Pergi

"Aku mau kamu pergi dari sini sekarang juga, Mas."

"Sayang, dengar dulu penjelasanku."

"Kita sudah sepakat bukan? Apa pun masalah yang ada di dalam rumah tangga kita akan kita lalui bersama. Tapi jika masalah itu menyangkut pihak ketiga, maka itu artinya salah satu dari kita sengaja ingin berpisah."

"Tapi aku bisa menjelaskan alasannya sama kamu. Dengarkan dulu, Arini."

"Mau aku kemaskan barang-barang kamu, atau kemas sendiri?"

"Aku ingin kamu mendengarkan apa yang akan aku katakan. Sebentar saja."

Arini tidak merespon ucapan Farhan. Dia berjalan untuk mengambil koper lalu mengemas pakaian Farhan.

Tidak hanya satu, tapi beberapa koper. Arini memastikan tidak ada satu pun barang Farhan yang tertinggal di rumahnya.

Farhan hanya melihat dengan perasaan yang campur aduk.

Satu per satu koper dan tas yang berisi barang Farhan dikeluarkan dari rumah. Arini melempar barang-barang itu Ken teras dengan sembarang.

"Izinkan aku bertemu Lean sekali ini saja."

Arini mendorong tubuh Farhan hingga laki-laki itu jatuh ke lantai. Dengan sangat keras Arini membanting pintu lalu menguncinya.

Marah, sudah pasti. Kesal dan benci sudah tidak bisa dihindarkan lagi. Namun, bukan berarti tidak rasa cinta itu lenyap begitu saja. Kesedihan Arini membuat dia ambruk dan bersandar di pintu.

Farhan mengangkut barang-barangnya ke dalam mobil dengan air mata yang menetes.

Saat mobil itu dinyalakan, Arini merasa semakin kesal. Dia berharap Farhan bertahan dan tidak pergi meski dia usir. Namun, di sisi lain dia juga benci melihat suaminya apalagi saat bayangan Farhan menggandeng wanita lain kembali melintas di kepalanya.

Dalam perjalanan, Farhan tak hentinya menangis. Sesekali dia memukul stir mobil karena kesal.

Arini, bagaimanapun juga dia begitu mencintainya melebihi apapun di dunia ini. Satu-satunya wanita yang membuat dia nyaman dan bahagia.

Farhan telah sampai ke sebuah rumah yang cukup besar. Dibantu oleh penjaga rumah, Farhan menurunkan barang-barang dan membawanya ke rumah itu. Rumah yang masih ada dalam satu kota yang sama dengan Arini.

Lampu tengah rumah yang padam tiba-tiba menyala. Seorang wanita dengan pakaian tidur menyalakannya. Dia menghampiri Farhan lalu memeluknya.

"Apa Arini tau tentang kita, Pah?"

Farhan mengangguk.

"Besok aku akan menemui dia dan menjelaskan semuanya."

"Tidak perlu." Farhan melepaskan pelukannya.

"Beri dia waktu untuk sendiri. Dia sedang marah dan kesal, apa pun yang kita ucapkan tidak akan masuk. Itu hanya akan menambah masalah baru."

"Baiklah. Mas mau minum teh hangat? Nanti aku buatkan."

"Boleh. Aku tunggu di kamar sekalian mau istirahat. Kepalaku sakit banget."

"Iya, Pah."

Wanita yang bernama Lestari itu pergi ke dapur untuk menyiapkan teh jahe kesukaan suaminya.

Lestari tersenyum. Ada perasaan senang dan bahagia karena akhirnya Arini tau tentang hubungan mereka tanpa campur tangan dirinya.

"Akhirnya keberuntungan berpihak padaku," bisiknya sambil mengaduk teh panas di dalam cangkir.

"Ini, Pah."

"Terimakasih."

"Aku pijit ya." Lestari naik ke atas ranjang. Dia duduk di belakang suaminya. Menarik kepala Farhan ke dalam dadanya yang cukup terbuka.

Dengan lembut dia mulai memijat kepala Farhan, dari kening dia tarik hingga ke telinga. Memijat kepala bagian atas, lalu pindah ke bagian tengkuk.

Tidak hanya memijat, Lestari juga memberikan sentuhan-sentuhan erotis di bagian belakang telinga dengan mulutnya. Lestari tau betul jika Farhan sedang stress suaminya itu bisa ditenangkan dengan berhubungan intim.

Benar saja, Farhan membalikkan badannya lalu menyergap tubuh Lestari dengan bringas.

Di tempat lain, Arini sedang tidur bersama anaknya, Lean. Dia pandangi wajah tanpa dosa itu dengan deraian air mata.

Rasa sakit karena tahu Farhan tidak setia, tidak seberapa sakitnya jika dibandingkan dengan kenyataan bahwa mulai mal ini Lean tidak akan mendapatkan kasih sayang ayahnya dengan utuh.

Kehidupan Lean akan berubah total. Dia yang begitu dekat dengan Farhan pasti akan merasa sedih dengan perginya Farhan dari rumah.

Lalu apa yang akan Arini katakan pada anak semata wayangnya itu?

Malam terasa sangat panjang bagi Arini, kelam dan sangat dingin. Malam yang tidak pernah dia bayangkan akan dia lewati. Suami yang sangat dia sayangi, kini telah pergi bermasa lain hati.

"Mama minta maaf, Lean. Mama egois karena memikirkan perasaan sendiri, tapi demi apa pun, mama tidak sanggup jika harus bersama dengan papa. Apa yang harus mama lakukan sekarang?" bisik Arini ditengah tangisannya.

Sungguh, tangisan tanpa suara itu sangat menyakitkan. Menyesakkan dada hingga terasa sangat sesak.

Arini mendekap tubuh Lean dengan sangat hati-hati, takut membangunkan tidur nyenyak anaknya.

Pagi hari, Lean dan Arini kini sudah berada di meja makan untuk sarapan.

"Lean, ada apa? Kenapa kamu diam saja, Nak? Gak enak badan?"

"Mata mama kenapa bengkak?"

"Oh, ini. Mama sedih karena papa udah berangkat lagi."

"Ma, kalau mama bahagia papa pergi, aku tidak apa-apa."

Arini kesulitan menelan oat yang sedang dia kunyah. Makanan lembek itu terasa seperti kerikil di tenggorokannya saat mendengar ucapan Lean.

"Mana mungkin mama bahagia papa pergi, kamu gimana, sih?" Arini mencoba menghibur anaknya.

"Aku mau mama bahagia."

Arini bangun dari kursinya dan memeluk tubuh Lean dengan erat. Sekuat tenaga dia berusaha agar air matanya tidak jatuh.

Lean masih saja diam saat Arini mengantarnya ke sekolah. Dia tidak berbicara jika tidak ditanya.

Di depan sekolah, Farhan sudah menunggu kedatangan Lean.

"Mama pulang saja, sepertinya papa ingin bicara denganku."

Arini menelan ludah saat melihat Farhan di sekolah. Arini ketahuan berbohong pada Lean yang mengatakan Farhan sudah berangkat kerja.

"Mama antar."

"Tidak. Mama pulang saja."

Arini menatap mata Lean, anak itu terlihat sangat serius meminta Arini untuk pulang.

"Mama gak akan pulang tapi gak akan ikut ke sana dan gak akan denger obrolan kalian."

"Mama tenang saja, aku tidak akan mau pergi jika papa mengajakku bersamanya. Aku akan tetap bersama mama. Pulang saja, ya."

Arini melepaskan genggaman tangannya, dan Lean pun berjalan menghampiri Farhan.

Farhan dan Lean saling berpelukan.

"Selamat pagi my boy. Udah sarapan belum?"

"Udah, Pa."

"Good. O, iya. Nanti siang kita pergi ke play ground, mau?"

"Apa mereka juga ikut?"

"Mereka?"

"Anak papa yang lain. Bukankah aku punya dua sodara perempuan? Jika mereka ikut, aku tidak akan pergi."

Farhan membelalakan matanya mendengar pertanyaan Lean.

Di pesta itu, Arini berusaha menutupi Lean dan memeluknya dengan erat. Namun, Lean bisa melihat dari celah tangan Arini di bagian bawah ketiak. Lean melihat papanya menggandeng wanita dan dua anak perempuan.

Lean melihat bibir anak kecil itu memanggil Farhan dengan sebutan, Papah.

Terpopuler

Comments

Yati Syahira

Yati Syahira

tetep jalang lakor yg menang dan bahagia istri wajib menderita di selingkuhin

2025-01-19

0

Riana

Riana

oalah salah bukan catrin tp lestari...
lestari alamku lestari desaku....

2023-04-06

1

Windarti08

Windarti08

hanya di novel ini yang suami selingkuh dan cepet ketauan sama istrinya...
aku suka, ceritanya gak bertele-tele, dan tokoh wanitanya tegas ambil keputusan saat tau dia diselingkuhi 👍

2023-03-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!