menggambarkan seberapa marah, kecewa, dan benci, mungkin semua kata sudah terlintar jauh. "Kenapa sih punya bapak sejahat dia. Apa nggak ada stok lain selain dia" Terlalu banyak terluka yang ia terima, sampai tak ingin lagi melihat mau pun mendengar tentang sang ayah lagi. Terakhir dapat kabar dari sang nenek, beliau bilang kalau sang ayah masuk rumah sakit karena harus menjalani operasi pemasangan kaki palsu atau apalah dia tidak begitu perduli. Bagianya sang ayah sudah lama mati.

"Mak, Nara pamit dulu ya, emak jaga kesehatan dan jangan lupa minum vitamin teratur. Tadi Nara sudah masak, sekalian di kulkas udah ada stok ayam potong sama daging. Nanti tinggal suruh mbak Tuti bali sayur. Uang arisan juga sudah Nara titip sama mbak Tuti. Jadi, emak nggak perlu keluar duit lagi" Ujar Nara sambil melihat raut wajah sayu sang ibu. Setelah beberapa tahun berlalu, kini ibu Sumiati tidak lagi mau tinggal di kota, beliau ingin menghabiskan masa tua di kampung halaman. Melihat kesehatan sang ibu berangsung membaik, Nara pun mengijinkan beliau tinggal di sana.

Ibu Sumiati langsung memeluk Nara "Hati hati, Nak. Lanjutkan perjuanganmu. Jangan melihat jalan di ujung sana, karena di depan jalan sana mentari sudah menyambutmu"

Ucapan Ibu Sumuati tidak sekedar memotifasi tapi juga mengingatkan bahwa apa yang sudah pergi tak mungkin kembali, dan yang pergi akan segera terganti.

"Sudah siap belum?" Datanglah Prasetya dari balik pintu "Semua barang sudah naik tinggal nunggu apa lagi?" Perlahan mendekat kemudian bersimpuh di hadapan ibu sumiati.

"Pras....ngapain kamu duduk di situ? sini duduk di samping emak" Ibu Sumiati tidak hsegan menganggap Prasetya seperti keluarga sendiri. Sejak perceraian Nara dengan Bagus, beliau menginginkan Presetya menjadi pengganti Bagus kelak. Meski Prasetya menginginkan semua itu, menurutnya tidak semudah itu memulihkan luka di hati Nara. Butuh waktu panjang untuk membuatnya kembali membuka hati.

Kekurangan seorang wanita hanya satu, ketika di sakiti maka akan sulit kembali membuka hati. Dan satu kelebihan wanita, jika dia mulai mencintai akan setulus hati.

"Saya itu kalau lihat emak sudah seperti melihat ibuk, lumayan bisa ngobatin kangen di hati saya. Emak sehat terus, jangan sakit lagi. Kalau emak nggak mau ikut Nara ke kota, emak harus janji bisa jaga kesehatan. Kasihan Nara kalau emak sakit. Pokoknya emak harus banyak makan sayur, buah, vitamin, dan paling tidak olah raga pagi biar sehat kuat. Jangan kalah sama anak jaman sekarang" Ucapan Prasetya membuat senyum ibu Suamiati mengembang.

Mengetuk kening Presetya "Kamu kira emak sudah tua? masih muda sehat cakep begini di bilang kalah sama anak jaman sekarang. Yo meski kalah....." Tawa lepas ibu Sumiati membuat Nara mengulas senyum. Setiap kali bersama Prasetya, semua nampak berwarna. Kilauan bahagia terlukis indah sejak kedatangan Prasetya.

Pandangan Prasetya beralih pada Nara. Melihatnya tersenyum tentu menjadi hal paling bahagia "Ya sudah keburu sore mending kita berangkat sekarang"

Nara bangkit "Kalau begitu Nara pamit duku, mak. Jangan lupa sama pesan Nara, kalau emak butuh sesuatu bilang mbak Titi saja nanti Nara ganti. Oh iya satu lagi" mengeluarkan sesuatu dari dalam tas "Ada titipan dari mas Hans" Menyerahkan uang dari sang kakak "Kemarin Nara lupa mau kasih ke emak. Kata mas Hans buat beli gincu" Dengan nada menggoda sang ibu supaya tidak terlarut dalam kesedihan.

Ibu Sumiati langsung mencoel dagu Nara "Gincu, gincu, litik lho"

Mendengat kata Litik sontak Nara dan Prasetya tertawa "Bukan litik, mak. Tapi, lipstik" Sambung Pras sambil mengatur nafas kala terbahak.

"Yo maklum wong deso retine litik" beliau ikut terbahak sambil menepuk lengan Prasetya.

"Aduh, emak ini ngelawak terus. Ya sudah Nara berangkat dulu" Segera Nara beserta Prasetya keluar rumah dengan di ikuti ibu Sumiati "Hati hati di jalan, Nduk"

Tak lupa sebelum naik mobil Nara mencium tangan sang ibu "Emak baik baik di rumah"

"Kamu nggak usah cemas sama emak. Toh, ada Tuti ada tetangga lain"

"Saya juga pamit ya, mak. Doain semoga saya dapat rejeki lebih biar bisa pulang kampung lagi, ketemu sama emak, sama semua orang di kampung ini" Prasetya pun bersalaman pada beliau sebelum pergi.

Mengusap bahu Prasetya "Jelas emak doain kamu juga. Pokoknya emak selalu berdua yang terbaik buat kalian berdua."

"Kami berangkat, mak" Mereka langsung naik mobil. Lambaian tangan sang ibu mengiringi kepergian sang anak yang hendak mengais nafkah demi mencukupi kebutuhan hidup di dunia.

"Hati hati di jalan, sampai jump lagi" Ujar ibu Sumiati seraya menyeka air mata.

(Emak hanya bisa mendoakan yang terbaik buat kalian berdua. Jika Allah berkehendak, insya Allah kalian akan berjodoh. Andai tidak berjodoh, setidaknya kalian bahagia dengan hidup masing masing)

Setelah hujan reda terlihat indah lengkung pelangi. Dunia seolah menghela nafas dari guyuran air mata. Bahagis kembali setelah luka. Bergulat dengan derita berjuang demi masa depan yang bahagia.

Terpopuler

Comments

@C͜͡R7🍾⃝ᴀͩnᷞnͧiᷠsͣa✰͜͡w⃠࿈⃟ࣧ

@C͜͡R7🍾⃝ᴀͩnᷞnͧiᷠsͣa✰͜͡w⃠࿈⃟ࣧ

wah ada Nara lg, lanjut ka

2022-11-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!